BAB 10 (Part 6)

79 7 0
                                    

Kupetik gitarku, melantunkan berbagai melodi random apapun yang melintas di benakku. Sinar rembulan malu-malu menerangi malam, menyinari sebagian kakiku yang tak disinari cahaya remang-remang lampu teras. Semilir angin lembut bermain dengan dedaunan di halaman belakang. Keheninngan membuat suara petikanku dan juga suara serangga malam terdengar lebih jelas. Jam 10 malam memang adalah waktu yang tepat untuk tidur bagi sebagian orang tapi tidak untukku. Lonjakan kafein di darah membuatku tetap terjaga walaupun mungkin secara fisik aku mungkin telah lelah. Mengingat sepanjang hari aku berkeliling kota Garut bersama Ibu, adikku dan Luna. Dari pagi hingga magrib.

Terakhir kali kutinggalkan Luna saat gadis itu sedang bercengkrama dengan Ibu dan Indra di ruang tengah. Menyalakan TV sepertinya hanya sebuah kebiasaan, berusaha membuat suasan lebih ramai walau tayangan TV tidak menarik perhatian mereka sama sekali. Aku sempat bergabung sebentar bersama mereka. Kubantu Indra mengemas ole-ole yang dibeli Luna dan Ibuku untuk Luna dalam sebuah karton dus besar. Namun setelah selesai, desakan nikotin dan kafein harian mendorongku membuat kopi, mengambil gitar dan menyulut rokok di teras belakang rumah.

Tiba-tiba insting yang entah dari mana asalnya memintaku untuk berbalik dan saat kuindahkan keinginannya, kudapati seorang gadis berjilbab hitam tengah menatapku kaget bercampur malu di ambang pintu dapur. Gadis itu akhirnya memutuskan menatapku setelah beberapa kali mencari objek lain untuk ditatap, senyum malu-malunya membuatku gemas dan balas tersenyum padanya. Kuanggukan kepalaku, memberi isyarat padanya untuk mendekat.

"Mama mana?"tanyaku menghentikan suara alunan nada dari petikan gitarku.

"Tidur, A."jawab Luna duduk di pembatas teras yang sama denganku. Tak dekat tapi juga tak terlalu jauh. Kakinya bergelantungan di sisi pembatas dan disinari oleh cahaya rembulan.

"Indra?"

"Sama. Katanya takut bangun telat besok." Jawabnya. Kumengangguk perlahan dan mulai memetik senar gitar dengan melodi lambat-lambat. Indra harus berangkat ke Bandung besok subuh jika ingin tiba di kantornya tepat waktu. Biasanya dia akan kembali ke kosnya di Bandung mingu sore, sehingga dia tak harus berangkat subuh dan terburu-buru keesokan harinya. Hanya ketika ada hari spesial seperti ada acara keluarga, Indra akan tetap tinggal hingga senin pagi dan sepertinya hari ini juga tergolong hari spesial dengan adanya Luna di tengah-tengah kami. Kulirik gadis itu sekali lagi dan Luna kembali menatapku dengan senyuman manis di wajahnya.

"Kenapa? Luna pengen nyanyi?"tanyaku sekali lagi berhenti memetik gitarku. Dia menggeleng.

"Cuma mau liat Aa main gitar aja. Saya suka melihat orang yang jago bergitar bermain gitar."jelasnya membuatku tersenyum. Kukabulkan permintannya, kembali kumainkan beberapa melodi lagu random ataupun potongan-potongan melodi lagu yang dulu Luna nyanyikan saat dia bernyanyi di kafe malam itu. Senyumnya semakin melebar. Dipangkunya dagunya dengan buku-buku jari tangan kanannya. Matanya sibuk mengamati jemariku yang menari dan melompat dari senar ke senar.

"Jangan kelamaan lihatnya. Nanti Luna bisa jatuh cinta loh."tergurku bercanda namun tetap penasaran dengan respon apa yang akan diberikannya. Gadis itu hanya tersenyum lembut dan masih menatapi gitarku. Menyibukkan diri dengan mengikuti setiap jejak jariku yang berpindah dari satu senar ke senar lainnya. Kuhentikan petikan gitarku, mungkin karena kumerasa iri dengan jemariku yang berhasil menarik perhatian Luna dibandingan diriku sendiri. Gadis itu akhirnya menatap mataku dengan senyuman tipis di bibirnya.

"Aa masih ingat saya pernah cerita kalau Aa itu mengingatkan saya dengan senior di kampus dulu."tanyanya tiba-tiba di antara jeda. Aku mengangguk. Percakapan via chat WA yang kami lakukan saat di awal perkenalan kami kembali di benakku.

"Namanya Kak Ed. Kak Ed sering bermain gitar di himpunan dan mengiringi saya bernyanyi dengan gitarnya itu. Bagi saya, kalian benar-benar memiliki banyak kesamaan tapi juga beberapa perbedaan. "lanjutnya ketika jeda yang sengaja dibuatnya menyambut kami. Aku tak berkomentar karena kutau dia masih belum selesai berbicara

SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang