BAB 2 (Part 2)

121 9 1
                                    

"Irfan Prasetya Rahim?"tanya pria yang menutupi hampir seluruh wajahnya dengan masker dan topi. Dia memegang sebuah paket berwarna abu-abu.

"Iya, saya." Aku membukakan pagar untuknya tapi sepertinya dia enggan turun dari sepada motornya.

"Ini ada paket dari Sulawesi." Pria pengantar barang itu menyodorkan box abu-abu tadi padaku dan bergegas pergi setelah box itu kuterima sembari mengucapkan terima kasih. Kopi dari Luna, gumamku dalam hati dengan senyuman tersungging tanpa kusadari.

Aku buru-buru masuk ke dalam rumah dan bergegas ke dapur. Hanya di sana segala peralatan tajam bisa kutemukan dengan mudah. Kuambil sebuah pisau dan gunting kecil dan berusaha membuka paket itu dengan hati-hati, takut kedua benda tajam itu menembus kemasan kopi. Setelah berkutat dengan lakban dan plastik selama lima menit. Aku akhirnya berhasil membuka paket itu tanpa lecet sedikitpun. Sebuah paperbag berwarna coklat kekuningan terbungkus rapi dan masih tersegel. Di depannya ada sebuah label stiker yang menurutku bergaya sedikit agak kuno dibandingkan kemasan kopi yang selama ini pernah kulihat.

Aku menarik ponselku yang ada di saku celana, memposisikan bag kopi agar labelnya terlihat lebih jelas kemudian mengambil gambar. Kukirim hasil jepretan tadi di grup WA Undergorund dan mengetikkan "ngopi yuk! Dapat kiriman kopi dari Sulawesi" pada kolom komentar. Tidak sampai semenit, suara notifitikasi grup WA ku berbunyi silih berganti. Kubaca komentar teman-temanku yang nyeleneh sambil tertawa. Mulai dari, "Nyolong dimana maneh?" hingga " itu udah lunas kan kopinya?" dan sejenisnya membanjiri deretan komentar di grup.

"Nanti Aing cerita. OTW kedai." Kirimku kemudian langsung mematikan layar ponsel dan bergegas ke kamar, meraih jaket kulit coklatku dan kunci motor di atas meja. Langkahku tiba-tiba terhenti di ambang pintu kamar. Aku merogoh saku celana mencari ponselku dan membuka chat Luna. Sesaat aku ragu untuk mengirim hasil jepretanku tadi pada Luna atau tidak. Jika aku kirim sekarag, Luna pasti akan merespon dan aku tentu saja juga harus merespon dengan baik. Tapi sekarang aku sedang terburu-buru jadi kuurungkan niatku itu dan memutuskan mengabarinya setelah kupulang ke rumah nanti. Pembahasan ini terlalu privasi jika aku harus menceritakannya saat Login. Rion pasti akan mengajukan banyak pertanyaan dan membuat suasana menjadi aneh. Aku bergegas menutup pintu kamar dan berjalan menuju garasi.

"Mah...Irfan ke luar dulu ya. Nongkrong bareng anak-anak." Kataku setengah menjerit sebelum menutup pintu rumah.

SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang