BAB 5

97 9 1
                                    

"Silahkan masuk Kak, A."kataku membuka pintu lebih lebar lagi. Aku mundur perlahan, memberikan ketiga pria besar itu ruang yang cukup untuk masuk. Mereka berdiri di batas karpet dan lantai karena masih mengenakan sepatu.

"Ini ruangan dosen saya. Beliau punya ruang kerja lain makanya kunci ruangan ini diamanahkan ke saya. Buat ruang kumpul mahasiswa bimbingannya dan berkas-berkas pribadi miliknya." jelasku. Aku meletekkan tas kecilku dan kunci di atas meja. Ukuran ruangan ini 3 x 5 meter. Memang tidak terlalu besar tapi kurasa cukup untuk A Irfan dan Kak Tama tidur dan menyimpan barang-barangnya.

"Karena sekarang musim libur semester genap. Kampus sunyi sehingga mahasiswa dan dosen jarang terlihat. Kunci ruangan ini hanya saya dan dosen saya yang punya jadi cukup privasi. Dosen saya sangat jarang ke sini kok."lanjutku lagi sambil menyalakan AC dengan remot tua di atas meja. A Irfan menginjak tumit kedua sepatunya bergantian hingga kedua sepatunya itu terlepas. Dia menapakkan kaki di karpet dan menyandarkan carrier besarnya di dinding. Kak Tama dan Kak Sam mengikuti tindakannya.

"Kalau Aa dan Kak Tama ga keberatan tidur di karpet. Kalian bisa menginap di sini malam ini. Tidak ada WC tapi ada WC di latai 1 yang selalu terbuka 24 jam."aku duduk di karpet dan menyandar pada sisi meja. Kutatap A Irfan dan Kak Tama bergantian. Menunggu respon. Ketiga pria itu ikut duduk melingkar.

"Ga masalah Lun kalau kami nginap di sini?"tanya A Irfan ragu-ragu.

"Selama Aa dan Kak Tama ga merusak dan mengambil apapun, ga masalah kok." Jawabku memangku bantal kecil berbentuk kepala Mickey Mouse dari atas kursi.

"Luna biasa nginap di sini juga?"kali ini Kak Tama yang bertanya. Kugeser sedikit dudukku sehingga mereka bisa melihat sebuah sleeping bag biru terlipat rapi di atas meja kecil di belakangku bersama mukenah dan sejadah. Itu artinya iya.

"Waktu jaman penelitian, saya sering nginap di sini." Jawabku. Mereka terdiam masih belum memberi respon.

"Kalau Aa dan Kak Tama kurang nyaman. Kita ke Rusunawa aja."saranku lagi membaca keraguan di mata mereka

"Bukannya ga nyaman, Lun. Tempat ini jauh lebih nyaman dibanding sekret BEM kami malah. Ada AC pula. Tapi Aa takut Luna dapat masalah kalau ketahuan membiarkan kami nginap di sini."akhirnya A Irfan membahasakan kekhawatirannya. Aku tersenyum.

"Di sini udah biasa, A. Mahasiswa nginap di Lab, di sekret, di ruangan dosen. Kalaupun ada orang yang lewat di sini, Ya walaupun kemungkinannya kecil, paling kalian dianggap mahasiswa yang sedang penelitian atau berburu WiFi gratis." Jelasku tertawa kecil. Kutatapi mereka bertiga.

"Benar kata Luna."Kak Sam menimpali."Lagi pula sekarang musim liburan, kampus sunyi." Sambungnya. Aku mengangguk setuju.

"Kalau kalian gak nyaman, Ya udah yuk. Kita ke Rusunawa saja."kataku bersiap berdiri namun tanganku dicegat oleh A Irfan. Aku terdiam seketika.

"Bukannya gak nyaman, Lun. Ini udah melebih ekspektasi kami. Kakak cuma merasa ga enak merepotkan, Luna." Kak Tama akhirnya bersuara. Aku menghela nafas panjang.

"Sama seperti Kak Sam. Saya juga berusaha menjadi tuan rumah yang baik dan percaya A, Kak, kami tidak merasa terbebani sedikitpun. Andai Aa dan Kak Tama perempuan, sudah dari tadi saya ajak menginap di rumah. Tapi kalian laki-laki dan di rumah tidak ada laki-laki, semua perempuan. Jadi Ibu kemungkinan besar tidak akan memberi izin." Jelasku panjang lebar. Mereka kembali terdiam."Justru jika kalian menolak tawaran kami. Hal itu membuat saya sedih."bisikku tersenyum lemah, menunduk, kumain-mainkan telinga Mickey di pangkuanku.

"Jangan!" suara mereka berdua kompak . Aku tersenyum lebar dan mengangkat kepala, mencoba menahan tawa karena ternyata metode playing as a victim ini cukup ampuh pada mereka.

SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang