"Tolong carikan dokter psikiater terbaik dan jadwalkan janji untuk bertemu dengannya"
Suara barithone itu terdengar sedikit putus asa dengan helaan nafas yang begitu berat ke arah anak buahnya yang hanya mampu membungkuk sebelum akhirnya pria pemilik mata biru itu turut bangkit dan membungkukkan tubuhnya ke arah dokter yang telah memeriksa Jeon Jungkook yang kini tertidur.
Matanya terpejam dengan selimut tebal serta beberapa alat penghangat tubuh yang perlahan menghangatkan tubuh dingin itu. Tak ada yang perlu di khawatirkan, tak ada luka dan itu cukup menenangkan. Namun, pria dengan iris biru itu tampaknya tidak mendapatkan ketenangan apapun dari apa yang dokter katakan.
Tubuhnya kini kembali duduk disamping pemuda berambut pink itu, perlahan mengulurkan jemarinya mengusap pelan pipi yang masih terasa dingin dan menghangatkannya menggunakan kedua tangan dengan harapan pemuda itu terbangun, memperlihatkan iris hitamnya dengan wajah yang merona.
"Jungkookie—"
Taehyung memanggil dengan suara barithone yang begitu lembut dan tubuh yang kini kembali duduk di tepi kasur. Waktu menunjukkan pukul tiga pagi dan ia sama sekali tidak merasa mengantuk membuatnya kini sedikit merunduk, menyandarkan keningnya pada kening Jungkook dan memejamkan matanya.
"Bertahanlah—"
Suara itu terdengar sedikit putus asa, atau mungkin sangat putus asa ketika ia membayangkan bagaimana Jeon Jungkook yang berusaha mengambil sebilah pisau di tengah kesadarannya yang menipis. Pemuda ini penuh dengan rasa takut dengan trauma nya dan juga takut mengenai hari yang akan dilaluinya.
Perlahan, Taehyung mengecup bibir itu begitu lembut, satu kali, dua kali dan sedikit melumatnya hingga ciuman lembut itu kembali terlepas. Taehyung mampu mengecup Jungkook ribuan kali, menyentuh tubuh pemuda itu ratusan jam sekali, bahkan Taehyung mampu menunggu seperti ini—melupakan waktu yang terbuang cukup banyak hanya untuk berlibur.
Taehyung pun melepaskan keningnya dan duduk tegap dengan lengan yang kini terlipat di depan perut, pandangannya menunduk dengan helaan nafas yang terdengar cukup berat. Kaki yang menyentuh lantai itu mengetuk, begitu pelan dengan jemari yang kini mengepal sedikit khawatir.
Jeon Jungkook mengatakan akan memberikan hatinya, seperti apa? Memberikannya karena merasa hutang budi nya begitu besar atau karena Jungkook menginginkan nya? Ia terus memikirkannya, sepanjang waktu entah karena apa. Alasan seperti apapun, Jungkook tetap akan memberikan hatinya. Namun, Taehyung merasa itu berbeda.
"Kenapa aku sangat khawatir mengenai hal ini Jungkook?" tanya Taehyung yang kini mengepalkan jemarinya sebelum lengan itu menopang pada kasur dengan tubuh yang kembali merunduk, menghela nafasnya cukup kuat dengan khawatir mengenai Jeon Jungkook—mengenai pemuda yang kini masih tertidur begitu nyenyak.
Namun, Taehyung pun terdiam ketika kelopak mata itu mengerjap begitu pelan membuat Taehyung memiringkan kepalanya dengan jemari yang kembali terulur, mengusap pelan pipi Jungkook menandakan jika ada seseorang disampingnya dan Jungkook tidak perlu ketakutan hingga Taehyung kembali menemukan iris hitam yang tampak berkaca- kaca.
"Hi? Kau baik- baik saja?" tanya Taehyung yang kini mengusap pelan kedua mata itu hingga pemiliknya kembali terisak dan menggenggam jemari Taehyung perlahan. Hal itu membuat Taehyung mendominasi genggaman itu begitu erat dengan iris yang menatap tepat pada mata Jungkook yang tampaknya—pemuda itu masih berada dalam fase tidur, mungkin pemuda itu bermimpi.
"Kenapa kau sangat jauh—"
Suara itu terdengar begitu lirih dengan pemiliknya yang kini memejamkan mata dengan isakan tangis yang terdengar begitu menyedihkan membuat Taehyung menggelengkan kepala nya pelan dan mengusap pipi itu perlahan, berharap jika Jungkook benar- benar terbangun dari tidurnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Flower From The Storm
RomanceDia indah, dan dia berada di tengah badai musim dingin yang menyeramkan tanpa perasaan. Tatapannya kosong, mimpi senja nya hilang, bahkan harapan akan malam natal nya pun tak ada. Ku pikir dia akan mati, entah besok, lusa atau ketika kembang api ber...