BAB 13 (Part 4)

76 4 0
                                    

Situasi ini terasa begitu familiar. Setelah makan malam dan berbincang di depan api unggun ditemani susu coklat panas untukku dan Kak Dini serta segelas kopi untuk A Irfan, Kak Sam dan Kak Faiz, mereka izin masuk ke tenda lebih dulu untuk tidur. Kini hanya aku dan A Irfan terdiam menatapi api unggun. Dingin malam dan angin gunung yang berhembus menuruni lembah memaksaku menutup rapat-rapat jaket parasatku hingga tak ada satupun celah bagi udara luar bisa menggerayangi kulitku. Kusemakin mendekatkan diri pada api unggun.

Sama seperti situasi di Puncak Lolai malam itu, kami berdua diliputi kesunyian malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sama seperti situasi di Puncak Lolai malam itu, kami berdua diliputi kesunyian malam. Tak ada kata. Tak ada suara. Aku sadar ada banyak hal yang harus kami bicarakan dan kurasa ini adalah waktu yang tepat.

"Maafkan Aa, Lun."bisik A Irfan tiba-tiba tapi aku bisa mendengarnya dengan jelas. Aku tak bersuara.

"Aa udah buat Luna bingung dan terluka gegara keragu-raguan Aa."aku masih terdiam, meminta A Irfan menjelaskan lebih jauh.

"Luna ingat? Aa pernah cerita kalau Aa udah sendiri sejak setahun yang lalu."aku mengangguk perlahan. Mataku masih tak lepas dari api unggun yang menjilat-jilat cabang-cabang pohon kering.

"Sebelumnya Aa pacaran sama Dewi sejak kuliah selama 5 tahun. Dewi sangat cantik dan dia salah satu penggemar musik kami. Itulah yang membuat Aa suka dan berpacaran dengannya."tenggorakanku tiba-tiba mengering mendengar A Irfan menyebut nama gadis itu.

"Aa tentu sayang banget sama dia. Tapi kemudian Dewi selingkuh dengan teman kerjanya di Bank. Pria itu jauh lebih mapan dari Aa. Aa sakit , tentu saja. Lima tahun pacaran bukanlah waktu yang singkat untuk melupakannya semudah itu. Tapi Aa juga ga mau mempertahankan gadis yang udah tidak sayang sama Aa. Dewi layak bahagia dengan laki-lak yang disukainya jadi kami putus."A Irfan melemparkan sebatang ranting kering ke kobaran api unggun.

"Aa ga semudah itu bisa lupain Dewi. Jadi Aa sebisa mungkin melakukan kegiatan apa saja agar pikiran Aa teralihkan. Fokus jualan, ngumpul bareng teman, latihan band dan main game."A Irfan tersenyum tipis pada api.

"Saat itulah Aa kenal dengan Luna. Gadis ceria yang mudah banget ngambek kalau kita too soon melulu."aku tersenyum kecil mendengar definisi pertama A Irfan mengenaiku dan itu tak salah.

"Aa tertarik dengan gadis ini karena dia sangat akrab dengan Rion untuk sebatas teman di game. Dia bahkan tau kisah-kisah pribadi Rion yang gak semua orang tau. Bagaimana gadis ini bisa seakrab ini dengan Rion? Pertanyaan itulah yang mendorong Aa meminta nomor ponsel Luna sama Rion."

"Ternyata dia adalah gadis lucu yang pandai membuat orang nyaman bercengkrama dengannya. Tanpa Aa sadari, Aa juga mulai banyak bicara soal diri Aa pada gadis yang bahkan Aa ga pernah temui."kupandangi A Irfan, Ujung bibirnya membentuk senyuman lembut. Matanya masih menatapi kobaran api.

"Aa juga dengan cepat merasa nyaman dengan gadis ini. Tapi Aa selalu mengingatkan diri bahwa Luna hanyalah teman di game tak lebih dari itu. Makanya Aa kemudian agak menarik diri dari Luna saat itu. Aa ga mau lagi bermain-main dengan perasaan wanita yang pada akhirnya tak bisa Aa miliki."A Irfan trauma. Itu adalah tanda bahwa gadis bernama Dewi itu memberi kesan mendalam pada hidup A Irfan.

SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang