059%

367 118 7
                                    















TATAPANNYA itu mengisyaratkan jika aku telah memasuki kandang yang salah; aku akan menerkammu, kupikir pikirannya seperti itu.

Menyebalkan. Ini ruangannya ya?

Chris—laki-laki itu menunjuk foto yang berserakan di lantai, "Kenapa kau melihat itu?"

"Kenapa? Kau mau membunuhku lagi?"

"Kak Chris! Kau—"

brak...

Oh, Chris menutup pintunya saat suara yang aku yakini adalah Sam berteriak dari luar.

"Kak Chris! Kok ditutup sih? Aku sedang bicara."

"Pergilah ke ruanganmu, Sam. Apa yang kau mau?"

Aku melihat jika Chris mengunci pintu itu.

HAH? DIKUNCI? Sial. Aku dalam bahaya.

"Kau lihat kunci penjara tidak? Di ruanganku tidak ada. Kurasa aku menghilangkannya."

Chris malah menghampiriku yang masih terduduk sambil memegang kepalaku yang masih sakit, "Tidak."

Laki-laki itu berjongkok di depanku. Tatapannya masih sama, tajam dan menusuk. Tidak ada senyuman atau seringaian sama sekali di wajahnya. Napasnya juga teratur dan ekspresinya... seperti ingin membunuhku dengan segera. Jemarinya ia letakkan di bawah daguku. Menjijikkan. Dengan refleks, aku memundurkan kepalaku ke belakang.

Eh... Kok ditahan?!

Lengannya malah menahan tengkukku dan memajukan kepalaku ke depan wajahnya. Sial, sial, sial, apa yang akan si biadap ini lakukan?

"Ya sudah kalau tidak lihat, Kak Chris. Aku kembali ke ruanganku ya. Kepala ini sangat cocok untuk dipajang di meja."

Hhhhhh... bagaimana ini? Tangannya makin menarik kepalaku untuk mendekati wajahnya.

























"Kau mencari ini, kan?"

















Kunci Rhino????????









Aku melotot melihatnya. Kunci itu mirip dengan kunci yang berada dileherku. Seperti mempunyai dua sisi lancip yang meruncing di ujungnya.

"Bawa ini bersamamu."













Hah?












"Kau... mau membunuhku lagi?"

Ekspresi laki-laki itu masih datar dengan alis yang sedikit terangkat. Ia masih menatapku dengan lekat. Apasih yang ia tatap? Menakutkan sekali. Tapi aku juga ikut menatapnya sambil sesekali melirik kunci yang juga ada di depan wajahku.

"Memangnya kau ingin aku bunuh lagi? Tidak capek berada di lemari dan mengulang kematian lagi dan lagi?"

"Apa maksudmu melakukan ini?"

"Menurutmu?"

Karena wajahku dan dia yang berdekatan, napasnya yang kadang berhembus normal dan kadang memburu itu sangat aku rasakan.

Napasku bau tidak ya? Ini dekat sekali.

Seringai tersungging di bibirnya. Tangannya seperti membelai tengkukku dan itu membuatku merinding. "Kenapa diam?"

"Perlakuanmu aneh. Kau bisa membunuhku dan bisa mengkhawatirkanku hanya dengan sebuah tatapan. Aneh sekali. Kenapa kau melakukan itu? Aku tidak mengerti jalan pikiranmu."

Terlihat sekali aku bilang seperti itu dengan nada yang sangat gugup seraya menelan salivaku dengan berat. Siapa sih yang tidak takut dengan manusia ini? Dia membunuhku berkali-kali. Bahkan, sekarang tatapannya tidak lagi menusuk seperti tadi. Walaupun masih sedikit tajam sih.

Sial, jantungku malah berdebar tak karuan.

"Kau tak suka?"

Aku pun lantas menggeleng, "Siapa yang suka ditatap dengan jarak yang tidak ada sepuluh senti ini?"

"Kau mau menghapus jaraknya?" Aku hanya mengangguk.

"Mundur atau maju?"







Pertanyaan macam apa itu?











Jantungku malah makin berdebar dengan cepat. Napasku juga tidak bisa ku atur. Jaraknya malah makin menipis, tangan Chris makin menarik leherku untuk maju.

"Jika aku bilang aku merindukanmu, kau percaya?"

Apa dia bilang?



"J-j-jan-jangan bercanda. Jauhkan wajahmu."

MALAH MAKIN MAJU! Chris. Astaga laki-laki ini benar-benar. Mau apa sih dia?

Jarakku dengannya makin tipis dan hidungnya sudah menyentuh hidungku. Aduh aku merinding. Napasnya yang berat beradu dengan napasku. "Kira. Aku—"












BRAK! BRAK! BRAK!









"Kak Chris! Profesor datang! Mereka ada di depan gerbang utama."











Profesor?












[✓] SURVIVE OR DIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang