BAB 2 (Part 1)

152 10 1
                                    

"A, Login Yuk. Bareng Kak Yusuf." Pesan chat Luna muncul di layar ponselku. Aku tersenyum dan menyematkan rokok di bibir agar kedua tanganku leluasa menggunakan ponsel. Aku membuka WA Luna dan mengambil gambar Rion yang baru saja tiba dan Tama yang duduk di seberang meja. Wajah Rion agak kabur tapi aku menghiraukannya dan mengirim foto itu ke Luna.

"Lagi ngopi, Lun." Ketikku tak lama setelah foto tadi berhasil terkirim. Pesan chatku langsung berwarna biru yang artinya gadis itu telah membacanya. Luna sedang mengetik balasan.

"Astagaa.... ada Kak Rion pula. Ya udah, A!" aku rasanya bisa mendengar nada kecewa dari pesan chat terakhirnya.

" Entar pulang Aa main." Balasku berharap dia tidak terlalu kecewa. Tapi aku sendiri tidak yakin aku bisa menepatinya atau tidak. Maksudku, aku pasti login tapi itu berarti login di jauh malam di saat Luna pasti sudah tidur. Perbedaan waktu sejam ini memang terlihat sepele tapi sangat berpengaruh.

"Iya,Titip salam sama Kak Rion, A." Jawabnya singkat

"Siap, Lun!" ketikku dan langsung mengalihkan pandangan pada Rion dan Tama ketika salah satu dari mereka memanggil namaku.

"Siapa, Fan?"tanya Rion menarik kursi kosong di sebelah kiriku. Dia meletakkan kunci motornya dan sebungkus Marlboro merah di atas meja kami.

"Luna, ngajakin login." Jawabku santai sambil menghela kepulan putih keluar dari bibirku.

"Kok Aing ga di WA yah?" Rion tersenyum penuh arti ketika menanyakannya padaku.

" Cewek maneh bales WA Luna kemaren. Jadi dia takut WA maneh tau!" jawabku nyinyir. Aku terkedang heran dengan pasangan tipe Rion dan Ayu. Ini bukan hal yang yang jarang dalam dunia pacaran tapi menurut hematku pasangan yang mengambil alih privasi pasangannya terlihat janggal oleh logikaku. Kalian bahkan belum pasti menikah tapi kalian sudah membatasi satu sama lain sejauh itu. Itu tak masuk akal bagiku tapi aku tak membahasakannya.

"Iya sih. Udah dua kali Ayu dapetin Luna lagi WA aing. Kemarin dia rada jengkel padahal Luna ngajakin login doang."Rion sepertinya menyadari keganjilan sikap Ayu tapi dia memilih untuk tak melakukan apa-apa.

"Luna siapa sih?" Tama angkat bicara karena merasa asing dengan topik pembicaraanku dan Rion. Tangannya yang memegang pulpen sibuk menulis pesanan kopi kami tapi aku tau telinganya aktif.

"Teman PUBG kami. Kami sering main bareng. Pacarnya Irfan!"Rion terkekeh menambahkan detail akhir yang tentu saja mengagetkanku dan Tama.

"Bener, Fan?"Tama mengangkat kepala dan mentapku tajam menuntut jawaban.

"Bukanlah. Dia orang Sulawesi, Tam. Makassar. Rion justru udah kenal jauh lebih lama daripada Aing."aku mengelak dengan ekspresi senetral mungkin.

"Iya tapi yang sering WA sama dia kan maneh!" Rion tertawa garing yang membuatku nyinyir dan sedikit malu. Aku memilih untuk tak menyambut undangan debat Rion karena aku tau dia harus keluar menjadi pemenangnya.

"Dia teman."jawabku singkat. Kutarik nikotin dari batang rokok ku dalam-dalam. Berusaha menenangkan diri.

"Maneh tega ih. Luna sempat cerita maneh udah ga pernah WA dia lagi. Dia sedih tau!" Rion menyisahkan senyuman tipis yang tak mampu kudeskripsikan apa maksudnya.

"Sok tau maneh. Dia jauh, Yon. Kita ga mungkin bersama." Jawabku menatap kepulan putih yang baru saja kuhembuskan ke udara.

"Hanya dipisahkan selat Sulawesi doang bahasa lu kayak kalian hidup di dua waktu yang berbeda aja." Tama menyambung topik yang sungguh ingin kutinggalkan ini. Aku membolak-balikkan bungkus Marlboro di tanganku. Seakan kotak kecil itu lebih menarik perhatianku dibanding topik pembicaraan ini.

"Bilang aja lu ga suka." Lanjut Tama to the point. Dia tersenyum menatapku tapi matanya seakan mengiris kulit wajahku.

"Bukan." Jawabku lirih setelah beberapa saat terdiam dan hanya meniupkan asap putih dari linting tembakakuu berkali-kali. "Tapi juga tidak semudah itu."mataku menerawang pada korek api gas yang kini kumainkan dengan jari-jari. Rion dan Tama tak lagi memperpanjang topik ini setelah pesanan kami telah tiba.

SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang