Di tempat yang indah itu---di pusat kota yang selalu ramai dengan lapangan seluas tujuh hektare membentang dipenuhi dengan bangunan-bangunan indah nan fenomenal---mereka berlabuh sesaat. Mereka masih membawa kenangan yang sama. Kenangan yang dibiarkan mengalir begitu saja seperti air sungai yang selalu menemukan celah untuk mengalir. Hanya waktu yang bisa menghentikan alirannya, atau mungkin musim kemarau yang membuatnya mengering. Tapi selagi bisa mengalir, mereka akan tetap mengalir dan membasahi tempat yang tidak pernah mereka kunjungi sebelumnya atau sekedar melihat hal-hal baru yang tidak pernah mereka temui sebelumnya. Meski begitu, mereka akan tetap merindukan kota kecil di mana mereka membangun rumah dan kenangan---yang manis atau pun pahit.
Rumah bukanlah tempat di mana mereka lahir. Tapi, rumah adalah tempat di mana mereka memiliki ribuan kenangan di dalamnya. Tempat di mana mereka memiliki hubungan yang indah dengan orang-orang di dalamnya---itulah rumah yang sesungguhnya.Dan, selama bertahun-tahun belakangan, rumah telah mereka tinggalkan.
Moskow, Rusia.
Setelah beberapa waktu berjalan-jalan di lapangan merah itu, mereka berhenti sejenak.
"Heh, lalu apa yang terjadi?" Seorang pemuda menyahut, Vladislav namanya.
Beberapa meter di depan mereka, sepasang anak kembar identik melirik perlahan dengan senyum yang terukir di wajah mereka.
Averlyn, Averlyan.
Mereka sudah tumbuh saat ini. Mereka tidak sekecil dulu lagi. Mereka jauh lebih tinggi. Tapi, kedua wajah menggemaskan itu masih tetap sama. Aura yang indah nan polos itu masih tetap ada di wajah mereka.
"Lalu, bagaimana hubungan mereka semua?" Antoni bertanya.
"Mungkin mereka semua masih kuliah. Kau tahu, ini baru lima tahun sejak kejadian di dermaga berlalu. Tapi kupikir semuanya baik-baik saja. Hanya saja, kami tidak melihat Kak Dean lagi sejak dia memutuskan pergi." Andre yang menjawab dengan posisi yang sama---kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana.
"Happy ending, ya?" Vladislav memastikan.
"Tidak. Kami sudah kehilangan banyak hal." Andre tertawa halus.
"Apa kalian merindukan masa-masa itu? Masa-masa ketika kalian terjebak dengan pembunuhan-pembunuhan itu?"
"Kami merindukannya. Kami rindu Kafe Sunflower, sekolah, silo, kabin, gubuk, padang rumput, rumah dan semuanya. Jadi, kami akan selalu pulang. Tempat-tempat itu selalu menanti kami." Andri menyahut.
Si kembar kembali berjalan. Kedua pemuda penuh pertanyaan dan rasa ingin tahu terhadap kisah mereka itu tetap mengawal dari belakang. Masih banyak pertanyaan yang ingin mereka tanyakan pada kedua bocah kembar itu.
"Apa menurut kalian, Ivan masih hidup?" Kalimat itu keluar dari bibir Vladislav.
Si kembar kembali berhenti.
"Kami tidak mengatakan apa-pun pada Kak Eliza dan Kak Dean. Tapi... menurut penyelidikan, semua kaca jendela yang tertutup di kapal pecah karena ledakan. Tapi, ada dua kaca yang tidak pecah karena posisinya bergeser ke atas. Satu jendela pasti digunakan untuk Eliza melompat dan yang satu lagi... kami tidak yakin kalau Ivan benar-benar melompat dari sana." Andri menjelaskan sambil menunduk.
"Ada beberapa jenazah yang ditemukan di sana. Salah satunya, tidak dikenali. Ada yang berasumsi jika itu adalah Ivan. Tapi, menurut hasil autopsi, mayat itu sudah meninggal jauh sebelum ledakan terjadi. Tidak ada yang tahu setelahnya. Tapi, jika diperhitungkan, Ivan tidak bisa keluar setelah mendorong Kak Eliza karena Kak Eliza bilang kalau dia masih melihat Ivan di jendela ketika api menyambar." Kini giliran Andre menyahut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Angel [END]
Mystère / Thriller"Kadang kala, kau akan menemukan manisnya cinta dalam setiap tarikan napas seorang pendosa" -Dark Angel- *** Kehidupan Eliza Harada menjadi tidak tenang setelah kematian teman sekelasnya, Anastasya. Kematian secara tidak wajar itu menimbulkan rasa p...