part 39

12.9K 241 15
                                    

"Raya," Hilya menggenggam tangan kanan Raya yang setia mengelus perut buncitnya.

Raya menoleh kearah Hilya di sampingnya. "Iya Mi, kenapa?" Ia memerhatikan raut wajah Hilya yang terlihat gusar serta bibirnya terlihat ragu mengeluarkan kata.

"Mami takut ngomong?" Sergah Raya lalu menarik nafas pelan sambil menuntun Hilya duduk di tepi ranjangnya. "Ma-mami takut kamu shock, Mami ngga mau kamu sedih, Nak."

Raya menghadap Hilya sambil tersenyum, hal inilah yang membuat Raya sangat menyayangi Hilya, ia selalu memikirkan perasaannya.

"Percaya sama Raya Mi, Raya bakal denger apapun yang Mami bilang, Raya bakal baik-baik aja."

Bibir Hilya bergetar menahan tangis, jujur ia tak sanggup menceritakan semuanya, tetapi mau bagaimanapun Raya harus mengetahuinya.

"Ra-rama, dia udah ngga ada Ray,"

"Memang semua orang tahu kalau Rama udah ngga ada, Mami terkejut ketika dia kembali lalu banyak lebam di wajahnya, dan ada banyak luka-luka di sekujur tubuhnya. Mami, Mami ngga tahu apa yang terjadi sama Rama. Dia ngga cerita apapun sama Mami, begitupun dengan Sarfaras dan Papi. Mami pikir butuh waktu buat dia cerita semuanya, seminggu dari kejadian itu ada seseorang laki-laki yang ingin bertemu dengan Rama. Rama ngga ngejelasin apa-apa ke Mami dia pamit gitu aja walaupun Mami nanya siapa laki-laki itu, Rama memilih abai terus pamit ke Mami buat pergi," tangan kiri Hilya menggenggam kedua tangan Raya. Ia menghalau air mata yang siap menetes dengan ibu jari tangan kanannya kemudian, melanjutkan cerita hingga akhir.

Setelah mendengar semuanya Raya berusaha bangkit dari tepi ranjangnya. Kemudian, tanpa dicegah Hilya Raya keluar dari kamarnya hendak menemui Rama untuk terakhir kalinya.

"Raya!"

Hilya yang tersadar tergesa-gesa menyusul Raya ke lantai bawah takut sesuatu terjadi pada Raya ketika mengingat bahwa sedang mengandung.

---

Fernando menyiram wajah Afifah menggunakan ember besi berisi air es sesuai perintah Rayn yang sedang duduk tenang di kursi kayu singlenya dengan kaki menyilang ia menatap datar pelayan di hadapannya yang ternyata adalah sahabat Raya, Afifah.

Dengan keadaan kaki berlutut serta kedua tangan yang diikat Afifah menatap Rayn penuh kebencian.

"Iblis!"

"Gue benci lo dan Raya! Gue benci kalian!"

"Setelah ngerebut semuanya dari gue kalian gak pantes buat hidup!"

"So?"

Rayn menyeringai. Rayn bangkit dari kursinya lalu berjongkok di samping Afifah membisikkan sesuatu, "Nikmati neraka buatan iblis ini, selamat tinggal."

"Lo," Afifah menjeda kata yang akan terucap dari bibirnya.

"Suatu hari nanti gue bakal buat lo hancur!!" teriak Afifah. Rayn, ia memilih abai melanjutkan langkahnya keluar dari dalam jeruji besi. Ada banyak hal yang harus ia urus segera.

---

Di mansion keluarga Aiwin. Tepatnya di dalam sebuah kamar bernuansa coklat muda, Rei menyibak tirai jendela kamarnya itu memperlihatkan halaman mansion yang terdapat mobil polisi.

Rayn&RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang