Part 35

4.8K 161 1
                                    

"Tadinya Mami mau kekamar kamu karena ada yang nyariin kamu, eh ternyata kamu udah turun," kata Hilya berdiri disisi undakan tangga. Rama mengedarkan pandangannya ke arah ruang tamu. "Mami nggak pernah lihat dia, siapa?" tanya Hilya penasaran, pasalnya putranya itu selalu bersama teman-teman nya Adzriel, Maqil, dan Izza. Juga ia tidak pernah mendapati teman lain putranya berkunjung ke mansion.

"Bukan siapa-siapa Mi. Yaudah Rama pamit dulu ya, mau izin jenguk Raya," pamit Rama tanpa menoleh sedikitpun kearah Hilya, tatapannya hanya terkunci kearah Fernando yang sudah berdiri merapikan sedikit jasnya lalu lebih dahulu melangkah keluar mansion.

"Tapi ..," belum sempat Hilya menegur Rama, Rama sudah melenggang pergi.

Seorang bodyguard yang berjaga di depan mansion membukakan pintu mobil Jeep Wrangler untuk Fernando beserta Rama setelahnya pintu mobil ditutup. Supir pun melajukan mobil dengan kecepatan sedang menuju mansion Hafir.

Tok, tok, tok.

"Permisi Nona, Tuan besar memanggil anda untuk segera keruang kerjanya," seorang maid mengetuk pintu kamar yang ditempati Afifah selama berada di mansion keluarga Aiwin. Pintu terbuka, muncullah Afifah menggunakan knit sweater dengan celana panjang katun berwarna abu-abu. Ia mengangguk lalu maid itu melangkah terlebih dahulu hendak menghantarkan Afifah menuju ruang kerja Alvero.

Maid itu membuka pelan knop pintu ruangan Alvero. "Silahkan Nona, Tuan besar sedang menunggu anda didalam. Kalau begitu saya permisi," ujar maid itu lalu melenggang pergi. Afifah masuk kedalam ruangan kerja Alvero, ia menatap ke sekeliling ruangan bernuansa modern itu hingga tatapannya terpaku kearah seorang laki-laki berpakaian bodyguard yang tengah berdiri disamping sofa single dimana Alvero duduk. Suara berat Alvero menyadarkan Afifah.

"Langsung ke intinya. Ku dengar semuanya, dan kita memiliki tujuan yang sama."

"Maksud kakek?" tanya Afifah mengalihkan tatapannya kearah Alvero.

"Ingin menghancurkan orang yang membuat hidupmu menderita 'bukan?" Sebelum Afifah membuka suara Alvero terdengar kembali.

"Kakek akan membantumu."

Hening..

lalu terdengar helaan nafas lirih dari Afifah. "Rei, Rei ga tinggal diam kek. Kalau sampe dia tau Afifah berusaha membunuh Raya, Afifah nggak bisa kek. Tapi setelah denger kakek bakalan bantu, Afifah ga bisa nolak. Afifah pengen mereka juga ngerasain kehilangan kayak apa yang Afifah rasain selama ini," Afifah tanpa sengaja meneteskan air mata lalu buru-buru ia menyeka air matanya.

Suara dering telepon dari ponsel milik Hendratno. Ia segera menjauh kearah kaca jendela besar ruangan Alvero hendak mengangkat panggilan.

"Sesuai rencana, kali ini jangan sampe gagal."

"..."

Hendratno menutup panggilan. Kemudian menghampiri Alvero, ia berbisik pelan di telinganya.

"Persiapkan dirimu Afifah, kau akan menyamar sebagai seorang maid untuk meracuni Raya. Jangan khawatir kakek akan mengurus segalanya, kau boleh keluar. Kakek akan mengirim seorang penata rias makeup kekamar mu," perkataan Alvero membuat Afifah mengangguk lalu melangkah keluar dari ruang kerja Alvero.

Sekelebat bayangan kebersamaannya dengan Raya tiba-tiba melintas dipikiran Afifah. Hati nya bimbang, ada rasa ragu dibenaknya. "Nggak, gue nggak boleh mundur. Apapun alasannya Raya harus hancur," Afifah bergumam lirih sambil mencengkram kuat pembatasan tangga.

Setelah kepergian Afifah, Alvero tersenyum senang. "Mulailah bergerak, jangan biarkan mereka sampai di mansion keluarga hafir."

Hendratno membungkuk hormat. "Sesuai perintah anda Tuan." Hendratno pun berlalu keluar dari ruangan kerja Alvero hendak melaksanakan tugasnya.

Disisi lain, didalam sebuah kamar kedap suara bernuansa hitam minimalis Rei menatap dirinya didepan cermin. "Mati bajingan! Akghh!!" Rei melempar botol parfum kearah cermin.

Rei menjambak frustasi rambut hitam model comma hair nya. Orang lain berpikir Rei laki-laki sempurna tanpa cacat. Berasal dari keluarga konglomerat, penerus perusahaan keluarga Aiwin kelak yang mana perusahaannya sudah masuk kejajaran perusahaan terbaik se-Asia membuatnya dipandang sebagai Tuan muda yang sangat dihormati. Tanpa tahu masa lalu Rei yang kelam hingga membuatnya menjadi seorang pembunuh berantai kejam yang siap kapan saja untuk membunuh siapapun ketika ketenangannya terusik.

Disela-sela menjambak rambutnya Rei tertawa, tawa menyeramkan ketika di dengar siapapun. Hasrat membunuhnya muncul, ia melangkah kearah ruang rahasia didalam kamarnya.

Rei membuka pintu berdaun dua minimalis itu. Hal pertama terlihat rak-rak minimalis yang berisi pistol, senapan, pisau kecil, borgol, belati, pedang samurai, parang, rantai tersusun rapi disetiap sudut ruangan. Rei selalu menyimpan semuanya diruangan itu.

Rei mengusap bibirnya sambil tersenyum miring menatap benda-benda yang akan ia gunakan untuk membunuh Rayn tentunya tatapannya terpaku sesaat kearah pistol. "your death." desis Rei mengambil pisau kecil mengarahkannya kearah tangan kanan jari jempol nya, ia menggores jari jempol nya. Kemudian ia beralih mengambil pistol disisi rak lainnya, Rei meneteskan darahnya dipelatuk pistol tepat diatas tulisan aksara kuno.

Rayn&RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang