17. The Storm Around Withered Flower

4.6K 647 38
                                    

Malam semakin larut dengan suasana yang begitu sepi dan menenangkan, hanya terdengar suara gemercik air dari pekarangan depan serta ranting yang mungkin terjatuh ke tanah karena tertiup oleh angin musim dingin.

Rumah besar itu tampak cukup cerah dengan beberapa lampu yang menerangi jalanan setapak diantara pohon tanpa daun disana, serta lampu yang menerangi rumah- rumah kecil yang kini menyala untuk menerangi malam.

Begitu juga dengan rumah disamping rumah utama dengan lampu di bagian teras yang menyala dan padam setelah melewati pintu ganda yang tertutup begitu rapat. Tak ada yang menyala, bahkan kamar yang ditempati sosok pemuda yang kini tampak meringkuk ditepi kasur pun begitu gelap.

Iris hitamnya menatap kosong, sesekali bergerak gelisah dengan jantung yang berdetak begitu cepat. Waktu telah menunjukkan pukul setengah 11 malam, membuat matanya terpejam dengan jemari yang kini mengepal begitu kuat, nafas itu terdengar gemetar dan sesekali memburu seolah ketakutan.

Kuku yang sedikit panjang itu perlahan memberikan bekas pada telapak tangannya, terus menekan dan sesekali gesekan kuku itu menghasilkan darah yang tampak begitu perih di sana dengan pemiliknya yang kini memejamkan mata hingga air matanya menetes.

Namun, mata itu kembali terbuka dengan mata yang membulat, pemuda itu tampak tersentak dengan irisnya yang kini mengedar hingga tubuhnya pun perlahan bangkit, menatap ruangan yang begitu gelap sebelum pandangannya menunduk dengan jemari yang kini menutup kedua matanya.

"Ayah tidak akan datang, Jungkook—"

Suara itu terdengar begitu gemetar ketakutan, menelan saliva nya kasar dan nafas yang terus memburu. Kali ini, jemari nya bergerak perlahan menyentuh rambutnya yang sedikit basah karena keringat. Perlahan, jemari nya menyentuh kuat pada penyangga kayu di ranjangnya, merasakan jantungnya berpacu dengan mata yang kini terpejam.

Sangat sulit—Ini sangat sulit ketika pikirannya kosong ketika malam, ketika waktu menunjukkan pukul 10 malam dan diakhiri pukul 12 malam. Jam itu—Jam dimana Tuan Jeon kembali sambil membawa botol kaca dalam keadaan mabuk, melemparkan botol itu ke arahnya, lalu mendorongnya ke tembok.

Bayangan itu, bahkan ingatan itu membuat Jungkook kembali mengepalkan jemari dengan pandangan yang mengedar sebelum Jungkook tersentak dengan tubuhnya yang kini terjatuh pada lantai ketika melihat bayangan yang muncul lewat jendela. Hal itu membuat Jungkook kembali menutup mata dengan tubuhnya yang bersembunyi di balik ranjang.

Air matanya terus menetes sebelum iris nya menangkap kaki ranjang yang terbuat dari kayu disana. Tatapannya tampak kosong, nafasnya berhenti memburu dan terlihat cukup tenang sebelum akhirnya lengan kecil itu terulur memukul lengan itu pada penyangga, satu kali, dua kali hingga lengan itu terus ia benturkan semakin keras.

Namun, pergerakannya terhenti dengan jemari yang kini menutup kedua mata dengan isakan tangis yang tertahan. Ia terus menekan kedua matanya, sebelum menutup kedua telinga ketika ia terus mendengar suara yang bahkan tak ingin ia dengar. Entah apa—Hanya Jungkook dan ketakutannya yang mendengar.

"Sangat sakit—" lirih Jungkook yang kini berusaha untuk mengadu entah pada siapa. Entah mengadu mengenai sakit karena membenturkan lengannya, atau rasa sakit karena ketakutan dan kehidupannya yang tak pernah membaik, tak pernah lebih baik bahkan ketika Nyonya Jeon meninggalkannya.

Lengan itu kembali terulur cepat dan membenturkan nya lagi pada kaki ranjang secara bergantian, semakin cepat dengan isakan tangis yang kini terdengar, terus melakukan itu sebelum Jungkook kembali tersentak ketika ia kembali melihat bayangan diikuti sebuah suara yang terdengar begitu dekat.

Hal itu membuat Jungkook bersembunyi merangkak mendekati nacas bersandar pada ranjang membelakangi jendela yang masih terbuka dengan nafas yang kembali memburu. Pandangannya kembali mengedar diikuti jemari yang kembali mengepal kuat.

Flower From The StormTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang