#1. He Knows

262 91 2
                                    




















MATAKU tiada henti-hentinya melihat pemandangan indah yang berada di luar sana. Pemandangan air terjun tinggi nan megah dengan bangunan klasik tercampur cahaya kemerahan dari rembulan yang mendominasi langit malam.

Beberapa sulur-suluran kehijauan disertai cahaya dingin dari kunang-kunang yang terbang di sepanjang tempat. Tempias dari percikan air terjun yang jatuh, mengenai kaca kapal dengan semarak.

Seperti sebuah negeri dongeng saja.















Aku dan Leo saling bertatapan. Mencoba menelaah tempat yang sekarang sedang kami singgahi. Benar-benar diluar dugaan. Tempat ini sangat indah. Tempat yang sebelumnya disebut sebagai tempat paling berbahaya di dunia.

"Siapa yang akan keluar duluan?" Tanya Leo dengan nada suara yang memiliki keraguan.

Aku menggeleng cepat. Leo pun sama. Astaga, bagaimana ini? Aku dan Leo sama-sama takut. Walaupun tempat ini terlihat begitu indah, namun makhluk bernama Séala itu yang sekarang mengelilingi kapal begitu menyeramkan. Mata yang seperti bercahaya, berwarna biru, dan tajam seperti mata pisau.



dug! dug! dug!




Seseorang mengetuk kaca kapal. Saat dilihat, ternyata sosok Meredith yang mengetuknya. Dia menunjuk ke arah depan, ke sebuah tempat yang terlihat kering di bangunan klasik dekat air terjun. Leo menjalankan kapalnya untuk menepi ke tempat yang ditunjuk oleh Meredith.












Setelah menepikan kapal berbentuk paus ini, aku dan Leo kembali saling bertatapan. Serius, aku juga tidak ingin keluar dari kapal ini jika tidak disuruh untuk mendapatkan kunci itu. Badanku juga gemetaran untuk sekedar membayangkan apa yang akan terjadi saat aku keluar nanti.

"Kau saja yang keluar lebih dulu. Aku menyusul." Wajah Leo pucat saat aku bilang seperti itu.

Dia menggeleng kuat dan membalikkan tubuhku ke arah pintu masuk—yang bisa terbelah itu—lalu mendorong tubuhku pelan, "Kakak saja. Ladies first. Kau 'kan lebih tua dariku."








Kurang ajar, si keparat ini.












Pintu kemudian terbuka, aku langsung disambut oleh para kunang-kurang yang berterbangan.

Dengan langkah pelan, aku keluar dari kapal. Wangi suasana di luar sangat segar dan menyejukkan. Ditambah suara gemericik dari air terjun, juga cahaya dari kunang-kunang di sekitarku.

Leo juga ikut keluar dari kapal. Tangannya ia letakkan di kedua pundakku dan kepalanya menoleh ke sana kemari.

"Jadi apa yang yang akan kita lakukan selanjutnya, Kak?"

Lagi-lagi aku menggeleng. Mencoba berjalan di atas bangunan klasik ini menuju Meredith yang sepertinya sedang menungguku di batu besar dekat air terjun.

"Apa kita harus ke sana?"

Kepalaku mengangguk, kemudian menatap Leo yang tubuhnya semakin lama malah semakin dekat, "Kau bisa lebih jauh lagi?"

Mataku bergulir malas saat dijawab gelengan oleh Leo.








Tatapan biru dari para Séala di air juga membuatku semakin merinding. Astaga mereka benar-benar akan menjadikanku makanan ya?

"Kira," Panggilan lembut dari arah air terjun membuatku menoleh. Sosok bernama Meredith itu terlihat tersenyum ke arahku. Aku melirik Leo, dia juga sedang menatapku bingung.


"Apa aku harus benar-benar ke sana?"

Leo mengangguk, dan aku melangkahkan kakiku menuju Meredith di batu besar itu.




Tatapannya sangat hangat. Aku seperti terhipnotis saat melihat kedua mata birunya itu. "Meredith, 'kan?"

Ia masih tersenyum. Tangannya terulur di depanku dan aku menyambutnya. Meredith menarik lembut tanganku dan... ia menangkup kedua pipiku. Dengan keadaan bersimpuh di depannya, dahi kami bersentuhan, hidung kami juga. Aku merasa kehangatan dari dahi dan kedua tangannya yang basah.

Entahlah, mungkin aku terdengar seperti membual tapi aku berani bersumpah jika dahi dan tangannya sangat hangat- atau panas?

Kedua matanya terpejam. Aku tidak tau apa maksudnya, namun senyumannya masih terpatri di wajahnya. Aneh sekali sih, tapi jika boleh jujur, aku merasa nyaman.

Apalagi saat kedua ibu jarinya membelai pipi dan telingaku. Refleks aku juga menutup kedua mata.

Jantungku berdebar kencang. Napasku memburu dan tubuhku panas sekali. Aku merasakan peluh keluar dari pelipis. Entah... atau dari berbagai arah. Aku berkeringat.









"Jahat sekali."















Siapa yang jahat? Kenapa Meredith berbicara seperti itu?

















Dahiku mengerut. Kedua tanganku yang kosong mencoba untuk menyentuh tangan Meredith yang berada di pipiku. Aku mengelusnya.













Iya- aku tidak mengada-ngada karena tangannya memang panas sekali.












"Mereka jahat sekali padamu, Kira."

"S-siapa yang kau maksud?"

Kedua mataku kemudian kubuka. Mata Meredith masih menutup tapi... Tetasan air keluar dari matanya. Ia menangis?

"Orang-orang yang membuatmu seperti ini. Orang-orang yang telah membuatmu melupakanku. Orang-orang yang membuatmu kehilangan ingatan tentang semuanya. Mereka iblis, Sayangku. Mereka iblis."




Dia... tau aku hilang ingatan?







[✓] SURVIVE OR DIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang