BAB 12

65 5 1
                                    

Kuakhiri sholat isyaku dengan doa panjang seperti hari-hari sebelumnya. Memohon pada Tuhan agar diberi jalan keluar atas segala permasalahan yang menyiksan batin dan pikiranku sepanjang hari. Tak ada sedetikpun pikiranku teralihkan dari rasa bersalah pada gadis yang kucintai di seberang pulau sana, yang memutus segala jalur komunikasiku padanya. Aku tak bisa menyalahkannya sama sekali karena aku sadar, sumber permasalahan berasal dari kebodohanku. Dia layak mendapatkan yang terbaik tapi aku malah memberi sebaliknya. Keragu-raguanku yang berebihan ini menjadi sumber masalahnya.

Sudah sebulan aku terus menolak ajakan login Rion. Bermain game hanya akan membuat hatiku akan kembali sesak akan rasa bersalah. Lagi pula aku tak ingin tidur larut lagi. Kuputuskan untuk mengadu pada Sang Pencipta atas segala masalah yang tengah kuhadapi ini pada setiap sholat malam yang kulakukan. Aku benar-benar bingung, tersesat, tak tau harus berbuat apa. Di satu sisi aku tak bisa melepaskan Luna dan sungguh sulit bagiku untuk mengikhlaskannya pergi dan bahagia bersama pria lain. Tapi di sisi lain aku takut menawarkan komitmen yang tak kutau seberapa kuat kadarnya ini dan terlebih lagi aku tak sanggup jika harus membuat gadis itu terluka untuk kedua kalinya. Hatiku sudah cukup teriris melihatnya berlari meninggalkanku sambil menyembunyikan air mata. Aku tak mau hal itu terulang kembali karena keputusan egois yang kupaksakan. Tapi mungkin sujudku kurang lama atau doaku kurang khusyuk, Tuhan masih belum memberiku jawaban atas keraguanku ini.

Bunyi ponsel mengagetkanku. Ada pesan WA yang masuk. Aku bangkit dari sejadah, melipat dan menggantungkannya di sandaran kursi tak jauh dari ranjang. Kududuk di pinggi ranjang dan meraih ponselku di sana. Pesan WA dari Sam! Jantungku berdentum keras sesaat dan buru-buru kubuka pesannya.

"Luna ngajakin aku dan Faiz ke Lembah Ramma lusa ini. Tahun baru di sana. Kalau Lu emang mau memperbaiki hubungan dan serius sama dia, susul kami di sini. Luna meminta kami untuk tak menceritakan ini pada siapapun."

"Terus kenapa?"tanyaku membalas pesan WA Sam. Dia sedang mengetik.

"Karena aku pikir Lu berhak diberi kesempatan untuk berjuang."aku tersenyum kecil.

Kuhempaskan diriku di tengah ranjang, menatap langit-langit kamarku berharap jawaban paling bijaksana tertulis jelas di sana. Aku sudah mengantongi cara untuk bertemu dan menjelaskan segalanya pada Luna. Dia tak mungkin akan kabur dan berusaha menghindariku jika kami berdua ada di gunung. Apalagi ada Sam dan Faiz yang kemungkinan besar akan membantuku. Terus apa ? Jika memang pada akhirnya Luna mengerti dan akan memaafkanku, lalu apa? Semua itu tidak ada gunanya jika pada akhirnya aku tak menikah dengannya. Kami hanya akan berputar dalam hubungan tanpa status yang justru akan membuat perpisahan akan semakin sulit dan menyakitkan.

Kupejamkan mataku. Ya Tuhan jika gadis ini adalah belahan hati yang kau takdirkan untuk menemani hari-hariku hingga akhir hayat berikanlah aku keberanian dan komitmen yang kuat untuk meminangnya. Tapi jika bukan, berilah aku pentunjuk agar aku bisa mengakhiri perasaan ini tanpa luka yang jauh lebih dalam lagi.

Aku menghela nafas berat. Kuraih ponselku, membuka e-mail, berharap ada balasan email Luna di sana. Tapi hasilnya nihil. Kubuka instagram Luna menggunakan akun dagangku karena tentu saja akunku telah diblock olehnya. Untunglah gadis itu tidak mengubah tampilan postingannya menjadi privat. Senyumku secara otomatis merekah ketika mendapati postingan terakhir Luna masih foto kami beramai-ramai di puncak Laloi, Toraja Utara. Setidaknya dia tidak benar-benar ingin menghapusku dari kehidupannya sedetail itu hingga menghapus semua postingan foto yang ada sosokku di dalamnya.

Deskripsi profil instagram Luna tiba-tiba menarik perhatianku, yang selama ini kuabaikan. Dia menyematkan link akun lainnya yang berisi koleksi gambarnya. Sama sepertiku, gadis ini suka menggambar, hanya saja jika objek gambarku adalah benda atau hewan dengan style gambar realistis, maka objek gambar Luna adalah manusia dengan style gambar kartun khas manga Jepang. Kubuka akun instagram lain Luna, dan mendapati puluhan gambar sketsa pensil manusia dengan berbagai ekspresi dan gaya yang berbeda. Mulai dari sketsa wajah, setengah badan dan juga seluruh badan. Kutelisik setiap detail gambar satu per satu. Gambar yang sebagian besar didominasi sketsa wajah itu menjadikan beberapa artis, tokoh film atau sosok senior Luna sebagai objek gambar. Wajah objek gambarnya itu disulapnya menjadi tokoh karakter anime dan manga Jepang yang unik dan menarik untuk dipandang. Aku tertawa kecil ketika mendapati ada beberapa sketsa avatar PUBG di sana.

 Aku tertawa kecil ketika mendapati ada beberapa sketsa avatar PUBG di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah postingan sketsa Luna yang sedikit berbeda dari postingan lainnya menarik perhatianku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah postingan sketsa Luna yang sedikit berbeda dari postingan lainnya menarik perhatianku. Postingan ini berlatar hitam di sisa ruang yang kosong karena seluruh kertas potrait gambar di sematkannya tanpa berusaha memperbesar gambar agar tampilan postingan terlihat penuh. Padahal postingan sketsa Luna yang lainnya tidak demikian, semua kertas gambar sketsa diposting dalam kedaan full walau ada beberapa gambar yang sedikit terpotong di bagian kepala atau badannnya. Rasa penasaran mendorongku membuka postingan sketsa itu. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat ketika mendapati sebuah sketsa wajah seorang pria berambut panjang dengan kumis dan janggut tipis di wajahnya yang menjadi objek gambar di sketsa itu. Di bibirnya bertengger sebatang rokok yang menyala. Sketsa ini dipostingnya Juni lalu. Tiba-tiba aku teringat perkataan Luna dalam chatnya hari itu. Jauh di awal-awal kami baru saja berkenalan.

 Jauh di awal-awal kami baru saja berkenalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Waah... Aa dulu gondrong ya?

"Hahahaha...Iya , Lun.

"Iya sih rata-rata kakak saya di himpunan yang pendaki juga gondrong"

"Aa mah gondrong bukan karena jadi pendaki tapi tuntutan ngamen band."

"Oh iya kah? Aa nyanyi?"

"Aa gitaris, Lun. Musik underground."

"Metal, A? Atau rock?"

"Metal."

"Wah.... Keren, A!"

"Hahahahaha....iya gitu? Hobi Aa main musik sampai sekarang. Kalau alasan potong rambut saat wisuda aja biar foto kelihatan rapi."

Aku hampir menitikkan air mata mengenang percakapan kami malam itu, saat semuanya terasa sederhana , tak serumit sekarang. Kubaca caption gambar itu dan dadaku tercekat. Inspired.

SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang