"A Irfan mana Kak Rion?" tanyaku pada Kak Rion ketika kami menunggu di loby PUBG dua jam yang lalu.
"Dia gak bisa login katanya. Besok mau keluar kota dan harus bangun pagi-pagi."jawab Kak Rion. Aku hanya bergumam oh. Kami kemudian memutuskan bermain dengan random player dan aku log out pada too soon ketiga kaliku. Kutinggalkan room saat Kak Rion masih bermain. Aku memang tidak pernah suka bermain bersama random player.
Kubuka kembali history pesan chatku dengan A Irfan. Terkahir kali kami/ aku mengirimkan pesan adalah seminggu yang lalu. Ketika dia telah tiba di rumah setelah berkumpul di kedai kopi Kak Tama hari itu. Dia mengucapkan terimakasih lagi atas kopi kirimanku. Setelah kubalas " sama-sama, A." Dia tidak membalas pesanku lagi. Tidak membuka pembahasan baru lagi. Aku menghela nafas panjang. Apa yang kuharapkan? Menyogoknya dengan kopi belum tentu akan mengubah perlakuannya padaku bukan? Dasar bodoh.
Kubuka foto pada akun profil WA nya yang selalu tampak astetik. Dia hampir tiap hari mengganti foto porfilnya dan semua foto itu sangat bagus dan diambil dari angle yang unik. Mungkin ini adalah salah satu spesialisasi lulusan Ilmu Komunikasi karena Kak Rion juga pandai mengambil gambar. Kali ini dia memajang foto ketika dia tengah mengikat rambut panjangnya dengan latar pepohonan pinus berwarna greyscale di belakangnya. Wajahnya sedikit menunduk dan ujung-ujung rambutnya menutupi leher. Sebatang rokok yang menyala terapit di antara kedua bibirnya.
Suara dering ponselku tiba-tiba mengagetkanku setengah mati. Tanpa sadar ponselku terlepas dari genggaman dan terjatuh di atas kasur. Siapa yang menelpon jauh malam seperti ini? Jam 12 malam? Bila itu Kak Rion karena dia ingin mengajakku login kembali akan kusemprot dia. Tapi wajah A Irfan yang baru saja kuamati tadi yang muncul di layar ponsel dengan icon menerima dan menolak telpon di bawahnya. Aku terdiam sesaat, syok dan kaget. A Irfan menelponku? Serius? Apakah aku tidak sedang bermimpi? Kutatap ponselku yang masih berdering masih dengan kadar syok yang sama. Tiba-tiba aku tersadar dan buru-buru menjawab telponnya.
"Halo, A. Assalamualaikum."sapaku pelan.
"Waalaikumsalam. Luna udah tidur?"tanyanya lembut. Hanya dengan mendengar suaranya saja hatiku terasa menghangat dan gembira.
"Belum, A. Baru saja log out. Ada apa, A?" tanyaku penasaran. A Irfan bergumam sebentar, menimbang-nimbang sesatu, jeda, kemudian mulai membuka suara.
"Aa besok ke Makassar bareng Tama , Lun. Penerbangan pagi. Jam 7 insyallah pesawat kami udah landing. Kalau Luna ada waktu, bisa kita ketemu besok?" tanya A Irfan. Mataku terbelalak, aku kaget, sangat kaget bukan kepalang. A Irfan Ke sini?! Besok ?! What??!
"Beneran, A?! Aa gak sedang bercanda kan?"
"Iya Lun. Aa serius." jawabnya sedikit tertawa.
"Kenapa Aa gak bilang jauh-jauh hari? Aa nginap dimana? Dijemput siapa?" pertanyaan bertubi-tubi kuajukan padanya sekaligus. A Irfan tertawa kecil.
" Ini juga dadakan, Lun. Aa dan Kak Tama diajakin mendaki ke Bawakaraeng sama teman Aa yang juga orang Sulawesi. Kami kayaknya langsung berangkat besok setelah perlengkapan sudah beres, jadi ga nginap di Makassar dulu. Kalau soal jemput, teman Aa ini yang bakal jemput di Bandara." tutur A Irfan menjawab semua pertanyaanku sekaligus. Aku terdiam sejenak masih kaget dengan kenyataan tiba-tiba ini. Semuanya terjadi terlalu cepat dan tiba-tiba sehingga membutku speechless. Tidak tau harus merespon seperti apa. Aku jelas senang, sangat senang, tapi ada rasa cemas yang merisaukan hatiku. Cemas ketika diriku tak bisa memenuhi ekspektasi A Irfan yang mungkin telah dia sematkan dengan immage ku selama ini. Aku terdiam.
"Lun?"panggil A Irfan mungkin mengira panggilan teleponnya telah terputus.
"Iya, A. Saya cuma kaget, A" responku jujur.
"Sorry, Lun. Kalau Luna sibuk, ga papa kok mungkin kita bisa ketemu lain kali."
"Bukaaaan, Bukan A! Saya hanya kaget tapi senang Aa jalan-jalan ke sini. Iya besok saya ke bandara . Kebetulan rumah juga tidak jauh dari Bandara. Jam 7 ya, A?"tanyaku memastikan.
"Iya jam 7, Lun."
"Oke Siap, A." Jawabku tersenyum lebar sekali lagi.
"Ya udah Luna istirahat, gih. Aa juga mau tidur, takut kesiangan ke Bandaranya." aku mengangguk.
"Iya, A. Hati-hati di jalan besok. Assalamualaikum."
"Iya, Waalaikumsalam." kutekan tombol memutus panggilan di ponselku. Perasaanku bercampur aduk membuatku sakit kepala.

KAMU SEDANG MEMBACA
Skenario
RomanceRiani tak pernah menyangka akan dipertemukan dengan Irfan, pria yang dikaguminya lewat salah satu platform game online. Berawal dari saling bertukar no.ponsel dan saling mengirim pesan via Whatsapp, Riani akhirnya menyadari Irfan memenuhi hampir seb...