BAB 27 - Petunjuk Dari Dokter Yelena

1.7K 386 24
                                    

Sebelum baca, jangan lupa vote yah 🌟

***

Motor sport hitam oranye itu berhenti tepat di depan rumah Eliza. Di sana sepi, suara jangkrik-pun terdengar. Lampu-lampu masih terlihat menyala dari dalam, tanda masih ada yang terbangun. Tapi kenapa? Ini sudah hampir pukul setengah dua malam. Biasanya, keluarga Eliza tidak pernah begadang.

Eliza turun dari jok belakang. "Terima kasih, Pak Van."

Pak Van terdiam. Pandangannya terpaku pada rumah bercat putih separuh krem itu. Bunga-bunga tumbuh rapi dan terawat juga cukup memikat perhatiannya. Rumput hijau memenuhi halaman tanpa ada sampah apapun.

"Pak?" Eliza menyadarkan lamunan gurunya itu.

"Ah, maaf. Aku cuma terkesima dengan rumahmu. Indah. Kau tinggal dengan siapa?" tanya Pak Van.

"Papa, Mama dan kakak laki-laki saya yang terkecil. Sebenarnya masih ada dua kakak saya, tapi mereka tinggal di ibu kota."

"Oh, bagus." Pak Van menundukkan pandangannya. "Pasti menyenangkan sekali tinggal bersama keluarga."

Eliza tersenyum. "Anda tidak tinggal bersama keluarga?" Entah kenapa kata-kata itu terlontar dari bibir Eliza secara refleks. Seharusnya, dia tidak perlu menanyakan hal-hal semacam ini pada siapapun.

Pak Van menggeleng. "Aku tinggal di apartemen kecil dekat State Lighting sendirian. Ayahku sudah meninggal dan ibuku tinggal di desa. Aku tidak punya saudara. Jadi, terkadang aku kesepian."

Eliza menaikkan sebelah alisnya. Aneh rasanya, seorang guru konseling menceritakan hal semacam ini pada muridnya. Tapi mungkin Pak Van adalah tipe guru yang menganggap muridnya adalah teman.

"Biasanya, murid-murid di State Lighting menganggapku teman. Hal itu membuatku cukup senang. Mereka suka menceritakan masalah mereka kepadaku. Yah, alasan kenapa aku mencintai pekerjaanku sebagai konseling."

Eliza manggut-manggut. "Anda tidak ingin masuk dulu?"

Pak Van menggeleng. "Aku harus pulang sekarang. Sampai besok."

Dia kembali menyalakan motornya. Dengan santai, dia menyalakan gasnya lalu melesatkan motor itu ke jalanan. Perlahan menjauhi Eliza yang masih berdiri mematung menatap punggungnya yang semakin lama semakin menghilang ditelan kegelapan.

Eliza terdiam sejenak. Ada sesuatu yang dia lupakan. Tas sekolahnya. Sial. Dia meninggalkannya di mobil Dean tadi. Dia merogoh saku roknya. Untungnya ponselnya masih di sana. Dia membuka ponsel itu. Ada banyak sekali panggilan masuk dari Papanya, Hideo, Hideki, Dean, Andri dan juga Andre. Wajar bagi Papanya, Hideo dan Hideki menelephone, mereka pasti mencemaskan Eliza. Dean-pun sama, tadi dia pasti mencari Eliza. Tapi, jika Andri dan Andre menelephone, pasti ada sesuatu yang penting.

Eliza membuka grup chatting Detektif-Detektifan-nya. Di sana, banyak sekali pesan masuk dari Andri, Andre maupun Dean. Eliza menggulirkan layarnya ke atas---melihat secara rinci apa yang sedang mereka bicarakan.

Andri :
Kak, ini penting pakai bangetttt.... Kayaknya kita tahu siapa pelakunya.

Andre :
Hust, jangan buruk sangka dulu. Kan belum tentu dia yang membakar rumah Erza. Toh, ayah juga lagi menginterogasi dia.

Dean :
Siapa?

Andri :
Pak Franz, dong. Siapa lagi? Sekitar tiga puluh menit sebelum rumah Erza kebakaran, berlarian ke dalam rumah Erza. Tampak dia ngetuk-ngetuk rumah Erza. Nggak lama setelah itu, dia berlari ke arah belakang. Lalu dia nggak kembali ke depan lagi. Kan aneh?

Dark Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang