24. A Whole My Heart

4.8K 643 48
                                    

⚠️

Kawasan mewah itu selalu sepi dengan jalanan yang sesekali menanjak lalu menurun, menjauhi bising nya kendaraan yang mungkin akan memekik telinga. Ranting pun tampak berjatuhan, tanpa daun dan hanya ada tumpukan salju yang terlihat di setiap ruas jalan di awal tahun yang kini begitu dingin.

Tampaknya rumah mewah itu juga begitu sepi dengan lampu temaram pada taman, bahkan pada setiap balkon yang terlihat. Beberapa pria berpakaian hitam tampaknya tengah berjaga, ada juga yang tengah saling berbincang sambil menyulut nikotin yang begitu candu ataupun sekedar berdiri di depan gerbang besar berwarna hitam dengan ukiran berwarna gold yang cukup menawan.

Sesekali mereka siaga terhadap sedikit suara yang mengganggu dan mungkin akan menjadi ancaman. Namun, sepertinya suara dari dalam ruangan yang melewati ruang utama, pantry, taman lalu terdapat sebuah kayu yang di buka dan menyusuri anak tangga layaknya sebuah gudang yang terpisah di luar ruang utama.

Suara itu terdengar penuh dengan tangis, luka—Sesekali jeritan pun terdengar begitu menyeramkan. Wanita itu tampak putus asa dengan pisau yang kini menyayat pelan jemarinya, menyayat setiap inchi tubuhnya dengan mata yang sesekali menatap penuh ketakutan ke arah sebuah tongkat baseball yang kini ada dihadapannya—Ia ketakutan. Sangat ketakutan.

"Kau sangat indah—"

Wanita itu mendongak dengan tubuh yang kini perlahan mundur dengan jeritan yang kembali terdengar karena pria itu menatapnya dengan tatapan berkilat penuh dengan nafsu di sana membuat tubuhnya berbalik dan menjatuhkan pisau yang ia gunakan untuk melukai tubuhnya.

"Tidak—Aku seharusnya tidak melakukan ini—Tidak—"

Wanita itu menjerit dengan jemari yang kini mencoba untuk menutupi telinganya, iris mengedar pada ruangan remang. Pandangannya menunduk lalu menggelengkan kepalanya hingga pria yang tengah duduk di atas sofa itu tertawa kecil, menatap setiap inchi luka dan darah disana—Sangat indah dan menyenangkan.

"Ini sangat aneh bukan, sayang?"

Suara kasar itu terdengar membuat wanita itu melirik dengan tatapan tajamnya. Wanita yang merupakan pekerja susila di salah satu bar itu tampak ketakutan dan kembali membuang pandangannya ketika melihat tongkat baseball di sisi lain ruangan.

"Kau melukai dirimu sendiri hanya karena melihat tongkat itu—" ucapnya dengan tawa kecil yang kini terdengar hingga wanita itu terdiam dengan tubuh yang perlahan terjatuh ke atas lantai yang begitu dingin membuat pria dengan iris coklat itu kembali tertawa, membawa botol wine dan melangkahkan kakinya.

"Kau sangat indah dengan luka dan darah itu—Ah, aku tidak ingin mengobatimu—"

Tawa itu kembali terdengar dengan jemari yang kini terulur, menyentuh wajah yang tampak begitu pucat sebelum irisnya melirik ke arah botol kaca yang berada dalam genggaman nya. Ia kembali bangkit dan tersenyum begitu hangat dengan bayangan sosok pemuda berambut pink yang kini memasuki benaknya.

"Jeon Jungkook—Kau takut terhadap banyak hal—" ucapnya dengan iris yang kini menatap jendela besar yang memperlihatkan malam yang begitu gelap, sangat gelap dibandingkan malam sebelumnya dan mungkin salju akan kembali turun.

"Kau takut setiap kali malam tiba—" gumam nya dengan iris yang kini kembali melirik ke arah botol wine yang ia gunakan. "Dan—kau takut terhadap botol dari minuman beralkohol seperti ini—" lanjutnya dengan senyuman yang kembali mengembang, memejamkan matanya dan tertawa kecil.

"Aku selalu membayangkan kau menyayat tubuh kecil mu itu menggunakan pecahan botol wine yang aku lemparkan padamu—" ucapnya dengan tawa yang kini kembali terdengar. Ia akan mendapatkannya, pemuda itu—Dengan cara apapun. Namun, lamunannya terhenti dengan suara ketukan pintu membuatnya melirik hingga salah satu anak buahnya melangkah masuk.

Flower From The StormTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang