BAB 7 (Part 3)

92 8 1
                                    

Jam 8.15 malam tertera di layar wallpaper ponselku saat kulirik sebentar. Seorang bartender wanita sedang menunggui kami di meja. Aku telah memesan seporsi nasi goreng dan milkshake coklat, tinggal ketiga pria ini yang masih sibuk menentukan menu kopi yang ingin dipesannya. Selepas sholat magrib di Mesjid Terapung Losari, kami bergeser ke kawasan pasar segar di Jl. Ahmad Yani. Mengingat A Irfan dan Kak Tama sangat menyukai kopi, aku menyarankan untuk makan malam di sana saja. Ada sebuah kedai kopi terkenal yang menurut Kak Rian, seniorku yang bekerja sebagai Quality Control OLAM untuk komuditas kopi, kopi di sinilah yang paling enak dan kopi yang disajikan sesuai dengan deskripsi yang dijelaskan di menu. Nama kedainya adalah Kopi Api. Pas sekali letaknya yang ada di pasar segar, ada banyak jajanan jenis lain yang dijual di tempat yang sama. Jadi aku memesan milkshake coklat di Kedai Kopi Api ini dan nasi goreng di warung makan di sebelahnya. Milkshake satu-satunya menu yang paling bersahabat dengan lambungku.

Ponsel Kak Tama tiba-tiba berdering ketika gadis bartender tadi telah pergi dengan list pesanan kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ponsel Kak Tama tiba-tiba berdering ketika gadis bartender tadi telah pergi dengan list pesanan kami. Kak Tama melirik ponselnya sedetik kemudian mengangkat telepon itu.

"Iya, Rom?" jeda beberapa saat kemudian dia tersenyum.

"Iya udah dari pagi. Ini kami lagi bareng Sam." Jawabnya lagi. Jeda beberapa saat, Kak Tama tiba-tiba melirikku. Aku mengangkat kedua alis seakan berkata "ada apa?"

"Iya, Luna juga ada."lanjutnya lagi masih menatapku. Aku tersenyum sedikit bingung ketika Kak Tama menyodorkan ponselnya padaku.

"Romi mau bicara, Lun."jelas Kak Tama. Padaku? Aku baru saja akan mengambil ponsel Kak Tama dari tangannya tapi A Irfan merebut ponsel itu lebih dulu. Panggilan Video Call dari Kak Romi diterimanya.

"Ish...Kenapa maneh? Aing mau ngobrol sama Luna." Protes Kak Romi ketika wajah A Irfan yang memenuhi layar ponsel.

"Maneh ga kangen sama, Aing?"tanyanya tersenyum yang jelas sekali dibuat-buat.

"Bosan Iya, Fan. Kami butuh wajah baru. Mana Luna?"protes Kak Ian kali ini. Kak Sam yang mendengar itu, langsung merebut ponsel Kak Tama dari A Irfan.

"Kalian nyariin Luna tapi ga nyariin aku?"Tawa memenuhi speaker ponsel Kak Tama.

"Tadi udah ditanyaan sama Tama, Sam. Paling pertama lagi."jawab Kak Romi masih tertawa.

"Terus kenapa pas sama Luna kalian minta VC?"

"Yah... kan kita udah pernah ketemu, Sam. Tidur bareng setendah malah. Luna kan belum pernah." Jawab Kak Ian.

"Ah dasar, ga bisa liat bening-bening aja kalian. Belangnya langsung kelihatan." Kak Sam tertawa tapi dia menyodorkan ponsel Kak Tama padaku. Aku menempatkan wajahku tepat di depan layar dan melambai kecil.

"Halo Kak Romi, Kak Ian."sapaku.

"Lunaaaaaaaaaa." Jawab mereka bersorak bersamaan. Aku tertawa selain karena kedua pria di ponsel tetapi juga ekspresi pria-pria di sini, mereka memutar bola mata atau menyipitkan mata.

SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang