"Tidak Rob! Dia anak sahabatmu. Bagaimana mungkin kau bergairah hanya dengan melihatnya seperti ini."
Robin Waldron.
Pemilik Bank terbesar di Australia yang begitu mencintai mendiang istrinya tidak pernah berfikir untuk menikah kembali. Namun, kehad...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aku minta Daddy berhenti menyakiti calon Suamiku!" Ucap Kellani tenang. Ia nampaknya akan melakukan segalanya untuk menghentikan sang Ayah.
Gadis yang Robin pikir sudah pergi sekarang malah kembali, namun dengan hawa yang berbeda. Semua orang di ruangan itu pasti setuju jika kehadirannya terasa mencekam. Herannya lagi, wanita berambut pirang itu justru membawa senjata tajam yang ia anggap remeh. Memutar-mutar pisau itu seolah sedang memainkan karet gelang. Kellani nampak anggun, berkarisma namun berbahaya.
Robin memandang jauh ke arah Kellani. Ada firasat tak menyenangkan yang tiba-tiba muncul di dalam hatinya. Seperti perasaan cemas dan khawatir yang bercampur menjadi satu, ia harap ini salah. Hal itu pula yang di rasakan sang Kakak Kennan Renner, Amelia Renner dan Mika sepupunya.
Situasi sekarang mengingatkan mereka pada kejadian beberapa tahun silam, ketika Kellani membuat dua orang teman sekolahnya gegar otak di Kamar Mandi. Lalu saat Robert dan Amelia datang ke Australia, Kellani dengan santainya mengatakan.
Aku hanya membela diri karena sejak tiga bulan lalu mereka selalu membully ku. Jangan berharap aku akan minta maaf, sebab aku sudah melaporkan mereka serta sekolah ini karena telah tutup mata atas tindak kekerasan di dalam lingkungan Sekolah. Aku punya semua buktinya, termasuk visum yang telah aku lakukan di Rumah Sakit. Sekarangpolisi sedang dalam perjalanan kemari. Akhirnya dengan penuh kemenangan gadis mungil itu pun melenggang bebas keluar dari Ruangan Kepala Sekolah.
Hari ini mungkin Robert sedang lupa, kalau buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Darah lebih kental dari pada air. Sifat dan tabiat Robert telah sukses di turunkan kepada sang Putri tercinta.
Kembali lagi ke situasi saat ini.
Robert sangat kenal dengan suara yang mencoba menghentikan nya barusan. Namun ia malah mengabaikannya. Jika wanita lain pasti sudah meringkuk ketakutan melihat calon Suaminya babak belur seperti sekarang. Kellani justru tetap berdiri tegar menatap ke depan, sambil sesekali tersenyum ke arah Robin. Kellani hanya ingin memberi tahu Robin kalau dia tidak sendiri, ada dirinya yang siap menjadi pedang pria itu.
"Dad come on! Now, you really looks like a criminal!"
"Daddy sudah bilang masuk ke kamar! Kenapa kamu sangat membangkang Kellani!" Bentak Robert keras. Tujuannya sekarang hanya satu, menghabisi pria di hadapannya.
Kellani meluruskan lehernya yang kaku, sambil menatap sang Ayah jengah. Honestly, Kellani sebenarnya tak ada niatan mengambil langkah beraninya. Namun, bukankah baru adil jika melawan pedang menggunakan pedang. Jika kita hanya menggunakan perisai, maka sudah di pastikan kekalahan sang perisai. Dan tanpa mengurangi rasa hormat, Kellani masih mempertahankan gaya bicaranya untuk tak meneriaki sang Ayah.
Ia berusaha sangat keras untuk mengontrol emosinya agar tidak mengganggu kehamilannya. Sejak dulu Kellani percaya kalau yang dapat mempengaruhi emosi manusia hanya diri mereka sendiri. Jadi apapun kondisinya, jika orang itu sudah terbiasa mengendalikan pikirannya, maka ia tidak mungkin stres apa lagi depresi. Simple, namun terdengar gila.