ending

9.8K 206 21
                                    

Sarfaras siang itu mengenakan pakaian serba hitam berdiri di tengah teriknya matahari menatap sendu nisan Rama yang sudah dimakamkan di San Diego Hills.

Sarfaras mendekati sang ibu yang mengenakan pakaian serupa dengan memakai kerudung hitam, ibunya itu sedang menaburkan bunga di atas makam. Kemudian, ia ikut berjongkok di samping sang ibu sambil mengelus batu nisa itu.

"Selamat jalan Rama Alterio Savian, semoga lo udah tenang di surga sana." 

Sarfaras bangkit berdiri lalu membantu sang ibu untuk berdiri dengan memegang pergelangan tangannya ketika sang ibu ingin jatuh.

"Kita harus nyusul Rayn kerumah sakit Ras, Mami ingin menjenguk Raya," ujar Hilya yang dibalas anggukan oleh Sarfaras.

Sarfaras dan Hilya pun melenggang pergi dari pemakaman hendak pulang ke mansion mereka terlebih dahulu lalu setelah itu barulah kerumah sakit.

---

Di rumah sakit jiwa Dharmadaksa.

"Lepas! Gue ga gila! Gue ga gila. Sial!" teriak Afifah berusaha memberontak ketika lengan tangan kanan dan kirinya dipegang oleh dua suster mereka hendak menuju ruangan khusus pasien rumah sakit jiwa.

"Gue ga gila. Gue waras! Keluarin gue! Gue ga gila!" Afifah menggedor-gedor pintu kaca berdaun dua berlapis besi itu dengan brutal. Afifah berbalik badan ketika merasakan tarikan pada rambutnya.

"A-a-a-a!!" jerit Afifah histeris. Salah satu pasien dengan rambut panjang yang menutupi sebagian wajahnya terdapat luka bakar mendekati lalu memainkan rambutnya.

"Wangi, Wangi, suka, suka," kata pasien itu sambil menghirup dalam rambut Afifah.

"ANJING!! JANGAN DEKETIN GUE!!"

Afifah melotot horor mendapati ada sekitar tujuh orang di ruangan ini. Mereka semua menghampirinya dengan tersenyum mengerikan dan bertepuk tangan riang layaknya anak kecil mendapatkan mainan baru.

---

Rumah sakit Bramantyo Hospital

Rayn berjalan tergesa-gesa memasuki rumah sakit sambil menggendong Raya ala bridal style diikuti Fernando dari arah belakang.

Brankar rumah sakit di dorong terburu-buru oleh seorang suster menuju kearah Rayn. Rayn segera membaringkan perlahan tubuh Raya di atas brankar lalu berjalan mendampinginya. Ia mengelus pipi Raya dengan lembut.

"Jangan tinggalin aku Raya," gumam Rayn lirih.

"Dokter! korban kehilanganmu banyak darah!!" Seorang dokter wanita langsung datang. Kemudian, memerintahkan suster lain untuk segera menyiapkan ruang operasi.

"Maaf Tuan, silahkan tunggu di luar," kata dokter wanita itu. Rayn mengangguk dan melepaskan tangannya pada brankar menatap pintu ruang operasi yang kian mulai tertutup rapat.

Lampu ruangan UGD menyala

Rayn terus melihat jam di pergelangan kirinya sambil bersedekap dada.

Lampu ruangan UGD mati

Ceklek.

Pintu ruangan terbuka, Rayn menatap dokter wanita itu yang keluar dengan pandangan was-was.

"Bagaimana kondisinya?" tanya Rayn.

Dokter wanita itu membuka maskernya lalu membalas tatapan Rayn dengan raut wajah sendu.

"Mohon maaf Tuan. Istri anda, sudah tidak dapat terselamatkan. Tetapi anak anda terselamatkan dan terlahir kembar. Saya turut berdukacita," jelas dokter itu. Kemudian, Rayn segera memasuki ruang operasi.

Dokter wanita itupun mengikuti Rayn masuk ke dalam ruang operasi. Ketika para suster menatapnya dan hendak mencegah Rayn menghampiri Raya, ia menggelengkan kepalanya pelan yang di mengerti para suster tersebut.

"Raya ... Jangan tinggalin aku Ray, ak-aku minta maaf Ray, aku sadar aku selalu nyakitin kamu, aku mohon, aku mohon jangan tinggalin aku Raya! Raya!" teriak Rayn histeris sambil meneteskan air mata dengan memeluk tubuh Raya yang sudah tak bernyawa di atas meja operasi.  

"Oeeee.... Oeeee," tangisan bayi terdengar di ruangan UGD itu membuat Rayn sadar. Ia segera menghampiri bayinya di box.

Rayn lagi-lagi meneteskan air matanya ketika mendapati ada dua box bayi.

"Oeeee.... Oeeee," lagi-lagi tangisan terdengar membuat hati Rayn terenyuh lalu mendekat menyentuh tangan kecil anaknya.

"Ini papa,"

"Maafin papa, papa gak becus jagain mama, maafin papa," lirih Rayn.

Dokter wanita itu beserta para suster di ruangan  memerhatikan hal itu membuat mereka ikut prihatin dan bersedih.

Dokter itupun mulai bicara. "Mohon maafkan saya Tuan, sebelum istri anda menghembuskan nafas terakhirnya ia sempat sadar dan memberitahu saya bahwa untuk mengatakan hal ini pada anda. Ia menitipkan pesan, agar anda menjaga mereka sebaik-baiknya dan jangan salahkan mereka atas apa yang terjadi. Ia juga telah menyiapkan nama untuk keduanya, nama anak di box pertama berjenis laki-laki ia diberi nama Alran Kavindra Hafir dan anak di box kedua berjenis perempuan ia diberi nama Faiza Kavindra Hafir."

"Jadilah kakak yang baik Arlan, dan lindungi adikmu Faiza. Mama menyayangi kalian berdua," kata jiwa Raya lalu mencium kening Arlan putranya.

Sebelum benar-benar pergi jiwa Raya mendekat ke box bayi berikutnya tepat di samping Rayn ia menatap sendu putrinya. "Putriku yang cantik, kamu harus jadi gadis yang kuat. Walaupun mama gak di sisi Faiza, mama bakal selalu liat Faiza dari atas sana. Mama sayang kalian berdua, maaf. Mama harus pergi putriku Faiza ..."

Jiwa Raya beralih menatap Rayn. Kemudian, menghambur memeluknya. "Titip Arlan dan Faiza, Ray, aku pamit. Selamat tinggal Rayn." Dengan masih memeluk Rayn, jiwa Raya perlahan-lahan menghilang menyisakan luka untuk Rayn.

Menurutku di dunia ini tak ada yang buruk Semuanya adalah baik. Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Seperti takdirku, takdirku yang harus berakhir seperti ini. Tetapi tak apa, walaupun begitu terlihat buruk, aku tetap menikmatinya sampai detik nafas terakhirku.

 Tetapi tak apa, walaupun begitu terlihat buruk, aku tetap menikmatinya sampai detik nafas terakhirku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raya Zanna Kirania.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rayn&RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang