BAB 9 (Part 2)

72 9 0
                                    

Ada tiga UMKM kopi terkenal di Kalosi yang akan kami kunjungi dan salah satunya adalah UMKM kopi yang alamatnya dikirim oleh Kak Alam tadi. Kak Tama melihat langsung proses pengolahan biji kopi hingga menjadi roasted beans di ketiga UMKM tersebut. Merasakan sendiri seduhan kopinya dan menyimpulkan UMKM ketiga, tempat Kak Alam memesan biji kopi untuk A Irfan dulu, yang sesuai dengan seleranya. Lama sang pemilik UMKM berbincang-bincang dengan Kak Tama dan kakak – kakak lainnya. Telingaku terasa asing ketika mulai menyebutkan beberapa istilah aneh dalam dunia perkopian. Aku lagi-lagi lebih banyak menyimak daripada berkomentar. Aku suka orang-orang yang mencintai kopi walau aku tak suka kopi.

"Luna tau apa itu V Sixty?"tanya Kak Ari tiba-tiba kini telah berdiri di sampingku tersenyum. Aku menggeleng.

"Itu salah satu metode penyeduhan kopi. Jadi ada alat manual khusus yang berbentuk V dengan derajat kemiringian alat mirip corong filter itu 60o makanya diberi nama V Sixty." Jelas Kak Ari sesekali memberi bayangan dimensi alat manual yang dia maksud dengan bantuan jari tangannya. Aku mengangguk paham.

"Terus mengapa kopi harus diseduh dengan metode V Sixty?"tanyaku penasaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terus mengapa kopi harus diseduh dengan metode V Sixty?"tanyaku penasaran.

"Sebenarnya bukan sebuah keharusan sih. Tapi metode ini adalah metode yang dianggap paling tepat digunakan ketika kita ingin merasakan kekhasan jenis-jenis kopi yang berbeda-beda."aku mengangguk-angguk mengerti.

"Hm....karena ketinggian penanaman kopi, kondisi tanah, vegetasi di sekitar tanaman kopi bahkan cuaca bisa mempengaruhi rasa khas dari biji kopi. Makanya walaupun sama-sama berjenis kopi arabika ataupun robusta tapi jika lokasi tanam yang berbeda, cara pengolahan biji yang berbeda akan menghasilkan karakter biji kopi yang berbeda juga ya kak?"tambahku mengingat-ingat penjelasan Kak Rian mengenai kopi bertahun-tahun yang lalu. Kak Rian adalah senior dari UNRAM yang berteman baik dengan Kak Glend. Dia bekerja sebagai Staff Quality Control Olam untuk kopi-kopi yang akan di stok di beberapa brand terkenal seperti Starbuck dan Nescafe. Aku ingat betapa takjubnya diriku mendengarkan penjelasannya mengenai karakteristik spesial kopi V Sixty yang dipesannya malam itu. Dia bisa mengkadarkan rasa acidity, sweetness, nutty, body, berry, soil dari seduhan kopi itu hanya dengan mengecapnya. Dia bahkan juga bisa memperkirakan lokasi alam tempat di mana biji kopi itu ditanam seperti ketinggian dan kondisi cuacanya. Tak heran perusahan tempatnya bernaung berani mengasuransikan lidah Kak Rian. A Ipul menatapku takjub. Mungkin dia merasa kaget dapat mendengarkan penjelasan itu dari seorang gadis yang tidak menyukai kopi. Kak Ari mengacungkan jempol padaku dan menanyakan dari mana aku mengetahui hal itu. Kuceritakan pengalaman menarikku saat berdiskusi dengan Kak Rian mengenai kopi.

"Terus Kak Rian ini sekarang di mana, Lun?"tanya suara dari belakangku. Kak Tama membawa secangkir kopi dan menyandar di pembatas kayu bambu yang sedang ku dan Kak Ari sandari juga.

"Terakhir dia masih berkantor di Polman, Sulawesi Barat, Kak. Dia juga penyuluh petani kopi di sana. Oh, Kak Rian juga punya kedai kopi dan punya brand kopi sendiri."jelasku mencoba mengingat-ingat. Tahun lalu terakhir kali aku berkomunikasi dengannya, itupun via pesan instagram. Waktu itu aku mengomentari insta storynya yang memperlihatkan dia yang sedang melakukan cupping pada belasan gelas kopi yang berbeda.

SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang