BAB 33 DUA REMAJA JAHIL

457 113 102
                                    

“Kejahilan kami akan kalian rindukan. Lihat saja nanti, semua akan terbukti.”

—Bad boy and girl.

Matahari siang sangat menyengat, panasnya begitu terasa membuat dua orang ini kehausan. Tapi tenang! Saat ini masih dalam jam pelajaran, guru dan murid berada di dalam kelas. Hanya menunggu beberapa jam lagi, bell pulang akan berbunyi. Dua remaja ini sama sekali tidak merasa kelelahan, kenapa? Karena, dari tadi mereka hanya duduk di bawah pohon.

“Nia, haus nggak?” tanya Egi mengipasi kekasihnya dengan buku tulis.

“Haus, nih. Kita ke kantin aja,” ujar Nathania membuat Egi terkekeh.

“Jangan nakal, gue nggak suka.”

“Yeee, ngaca dong! Lo juga nakal, bahkan lebih nakal lo dari pada gue,” balas Nathania tak mau kalah.

Egi berdiri di depan Nathania, wanita ini mendongakkan wajahnya ke atas agar bisa melihat Egi dengan jelas. Sinar matahari tertutup oleh tubuh gagah Egi, Nathania tersenyum padanya. Mungkin, Tuhan sudah benar-benar memberikan Egi untuknya.

Lelaki ini mengulurkan tangannya ke depan, meraih tangan Nathania dengan pelan. Saat ini Nathania berdiri, berdiri di depan dada milik kekasihnya. Egi tersenyum jahil, begitu pula dengan Nathania. Mereka sama-sama melemparkan senyuman jahat.

Egi merangkul pundak kekasihnya, mata mereka bertemu. Bertatap dengan cukup lama dan senyuman itu tidak membuat keduanya merasa bosan.

“Yok, ke kantin!” seru Egi.

“Ayok!”

Mereka berjalan dengan tidak tenang, tubuh keduanya turun ke bawah saat melewati kelas ke kelas. Nathania dan Egi sangat berhati-hati, jika tidak akan ketahuan bahwa mereka melarikan diri dari hukuman. Egi masih menggenggam jari-jari Nathania dengan erat, tak mau lepas.

“Gik, lewat jalan tikus aja,” ujar Nathania.

“Ssst!” jari telunjuk Egi menutup mulut kekasihnya agar diam.

“Lo diem aja, jalan tikus lebih bahaya. Kaca kelas-kelas nggak ditutup,” kata Egi.

“Kalo ketahuan, gue pastiin lo yang akan di omelin sama Bu Susi atau gak Pak Dendi.” bisik Nathania.

“Iya, tenang aja. Gue akan lindungin lo,” balas Egi membuat Nathania menyengir devil.

Saat ini mereka masih berjalan seperti pelaku meninggalkan korban, mata keduanya tidak lepas pandangan dari arah kanan dan kiri. Sudah hampir sampai di kantin, tinggal melewati kelas XI ips 9 maka akan sampai.

“Pak, jangan dong! Saya udah susah buat panjangin rambutnya.” suara itu terdengar dari kelas XI ips 9. Egi dan Nathania saling menoleh, mereka yakin ada Pak Dendi di sana.

“Kaya nya lagi pemeriksaan rambut cowok, deh,” ujar Nathania beralih pandangan ke arah rambut Egi.

“Rambut lo mungkin perlu digunting,” sambung Nathania.

“Enak aja lo! Gak semudah itu ferguso!” balas Egi melanjutkan langkahnya.

“Untung pacar, kalo bukan udah gue telen hidup-hidup lo!” umpat Nathania menyusul Egi.

Tentang NathaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang