BAB 49 - Terlambat

1.4K 356 3
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca 🌟🙌

***

"Aku tak pernah mengerti bagaimana bisa sesuatu yang dulunya kuanggap mengerikan malah terasa menyenangkan. Bahkan aku tak pernah mengerti mengapa aku malah menikmati setiap kengerian yang merasuk ke jiwaku ini. Kadang aku juga merasa gemetar. Tapi kedua tanganku seolah kau gerakkan. Bagaimana bisa?"

Darah membanjiri lantai dari papan kayu itu. Tidak ada yang bisa terhirup lagi kecuali bau amis darah yang mengalir merasuk ke indra penciumannya. Oksigen di sana telah ternoda dengan dosa-dosa biadab yang mungkin tak pernah bisa diampuni oleh siapa-pun.

Dia menelan salivanya. Di balik topeng tanpa ekspresi itu, dia menyembunyikan seringai gilanya. Tapi, jauh di dalam lubuk hatinya, dia pernah ingin memasang seringai seperti itu. Semuanya terjadi secara otomatis.

"Mungkin, Russel benar. Ada iblis di sini," katanya pelan.

Tangannya yang dibalut dengan sarung tangan putih itu menggenggam erat parang. Di tangan yang satunya lagi, dia menggenggam erat sebuah tali tambang.

Dia menghentakkan sepatu boots-nya ke lantai. Hal itu membuat sepatunya juga ikut ternoda dengan darah dan serpihan-serpihan kaca yang tajam. Setelah beberapa saat, dia kembali menatap sekumpulan tubuh tanpa nyawa yang masing-masing dia ikat di sebuah kursi di hadapannya.

Menurutnya, itu tidaklah terlalu mengerikan. Beberapa dari mereka tewas dengan mulut menganga dan mata membelalak ke atas. Tubuh-tubuh itu penuh dengan luka yang terbuat dari serpihan-serpihan kaca. Ada juga yang mulutnya dipenuhi dengan sepihan-serpihan kaca.

"Monster memiliki kekuatan yang lebih dari manusia biasa, bukan?" Dia menyeringai lagi. "Oleh karena itu aku yang hanya satu orang bisa melawan kalian semua. Hey, bukankah aku ini luar biasa?"

Orang itu mulai bersiul dan menyenandungkan lagu kesukaannya dengan suara yang sebenarnya cukup bagus untuk di dengar.

"Ein Schiff wird kommen, und das bringt mir den einen. Den ich so lieb' wie keinen, und der mich glücklich macht."

Dia berhenti di situ. "Ya, ya, Mirai. Aku tak bisa menyanyikannya sebaik Lale Andersen atau Lisa del Bo. Tapi, aku selalu melakukannya."

Setelah bergumam sendiri begitu lama, ponselnya berdering samar. Dia segera meraihnya dari dalam saku.

Dia mendapatkan sebuah pesan masuk dari nomor yang sebenarnya tidak asing baginya tapi tidak dia simpan. Setelah membaca pesan itu, sekali lagi dia menyeringai di balik topeng tanpa ekspresinya itu.

"Hah, dasar anak-anak bodoh."

~~~

"Apa kau yakin Pak Franz bilang 'tolong mereka' atau itu cuma ilusi otakmu belaka?" Andri bertanya kepada saudaranya ketika dia mendengar pernyataan bahwa Andre melihat Pak Franz mengucapkan sebuah kata kepadanya.

"Ya, dia nggak mengatakannya. Cuma menggerakkan bibirnya. Tapi aku bisa menangkap kata dari isyaratnya itu." Andre menjawab dengan serius.

"Apa mereka yang dimaksud Pak Franz adalah cewek-cewek yang berantem sama Kak Eliza?" tanya Andri.

"Bukankah sudah pasti?"

Andri-pun menghela nafas panjang. Dia tidak mungkin pergi dari tempatnya berpijak sekarang. Baru saja dia dan Andre bertabrakan dengan seorang penjual telur yang lewat di hadapan mereka ketika mereka hendak pulang dari sekolah. Meski begitu, itu adalah kesalahan si penjual. Dia-lah yang sebenarnya menabrak sepeda si kembar. Tapi, karena dia yang dirugikan, maka dialah yang ingin minta ganti rugi.

Dark Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang