Kaca buram di samping pintu masuk itu tampak masih belum menunjukkan sinar mentari nya, atau memang mentari tak lagi terbit untuk musim dingin di hari natal yang seharusnya begitu ramai dengan hiasan berwarna merahnya atau mungkin juga mentari itu tidak bisa masuk karena kaca itu tak lagi memiliki celah lainnya.
Ruangan itu tampak sedikit lembab, hawa dingin terasa semakin menusuk dengan sosok pemuda yang kini masih setia untuk memejamkan mata dengan tubuh meringkuk yang ditutupi oleh selimut tipis di bagian tubuhnya dan membiarkan kaki kecil itu terlihat begitu saja.
Jemarinya bergerak kecil ketika waktu menunjukkan pukul enam pagi, ketika matanya telah tertidur cukup lama walaupun masih menyisakan lingkaran mata panda dan juga kelopak yang berwarna merah setelah beberapa kali terdengar tangis dalam tidurnya.
Tubuhnya pun bergerak pelan, jemarinya perlahan menyentuh rambut berwarna pink itu dan menggesekkan nya satu sama lain dan jemari itu kembali terdiam dengan tubuh yang semakin meringkuk sebelum kelopak monolid itu perlahan terbuka.
Tatapannya terlihat begitu kosong ke arah dinding yang seharusnya tak mampu membuat mata itu terpaku begitu saja. Namun, mata itu mengedip pelan sebelum tubuhnya terlentang untuk menatap langit- langit yang pendek disana, tidak seperti langit yang begitu tinggi di luar sana.
Irisnya tak lagi bergerak dengan jemari yang kembali memainkan rambut itu begitu pelan sebelum matanya terpejam singkat dan helaan nafas muram pun terdengar. Ia kembali mengingat percakapannya dengan Tuan Jang dan dirinya pergi begitu saja setelah meneguk beberapa gelas vodka yang sangat kuat.
Namun, Jeon Jungkook pun kembali terdiam ketika ia mengingat mengenai tawaran Tuan Jang untuk menjadi seorang—
"Maid?"
Jungkook bergumam dengan tatapan kosong dan jemari yang kini terkulai disamping tubuhnya. Matanya mengedip pelan sebelum ia kembali meringkuk. Jungkook tidak bodoh mengenai kata 'maid' yang di gunakan, bukan pembantu rumah tangga—dan Tuan Jang ingin menjadikannya seorang maid.
"Haruskah aku menyerahkan diri saja—" gumam Jungkook yang kini memejamkan mata dengan kepalanya yang terasa sedikit pening, sangat pening membuat Jungkook sedikit meringis ketika ia mengingat permintaan Nyonya Jeon untuk pergi—Entah kemana, Nyonya Jeon menginginkannya untuk pergi.
"Haruskah aku pergi?" gumam Jungkook yang kini kembali memperlihatkan iris hitamnya dan menatap ke arah dinding dengan coretan asal disana, coretan ketika dirinya masih terlalu kecil dan Nyonya Jeon memarahinya karena itu. Kenangan yang sangat baik dan Jungkook tidak akan pernah melupakan itu.
"Tapi, rumah ini—terlalu banyak kenangan—" gumam Jungkook lagi dengan tubuhnya yang perlahan bangkit disertai helaan nafas yang begitu berat. Matanya masih terasa sedikit berat, tetapi dirinya harus segera berpikir dan memilih.
Hal itu membuat Jungkook mengulurkan jemarinya mengambil buku tabungan yang dimiliki oleh Nyonya Jeon dari dalam tas yang di berikan oleh anggota kepolisian yang cukup baik hati. Ia menatap buku tabungan itu dengan jemari yang menggenggam erat serta gigi yang sedikit menggertak. Tabungan itu tersisa cukup banyak.
"Selama ini apa yang kau makan sebenarnya—" lirih Jungkook dengan jemari yang kembali terkulai dan pandangan menunduk. Namun, setelah beberapa detik, Jungkook pun menghela nafasnya dan menatap kembali ke arah buku tabungan yang dimiliki oleh Ibu nya.
"Kemana aku harus pergi—" gumam Jungkook yang kini menyimpan buku tabungan itu dengan tubuh yang perlahan bangkit dan mengambil sebuah tas yang cukup besar—Tas yang biasa di gunakan oleh Ayah nya untuk berpergian sebelum ia membuka lemari kecil dan memasukan satu per satu pakaiannya.
"Pedesaan?" gumam Jungkook yang kini tengah memilah dan mencari biaya hidup yang cukup murah untuk dirinya sendiri. Ia menyentuh kecil telinganya sebelum menutup tas yang akan di bawanya—Bajunya tidak terlalu banyak dan Jungkook tidak tahu apa yang harus ia lakukan pada pakaian Ibu nya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Flower From The Storm
RomanceDia indah, dan dia berada di tengah badai musim dingin yang menyeramkan tanpa perasaan. Tatapannya kosong, mimpi senja nya hilang, bahkan harapan akan malam natal nya pun tak ada. Ku pikir dia akan mati, entah besok, lusa atau ketika kembang api ber...