Epilog

141 5 4
                                    

Aku mulai gila. Kewarasanku entah bersembunyi dimana seakan takut dengan obsesi aneh yang tiba-tiba muncul tak tau asalnya dari mana ini. Aku jelas bukan tipe pria pemendam seperti ini. Aku selalu bisa mengeskpresikan perasaanku, rasa tertarikku pada suatu objek apapun itu tanpa ada pertimbangan matang-matang sama sekali. Bagiku memendam perasaan itu adalah aktivitas bodoh yang membuatku akan menerjemahkan sesuatu tanpa dasar, alasan dan bukti yang jelas. Mengira-ngira. Begitu mudahnya. Padahal ini hanyalah perasaan suka, perasaan positif, bukan perasaan toxic yang berbahaya. Aku akan dengan mudahnya berkata, "aku menyukaimu", "aku suka kebiasaanmu", "aku suka sikapmu", dan bentuk suka lainnya pada gadis yang memang kusukai. Kalau mereka balas menyukai ku, bagus dan kalau tidak ya....tidak apa-apa. Ya...walaupun aku hampir jarang menerima penolakan.

Energi yang kubutuhkan untuk menyatakan perasaan jauh lebih sedikit daripada energi yang kubutuhkan untuk memendamnya. Ditolak sekalipun hanya akan menambah secuil energi pada sisi resiko ketika menyatakan perasaan.Tetapi tetap, energi ketika memendam perasaan akan selalu jauh lebih besar. Mengira-ngira, berekspektasi, berprasangka, berimaji, semua aktivitas itu membutuhkan energi lebih karena akan terus bertambah tergantung berapa kali ulangannya. Itulah pertimbangan utamaku.

Tapi diriku yang sesederhana itu menjadi serumit ini sekarang. Karena seorang gadis yang sebenarnya masih satu spesies dengan gadis-gadis lainnya tapi entah mengapa aku tak bisa menyamakannya dengan mereka. Dia tak secantik itu, karena aku pernah memiliki gadis yang jauh lebih cantik darinya. Dia tentu tidak sekalem itu karena akupun pernah memiliki gadis yang sangat penyabar melebihinya. Dia tentu tidak sekaya itu karena aku pernah memiliki gadis yang pas-pasan, pas mau ini, itu ada, jauh melebihinya. Jelas aku suka padanya bukan karena parasnya bukan karena kelembutan tutur bahasanya, bukan pula karena uangnya tapi karena itu adalah dia. Bentuk suka ini sungguh berbahaya karena aku tak punya track record dengan bentuk suka jenis seperti ini. Membuatku takut dan lebih berhati-hati dalam mengambil langkah.

Jadilah aku menjadi sosok pria bodoh yang selama ini selalu kuhindari dan kukutuki. Pria pemendam. Hanya berani mengenalnya lebih jauh dari akun sosmednya bukannya bertanya langsung padanya. Hanya berani memberi kode akan tertarikan ku bukannya menunjukkan langsung padanya. Yah.... aku menghabiskan banyak energi pada gadis ini. Aku tau ini aktivitas bodoh tapi aku tak bisa melepaskan diri dari jeratannya. Hahahahaa... Aku bahkan tiba-tiba menjadi sosok pria sok puitis yang menuliskan puisi dan lagu untuk setiap rasa yang kupendam untuknya. Berimajinasi lagu ini akan dinyanyikannya untukku dengan suaranya yang merdu itu. Oh....malangnya sosokku ini. Semoga mode senduku ini tak berlangsung terlalu lama melainkan hanya durasi seasonal yang kelak akan berubah sesuai perkembangan. Kuharap.


Pecundang Cinta

Tak pernah tersirat apalagi tersurat

Bagaimana rasa ini menelusup kedalam diriku.

Segalanya mengalir tanpa ada aba dariku.

Haruskah ku abaikan rasa atau malah mengungkap asa? Kutak punya nyali

Reff:

Hanya...

Hanya dirimu, aku merasa lengkap..

Hanya dirimu, aku merasa utuh...

Hanya dirimu, aku merasa ada...


Tanpamu ku berbeda

Tapi ku tak sepercaya diri itu

Berharap garis tangan kita sejalur dan menyatu

Seperti pantai dan ombak

Seberapa jauhpun ombak pergi, Ia akan kembali pada pantainya

Bridge:

Mengapa bayangnya selalu hadir? Dan kusuka semua tentang dirinya .Kuharap tak bertepuk sebelah tangan

SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang