BAB 4

113 8 1
                                    

"Bentar lagi mendarat, Fan." Suara Tama menyadarkanku dari tidur. Aku sungguh mengantuk. Mataku sangat berat untuk dibuka. Aku meninggalkan rumah pukul 3.30 subuh yang berarti aku hanya tidur selama 4 jam. Kami tiba di Bandara Husein Sastranegara tepat jam 5 subuh. Kami beruntung masih ada driver mobil online yang berkeliaran di jauh malam menjelang subuh seperti itu.

Aku membuka mataku yang berat dengan paksa. Deretan kotak-kotak kecil berwarna dominan coklat dan kelabu terpampang jelas tepat di bawah jendelaku. Deretan rumah-rumah kokoh berdiri memadat sepanjang jalan yang kuyakini adalah jalan protokol. Wilayah-wilayah berwarna hijau semakin luas ketika semakin jauh dari jalan utama itu. Beberapa serabut awan tipis yang terkadang membatasi jarak pandang tapi pemandangan di pagi hari melalui jendela pesawat ini sungguh indah untuk dilewatkan.

Aku merenggangkan tubuh sekaligus menangkap kesadaranku sedikit demi sedikit. Tama berdiri menjulang di koridor pesawat, tepat di samping kursinya dan menarik carrier 100 L ku keluar dari bagasi kabin tepat di atas kepalaku. Setelah memastikan aku menerima tas carrierku, dia menarik tas carrier milikinya sendiri dari bagasi kabin yang sama. Setelah koridor pesawat telah cukup lenggang, kami pun berjalan menyusuri koridor siap menuruni pesawat.

"Gue hubungi Sam, Lu telpon Luna." Kata Tama setelah kami keluar dari badan pesawat dan berjalan sepanjang jembatan menuju bagian dalam bandara. Aku menarik ponselku yang ada di saku jins dan melakukan panggilan telpon via WhatsApp. Tama melakukan hal yang sama.

"Assalamualaikum, A? Aa udah mendarat?" tanya Luna tanpa menungguku menjawab salamnya terlebih dahulu. Aku tersenyum.

"Waalaikumsalam. Iya Lun. Ini Aa udah ada di dalam bandara sekarang. Luna dimana?" tanyaku sambil memperbaiki letak carrierku yang terasa oleng ke arah kiri.

"Saya nunggu di luar, A. Dibagian departure."jawabnya. Aku melihat papan tanda informasi yang terpajang di langit-langit bandara. Area departure letaknya lurus 20 m kemudian.

 Area departure letaknya lurus 20 m kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oh... Aa udah dekat, Lun. Ga usah matiin hp Luna. Gerbang departure udah kelihatan kok." Mataku terfokus pada gerbang besar tak jauh di depanku. Beberapa orang berdiri di sana. Pastinya sama seperti Luna, mereka sedang menunggu penumpang yang baru saja turun dari pesawat. Mulai dari sanak keluarga, teman penumpang sampai driver taxi bandara. Tanpa sadar kakiku melangkah semakin cepat.

"Iya, A. Saya pakai jilbab hitam motif putih. Kalau Aa keluar dari gerbang, saya ada di sebelah kiri." jelas Luna.

"Aa pake kaos hitam, Lun. Ini Aa udah ada di gerbang."aku mengedarkan pandangan ke sisi kiri gerbang. Mencari sosok wanita dengan jilbab hitam dan motif putih sesuai deskripsi Luna tadi. Kuberjalan semakin menjauhi gerbang departure, menjauhi kerumunanan. Mataku masih mencari sosok Luna.

"Aa pakai tas carrier merah?" tanya suara di seberang telepon.

"Iya. Luna liat Aa?" aku berhenti dan semakin menajamkan penglihatan, memperhatikan wajah setiap wanita yang sanggup mataku tangkap.

SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang