BAB 31 LOVE?

564 124 112
                                    

“Hingga pada akhirnya, gue bisa membuat wanita ini jatuh cinta untuk kedua kalinya.”

-Egi Saputra.

Hari ini Egi mengajak Nathania untuk jalan-jalan bersama, padahal sekolah tidak mengizinkan mereka untuk keluar dari area Nusa Bangsa. Mereka bolos, jalan-jalan dengan menggunakan seragam putih abu-abu. Pak Dendi dan satpam sekolah sempat mengejar keduanya hingga berakhir pada tembok belakang sekolah, tempat para siswa nakal bolos. Nathania memanjat tembok dengan potongan batang pohon yang tebal, segala cara akan dilakukan untuk bersenang-senang.

Egi membawa motor besarnya, lelaki ini menghidupkan mesin hingga suara derum motor terdengar dari balik tembok. Seragam putih abu-abu yang mereka kenakan tampak lusuh, berantakan tidak teratur. Egi membuka dua kancing atas seragamnya, lelaki ini tampak tampan tidak menggunakan dasi sekolah seperti siswa lainnya. Nathania, gadis cantik dengan sikap tidak teratur ini mengikat rambutnya. Kalung yang diberikan oleh saudara lelaki yang sangat ia sayang, masih digunakan sampai saat ini.

“Buruan naik, ntar Pak Dendi ikutan manjat!” Egi yang sedang duduk di atas motornya menoleh ke arah wanita berdiri di samping dirinya.

Nathania duduk di belakang Egi, bahu Egi adalah penopang ia untuk menaiki motor.“Langsung gas, aja!”

“Pamit dulu sama sekolah,” ujar Egi hormat dengan menatap tembok kotor yang mereka panjati tadi.

“Gila!” desis Nathania.

Egi terkekeh pelan melihat ekspresi wajah wanita itu dari kaca spion motor.“Buruan pamit, bilang makasih juga sama temboknya.”

“Makasih buat apa?” tanya wanita ini.

“Makasih karena temboknya pendek, sangat mudah untuk kita bolos,” jawab Egi membuat Nathania menggeleng.

Nathania berdiri dengan memegang bahu Egi,“Tembok! Makasih karena lo pendek! Jangan ninggi sampe gue lulus sekolah!” wanita ini kembali duduk seperti semula.

“Udah! Buruan,” katanya membuat lelaki yang duduk di depan mengangguk dengan kekehan kecilnya. Dua orang ini tidak menggukan helm, Egi saja terlihat biasa tidak panik. Namun mereka salah, mereka melanggar aturan negara.

Di perjalanan sambil bernyanyi diiringi dengan tawaan mereka. Melewati arus jalan yang salah, melewati jeritan orang di sekitarnya karena Egi ngebut membawa motor, menerobos lampu merah, dan tidak menghiraukan suara-suara memanggil mereka. Egi, lelaki ini sangat santuy membawa motor besarnya. Sedangkan Nathania menikmati angin sepoi-sepoi menerpa tubuhnya. Suara berat dari sosok polisi dengan tubuh besar dan wajah sangar mengejar dua remaja ini dari belakang.

“Berhenti!” jeritnya dari belakang. Nathania tampak heboh di kejar-kejar polisi itu, sedangkan Egi hanya fokus membawa motor.

“Gik! Ngebut, dong!” pekik Nathania dengan kepala menoleh ke belakang dan beralih ke depan.

“Iya-iya! Lo jangan teriak-teriak, dong! Ntar gue gak fokus bawa motornya, kalo ketangkep gak masalah. Kalo mati gimana?!” balas Egi semakin ngebut membawa motor.

“Berhenti! Berhenti atau saya tembak?!” kejar-kejaran semakin lama, dua remaja ini tampak fokus pada jalan. Tidak menghiraukan polisi itu.

“Dasar! Anak jaman sekarang!” umpat polisi ini kesal. Motor yang ia kejar sangat ngebut membuatnya kelelahan dengan menghapalkan bentuk motor, merek motor, warna dan nomor.

Tentang NathaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang