Mentari bersinar cukup baik di pagi musim dingin kali ini, dengan angin yang membawa udara begitu menusuk untuk menyelimuti sosok pemuda yang kini tertidur di kasur lantai dengan posisi meringkuk.
Suara dengkuran halus pun masih terdengar, walaupun di tengah lantai yang begitu dingin serta selimut tipis, tampaknya pemuda itu masih mampu merasakan mimpi yang sedikit indah, atau tidak bermimpi sama sekali sebelum mentari muncul untuk mengetuk jendela kotor disana.
Tubuh kecilnya menggeliat pelan hanya sekedar menarik selimut hingga menutupi wajah dengan bibir tipis berwarna merah mudah yang kini sedikit terbuka serta keningnya berkerut walaupun beberapa detik setelahnya kerutan itu menghilang. Telinga nya menangkap ama suara pergerakan dari arah dapur diiringi deringan pada ponsel nya hingga mata itu terbuka.
Kelopak monolid nya perlahan kembali terpejam, menyembunyikan iris berwarna hitam dengan bilah bibir yang tertutup rapat, tetapi suara alarm itu kembali membuat matanya terbuka perlahan dengan suara keluhan yang terdengar dan selimut yang terbuka sebatas dada. Matanya kembali bergerak mengulurkan jemari dan menyusuri lantai untuk menemukan dimana ponsel nya.
"Jungkook? Kau tidak bekerja hari ini?"
Suara itu terdengar pelan, tetapi cukup membuat Jungkook membulatkan matanya dan meraih ponsel yang telah ia temukan dengan cepat, melihat jam yang menunjukkan pukul setengah delapan pagi hingga tubuh nya pun segera bangkit, sedikit berlari ke arah dapur dimana Ibu nya bicara tadi sebelum ia mengambil handuk dan berlari masuk ke dalam kamar mandi. Ia hampir terlambat.
"Kenapa tidak membangunkan ku dari tadi—"
Jungkook mengeluh dengan setengah kesadarannya, memasuki kamar mandi membuat Nyonya Jeon tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya pelan. Terdengar suara begitu terburu- buru hingga Jungkook keluar dengan aroma madu nya dan handuk yang hanya menutupi setengah dari tubuhnya yang kini berlari ke arah lain.
"Berdoa lah tidak terlambat—dan kita lari—"
Suara gerutuan itu terdengar ketika Jungkook menggunakan baju serta celana jeans berwarna light yang membentuk kaki jenjangnya. Jemari nya kembali terulur mengambil jaket tebal di belakang pintu dan ia gunakan sambil berjalan. Jika dirinya terlambat satu kali, maka direktur minimarket itu akan membunuhnya tanpa ampunan membuat Jungkook menggelengkan kepalanya pelan.
Langkahnya terhenti ketika sebuah kantong plastik disodorkan oleh Nyonya Jeon, membuat Jungkook melirik sekilas dan tersenyum yang kini masih mengarahkan kantong plastik berisi empat nasi kepal sebelum akhirnya Jungkook meraih kantong plastik itu dan mengecup pelipis Nyonya Jeon sekilas dan berlari ke luar rumah.
"Aku berangkat—"
Jungkook sedikit berteriak tanpa mengalihkan pandangannya dari Nyonya Jeon hingga wanita itu pun hanya mengangguk dan tersenyum sambil melambaikan tangannya. Hal itu membuat Jungkook tersenyum tipis, melangkahkan kakinya cukup cepat sebelum seseorang berdiri di dekat rumahnya.
"Oh? Apa Ibu mu yang tuli itu ada di dalam?"
Jungkook terdiam dengan langkahnya yang terhenti dan melirik ke arah Nyonya Jeon yang masih berada di depan rumah, membuat Jungkook tersenyum dan meminta Nyonya Jeon untuk masuk hingga iris nya kini tertuju pada wanita berbibir merah di hadapannya.
Namun, Jungkook hanya mampu menghela nafas dan membungkukkan tubuh sebelum kakinya kembali melangkah dengan pandangan menunduk ketika wanita itu berhenti melangkah sekedar untuk menghinanya. Itu hal biasa, membuat Jungkook hanya berdecih.
"Sudah miskin, tuli dan mungkin anaknya seorang pelacur—"
Giginya menggertak ketika mendengar suara teriakan yang mungkin disengaja agar dirinya mendengar. Namun, Jungkook memilih untuk mengangkat rambut yang menutupi kening dan melangkah, mengabaikan wanita yang memang kaya raya dengan suaminya yang kini bekerja di perusahaan mesin di Daegu. Sangat kaya membuat Jungkook tak mampu melawan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Flower From The Storm
RomanceDia indah, dan dia berada di tengah badai musim dingin yang menyeramkan tanpa perasaan. Tatapannya kosong, mimpi senja nya hilang, bahkan harapan akan malam natal nya pun tak ada. Ku pikir dia akan mati, entah besok, lusa atau ketika kembang api ber...