BAB 37 - Kekalahan?

1.5K 363 20
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca 🙌🌟

***

Pagi itu terasa berbeda. Hujan menuruni kota kecil nan tua itu. Jalanan menjadi basah, pekerja konstruksi yang tengah berusaha membangun gedung-pun harus berhenti sejenak, bahkan para pekerja kantoran datang terlambat karena jalanan yang teramat licin---mereka terlalu takut untuk tergelincir.

Eliza hanya menghela nafas melihat kekacauan di pagi itu. Setelah beberapa saat, indra penglihatannya kembali ke arah lembaran-lembaran kertas yang ada di hadapannya. Di sana terpampang jelas bahwa nilai-nilainya anjlok drastis. Bahkan, dia mendapatkan angka lima di mapel kimia. Rasanya, sangat menyedihkan.

Ketika jemarinya melipat kertas-kertas itu, ponselnya berdering. Dia segera mengambilnya dari saku.

Sebuah panggilan tidak dikenal masuk ke sana. Awalnya, Eliza cukup ragu mengangkatnya. Namun, kisah masa lalu selalu menghantuinya. Jadi, dia menerima panggilan itu.

"Hallo, ini siapa?" Eliza menempelkan ponsel itu ke telinganya.

"Detektif Fenil." Suara serak seorang pria terdengar dari balik ponsel itu.

"Um, yah, Tuan? Ada apa?" Eliza sedikit gelagapan. Jika seseorang seperti Detektif Fenil menelephone-nya, maka sudah bisa dipastikan jika ada sesuatu yang tidak beres.

"Ini tentang kasusmu, Eliza." Dia berhenti sejenak. "Polisi menemukan orangnya, dia--"

"Tunggu, yang benar? Siapa?!" Eliza bangkit dari posisi duduknya.

"Aku sedikit tak kuasa mengatakannya. Tapi, aku tahu, kamu lebih tidak kuasa."

"Kenapa? Apa ini sudah jelas? Apa hanya dugaan Anda belaka?" Eliza menaikkan nada bicaranya.

Di saat yang bersamaan, Dean tiba di kelas Eliza---entah untuk apa. Di belakangnya ada Naran dengan potongan rambut baru. Ekspresi sumringah mereka langsung buyar ketika Eliza menunjuk jari telunjuknya ke bibir.

Eliza menaikkan volume ponselnya. Secara otomatis, Dean bisa mendengar percakapan itu. Sedangkan Naran pergi dari sana, dia langsung menghampiri kursi Syahnaz yang belum berangkat. Jadi, hanya Dean dan Eliza yang akan mendengar panggilan itu.

"Kami menemukan sepotong jas apoteker, sebuah peluru dan sebuah senapan laras panjang."

"Lalu?" Eliza menaikkan sebelah alisnya.

"Orang itu juga terekam CCTV bahwa dia masuk ke gang belakang gedung tua dari jalan ujung. Sidik jarinya... sidik jarinya cocok."

"Siapa dia?"

"Aku harap, kau tidak serangan jantung." Detektif Fenil terkekeh.

Eliza dan Dean menelan salivanya.

"Dia Kenny, Eliza. Kenny van Lier."

"Bohong!" Dean berteriak. Dia segera merenggut ponsel itu dari genggaman Eliza. "Katakan padaku, ini bohong 'kan? Bagaimana bisa? Ini mustahil 'kan? Anda ini bagaimana?"

"Dean? Kau di sana? Maaf, Dean. Bukan aku yang melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Kepolisian kota yang melakukannya. Dan bukti itu--"

"Di mana dia sekarang? Di mana Kenny?" Dean melotot.

"Datanglah ke lapas." Karena tahu bahwa Dean sudah emosi, Detektif Fenil langsung mematikan panggilan itu.

Dean hanya melongo menandangi ponsel yang ada di genggamannya tersebut. Dia mendongakkan kepala ke arah Eliza yang juga memasang ekspresi kebingungan.

Dark Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang