Jangan lupa vote sebelum baca 🌟🙌
***
Seorang pria dengan seragam olahraga berjalan mengitari para anggota klub basket yang berdiri tegap di tengah lapangan. Si kembar juga berada di sana. Mereka masuk ke barisan kelas satu dan berjejer di barisan paling ujung.
Dari tadi mereka hanya tersenyum kikuk mendengar ceramah dari pelatih garangnya itu. Apa-pun yang pria itu katakan, tidak ada yang masuk ke telinga mereka. Intinya, mereka harus berlatih lebih giat lagi supaya bisa lolos seleksi untuk maju ke perlombaan. Tapi tentu saja si kembar tidak akan berlatih dengan giat. Mereka tidak ingin terpilih seleksi.
"Saya akan memilih beberapa orang. Tapi, yang pasti Dean akan menjadi salah satu di antara mereka." Guratan tegas muncul di wajah garang pria empat puluh tahunan itu.
Tidak ada jawaban sama sekali. Hanya ada beberapa anggota klub yang saling bertatapan sama sekali, termasuk si kembar. Naran hanya terdiam menatap ke bawah.
"Dean?!" Pelatih itu menaikkan nada bicaranya.
"Di-dia, ti-tidak masuk," jawab salah seorang.
"Hah?!" Ekspresi pria itu menjadi lebih garang. Wajahnya memerah dan matanya melotot. Tentu saja, bagaimana bisa Dean tidak masuk di saat seperti ini? "Di mana dia?!"
"Di-dia ng-nggak masuk sekolah."
"Di mana? Apa dia sakit, ha?!"
Pemuda itu menggeleng. Dia tidak tahu.
Pelatih itu segera mengalihkan pandangannya kepada Naran. Dia sering bersama Dean dan semua orang tahu bahwa dia sangat dekat dengan Dean. "Naran!"
Naran menegakkan kepalanya. "Ya-ya?"
"Di mana Dean?" Pelatih itu berjalan ke arah Naran.
Naran menggeleng. "Sa-saya tidak tahu."
"Bohong." Andri berbisik. Meski begitu, orang-orang masih bisa mendengar suaranya. "Kakak pasti tahu."
Naran kembali menundukkan pandangannya. "Nggak."
"Naran!" Pelatih itu kembali membentak. "Di mana Dean?"
Naran mengalihkan pandangannya. Sudah jelas kalau dia tahu dan menyembunyikan sesuatu. Si kembar paham itu.
"Naran!?"
"Ibu kota. Dia pergi ke sana." Naran berkata pelan. "Tapi, saya tidak tahu ke mana tepatnya."
Si kembar langsung menatap satu sama lain. Otak mereka langsung diisi pertanyaan tentang alasan mengapa Dean pergi ke ibu kota. Setahunya, Dean tidak memiliki kerabat atau kenalan di sana. Untuk apa dia pergi?
"Ada apa ini?" Seorang pria dengan setelan kemeja putih dilapisi rompi coklat muda dan celana hitam itu menyerobot ke lapangan basket.
"Ketua tim tidak masuk, Van," jawab pelatih itu.
Pak Van tersenyum kecut. "Gawat sih. Tapi, kalian fokuslah latihan saja. Dia pasti akan segera kembali."
"Masalahnya, anak itu terlihat kacau belakangan ini. Dia hampir tidak pernah berlatih, lalu kudengar nilai pelajarannya menurun drastis. Dia Dean bukan? Murid terbaik tahun lalu?" Pelatih itu menghela nafas dalam-dalam. "Harusnya, kau paham ini. Kau guru konselingnya."
"Dia baik-baik saja. Biar dia melakukan apa yang dia inginkan. Dia tidak terlalu bermasalah. Orang berubah, itu wajar. Dia pasti akan segera kembali." Pak Van menepuk bahu pelatih itu.
Pandangannya kini beralih ke si kembar yang juga menatapnya. "Kalian juga semangat ya."
~~~
Suara gemercik air memenuhi indra pendengaran Andri. Meski pelan, suara itu terdengar jelas sebab tidak ada suara lain selain gemercik air yang menetes dalam genangan. Entah genangan apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Angel [END]
Mystère / Thriller"Kadang kala, kau akan menemukan manisnya cinta dalam setiap tarikan napas seorang pendosa" -Dark Angel- *** Kehidupan Eliza Harada menjadi tidak tenang setelah kematian teman sekelasnya, Anastasya. Kematian secara tidak wajar itu menimbulkan rasa p...