Riani tak pernah menyangka akan dipertemukan dengan Irfan, pria yang dikaguminya lewat salah satu platform game online. Berawal dari saling bertukar no.ponsel dan saling mengirim pesan via Whatsapp, Riani akhirnya menyadari Irfan memenuhi hampir seb...
Hari kedua di Bawakaraeng bergulir begitu cepat. Setelah sarapan jam 8 pagi, mem-packing tenda dan peralatan, kami melanjutkan pendakian menuju pos 9. Hangatnya matahari pagi menyapu dingin sisa tadi malam. Dengan kondisi yang sangat fit dan full charge, kami mencapai pos 9 kurang lebih hanya 30 menit walaupun kondisi jalur cukup menyulitkan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pemandangan menakjubkan menyambut kami di pos 9. Tak ada pohon tinggi nan rimbun, hanya hamparan semak dan bunga edelweis sepanjang mata. Di jalur menuju pos 10 ini kembali kurasakan sensasi berjalan di atas ketinggian. Hamparan awan yang terlihat setara dengan diriku, membuatku merasa bisa menyentuhnya ketika mencapai ujung tebing. Ingin sekali kukeluarkan kameraku dan mengabadikan pemandangan ini. Tapi kuurungkan niat itu dan memilih kembali untuk memotretnya setelah mendirikan tenda di pos 10. Tak lama berjalan, lapangan terbuka yang ditumbuhi rerumputan menyapa kami. Kontur tanah yang datar membuat area ini tempat yang sempurna untuk mendirikan tenda. Sumber air berupa sumur alami dengan air jernih dan bersih tak jauh dari lokasi camp. Kami pun membongkar carrier dan mendirikan tenda di sini. Jam 11 pagi, tenda telah berdiri, parit telah digali dan Tama bersiap memasak untuk makan siang. Aku memutuskan kembali ke pos 9 untuk mengambil beberapa gambar Edelweis. Pokoknya hari ini aku fokus ber-hunting foto ria.
***
Cahaya kuning dan jingga terpancar secara kontras di gelapnya malam. Membuat api unggun kecil yang dinyalakan Sam menjadi satu-satunya sumber cahaya dan objek fokus kami berempat. Sesekali kutambahkan potongan ranting atau semak kering, memastikan pendar api cukup besar untuk menerangi kami. Setelah sholat isya, kami duduk mengelilingi api unggun. Mencoba memperoleh kehangatan kecil darinya. Kami berbincang dan bercanda akan banyak hal. Suara kami membelah keheningan malam, berusaha mengalihkan diri dari dingginnya udara puncak Bawakaraeng di malam hari. Aku menggenggam gelas besi berisi kopi instan panas yang kubuat semenit yang lalu. Hangat besi mengalir ke seluruh telapak tanganku. Jaket parasut tebal dan kaos kaki kering adalah barrier yang sempurna untukku.
"Jadi Lu sama Luna gimana, Fan?"tanya Sam tiba-tiba di tengah jeda panjang yang kami ciptakan. Aku sontak mengalihkan pandangan dari api ke padanya.
"Gimana apanya?"tanyaku tidak yakin dengan maksud pertanyaan Sam.
"Ya..Lu kan ke Makassar buat ke sini dan ketemu Luna kan? Sekarang kita udah mendaki Bawakaraeng. Sementara. Terus Luna?"jelas Sam memandangku. Aku masih tak yakin dengan arah pembicaraan ini.
"Ya... kan udah ketemu Luna juga."jawabku singkat namun sedikit ragu.
"Terus ? udah? Begitu aja?"nada pertanyaan Sam yang seakan menyudutkanku membuatku semakin bingung dengan jawaban apa yang diekspetasikannya.
"Iya udah. Emang harus bagaimana lagi?"tanyaku balik.
"Ya...siapa tau lu mau pacarin kek. Dekatin untuk diajak serius."Ah...akhirnya aku mengerti arah perbincangan ini. Senyum kecil menarik ujung-ujung bibirku.