Kaki kecil itu melangkah pelan dengan jaket tebal yang kini membungkus tubuhnya serta bunga yang kini berada di dalam genggaman tangannya. Namun, pandangannya kembali melirik ke balik punggungnya menemukan sosok pria yang kini menatapnya seolah ia akan pergi begitu jauh membuat senyumnya kembali merekah dan melambaikan tangan.
Pria itu pun kembali masuk ke dalam mobil membuatnya terdiam dengan lengan yang kini mencengkam kuat pada bunga yang ia bawa dan melangkahkan kakinya ke arah sungai dengan riak air yang begitu bergelombang serta angin yang begitu kencang membuat tubuhnya sedikit merengut hingga langkahnya berhenti di sisi batu dengan pemandangan senja.
"Ibu—Aku datang"
Jungkook berucap dengan bunga berwarna putih yang ia simpan di atas batu yang pernah ia injak untuk menaburkan abu Ibunya. Perlahan, Jungkook menjatuhkan tubuhnya pada sisi lain batu dengan pandangan yang kini menunduk, tanpa mempedulikan angin yang begitu kencang serta riak air yang sesekali mengenai kakinya.
Tatapan itu tampak kosong ke arah sungai di hadapannya, dengan ingatan bagaiaman sakitnya ketika ia kehilangan Nyonya Jeon, detektif yang mengatakan itu hanya sekedar kecelakaan serta kebohongan Tuan Jang untuknya pada saat itu. Kenyataannya—Ibu nya di bunuh dan Tuan Jang yang membunuhnya membuat air matanya menetes walaupun dalam lamunan ini.
"Ibu—Hidup kita, sangat menyeramkan, bukan?" tanya Jungkook dengan pandangan yang kembali menunduk serta air mata yang terus menetes dan Jungkook terus menghapus jejaknya. Bibir tipis itu ia gigit kuat hingga pandangannya kini mendongak menatap langit sebelum isakan tangis terdengar.
"Mereka begitu jahat—" lirih Jungkook yang kini mengingat bagaimana detektif itu memukul kepalanya, bagaimana manager minimarket itu membentak dan memecat nya begitu memalukan dan bagaimana orang- orang mencemooh kehidupannya. Jungkook tidak bisa melupakan itu hingga ia ingin terus menyakiti tubuhnya, sangat sakit membuatnya tak bisa berhenti menangis.
"Bahkan, mereka yang ku anggap baik pun membunuh mu—dan juga ayah"
Jungkook terisak dengan jemari yang ini menutup telinganya perlahan, bahkan Jungkook merasa lelah hanya dengan mendengar suara tangisnya saat ini membuatnya tak mampu terisak begitu kencang seolah segalanya tertahan. Sesak, dadanya begitu sesak membuat Jungkook merasa ingin mati setiap kali mengingat masa lalunya.
"Aku lelah tidak bisa melakukan apapun—" lirih Jungkook yang kini menyembunyikan pandangannya pada kaki yang ditekuk dan kembali terisak. "Maafkan aku" ucap Jungkook penuh penyesalan ketika pria itu hanya mendapatkan hukuman 20 tahun penjara dan Jungkook tidak merasa puas, tetapi Jungkook kembali tidak mampu melakukan apapun.
Namun, di tengah ingatan mengenai keburukan hidupnya—Ingatan yang begitu baik dan indah itu melintas membuat pandangannya terangkat dengan bayangan Kim Taehyung yang kini bersatu dengan pandangannya. Bagaimana pria itu membawa payung untuknya dengan tatapan begitu lembut ketika salju pertama turun hingga Jungkook pun menghela nafasnya.
"Aku—bertemu seseorang yang sangat baik, Ibu—" gumam Jungkook yang kini menopang dagunya pada lengan, berharap air matanya kini berhenti dengan mengingat Kim Taehyung, hingga jemarinya perlahan menghapus jejak air mata dan mendongak untuk menatap ke arah langit yang kini mulai menggelap.
"Dia—Kim Taehyung—" ucap Jungkook yang kini mengingat untuk pertama kalinya ia menemukan nama itu di dalam kartu identitas untuk membeli rokok dan nyatanya pria itu tidak merokok—"Dia memilki mata berwarna biru dan suara yang sangat lembut, untukku" ucap Jungkook yang kembali mengingatnya—pria itu selalu menatapnya dengan tatapan yang sama.
"Aku mencintainya—" gumam Jungkook dengan air mata yang menetes dengan jemari yang kini mengepal kuat dan membayangkan pertemuannya lagi di pedesaan itu, di rumah mewah itu—Kim Taehyung, terus menyelamatkan hidupnya. "Membuatku ingin terus hidup" gumam Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower From The Storm
RomantizmDia indah, dan dia berada di tengah badai musim dingin yang menyeramkan tanpa perasaan. Tatapannya kosong, mimpi senja nya hilang, bahkan harapan akan malam natal nya pun tak ada. Ku pikir dia akan mati, entah besok, lusa atau ketika kembang api ber...