BAB 10 (Part 4)

80 7 0
                                    

Setelah negoisasi dan introgasi panjang, aku akhirnya mengantongi izin dan brehasil mengajak Luna keluar rumah. Aku menggeleng-gelengkan kepala menyadari Ibuku jauh lebih protektif terhadap gadis itu dibanding Ibu kandungnya sendiri. Sepertinya Ibuku sangat terobsesi memiliki seorang anak gadis. Luna, Si anak gadis kesayangan baru ibuku sekarang malah hanya tertawa saat prosesi pengajuan izin tadi.

"Luna mestinya dukung Aa tadi."protesku saat kudorong motor vespa hitamku keluar dari garasi.

"Saya harus jadi pihak yang netral A."Dia tersenyum jahil. Kusipitkan mataku.

Selepas sholat magrib, kuajak gadis ini ke salah satu warung bakso favorit ku di kota Garut untuk makan malam. Dia memesan mie bakso dan aku mie bakso pedas. Dia menanyakan kebiasaan ibuku sehari-hari. Kuceritakan jadwal hariannya dari pagi hingga sore. Bahwa dia biasanya mengurusi toko mabel ayahku di pasar jika tidak sedang memiliki acara lain di luar. Aku balik bertanya mengenai kesibukan ibunya.

"Ibu guru di SMA dan SMK, A. Walau udah berumur, Aa bakal kaget menyadari Ibu lebih aktif dan tak suka tinggal di rumah dibanding saya."jelasnya dengan senyuman kecil di wajahnya. Aku ragu apakah ini adalah waktu yang tepat untuk bertanya mengenai sang ayah. Tapi seakan bisa membaca keraguanku, Luna bercerita tanpa kubertanya. Bahwa ayahnya dulu seorang PNS dan dia meninggal dunia saat gadis itu berusia 23 tahun. Kutatap matanya dan tersenyum tipis berusaha mengusir aura kesedihan yang timbul sesaat di wajah gadis itu. Luna tersenyum lembut dan mengangguk. Meyakinkanku bahwa dia baik-baik saja.

"Aa lagi WA siapa?"tanyanya penasaran saat kuabaikan dia sesaat dan fokus pada layar ponselku. Kusimpan ponselku di saku jaket dan berdiri dari kursi.

"Ian dan Romi. Aa minta mereka ke kedai Tama sekarang. Ayo!."

Lampu remang-remang di parkiran kedai kopi Tama menyambut kami saat kuparkirkan vespaku di sana. Sangat kontras dengan cahaya lampu terang di dalam kedai. Kuintip isi kedai dari jendela transparan besar di sana, hanya ada beberapa pengunjung tengah duduk di meja di dalam kedai dan sebagian besar pengunjung lainnya duduk di meja luar karena desakan nikotin yang akan sangat nikmat jika disandingkan dengan secangkir kopi.

 Kuintip isi kedai dari jendela transparan besar di sana, hanya ada beberapa pengunjung tengah duduk di meja di dalam kedai dan sebagian besar pengunjung lainnya duduk di meja luar karena desakan nikotin yang akan sangat nikmat jika disandingkan d...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tam!"panggilku dari ambang pintu, membuat beberapa pasang mata di dalam kedai menoleh ke arahku. Tama yang tengah melap cangkir dari seberang meja kerjanya menatapku heran dengan alis terangkat sebelah. Mungkin sedikit bingung denganku yang biasanya langsung ngeloyor masuk bahkan sampai ke dapur sekarang malah berdiri tegak di depan pintu sambil tersenyum aneh. Tapi wajahnya bingungnya berubah menjadi kaget sesaat setelah Luna memiringkan, menunjukkan wajahnya dari balik tubuhku. Senyum lembar Tama mengembang saat gadis itu benar-benar menunjukkan dirinya dan berjalan mendekati Tama.

 Senyum lembar Tama mengembang saat gadis itu benar-benar menunjukkan dirinya dan berjalan mendekati Tama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang