#4. Back to The Past

248 85 2
                                    


















MATAKU terbuka di sebuah ruangan berwarna putih gading dengan ornamen kuno yang tercetak di dinding. Ada sebuah tempat tidur kecil berwarna pastel di dekat jendela. Di sebelahnya ada sebuah nakas dengan lampu tidur beserta tiga buah bingkai foto.

Foto pertama yang jelas terlihat adalah foto Rhino dan Peter digendongannya, lalu aku mengambil dua bingkai foto lainnya. Di sana terlihat fotoku bersama Peter yang sedang tersenyum dengan lebar menggunakan pakaian formal nan rapih. Foto lainnya adalah fotoku dengan Rhino. Dia memakai seragam tentara sambil memegang wajahku.

 Dia memakai seragam tentara sambil memegang wajahku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











Kuletakkan lagi kedua bingkai foto itu ditempatnya dan berjalan menuju pintu.













Saat aku membuka pintu, aku langsung disuguhi tangga kayu dengan cat dinding berwarna hijau pinus. Aku berjalan menuruni tangga itu. Hingga terlihat jelas sebuah patung singa di tengah ruangan. Agak sedikit membuatku kaget sih memang. Apalagi ukurannya sangat besar, tapi yah- mungkin itu adalah estetika.

Rumah ini sangat rapih dan minimalis. Didominasi hijau pinus dan putih. Suasananya begitu hangat dan hening. Bahkan benar-benar sangat hening.

















Kemana semua orang di rumah ini?






















Lalu pandanganku tertuju pada sebuah ukiran bunga berwarna keemasan di bawah patung singa itu. Tungkaiku mengarah ke sana, memperhatikan patung singa yang gagah dan besar ini. Aku menelisik patung singa ini dan kembali mengarahkan ainku di ukiran bunga yang timbul di sana.

Saat aku memegangnya, ukiran bunga itu tertekan ke dalam. Seperti sebuah tombol, kemudian yang kudengar adalah sebuah pintu terbuka yang berada di sebelah tangga.














Apa itu jalan menuju ruang bawah tanah yang dimaksud Meredith?

















Aku langsung berlari ke sana, di sana sudah terdapat tangga besi yang menurun.

Kakiku bergerak menuruni tangga. Menuju cahaya yang berada di bawah sana. Pintu di belakangku tiba-tiba tertutup, membuatku tersentak dan langsung menoleh ke pintu itu yang sudah menutup sempurna.

Di sini tidak terlalu gelap karena ada cahaya yang aku yakini sebuah ruangan lagi di sana. Aku kembali berjalan menuruni tangga dan mengintip sedikit ke ruangan itu.



















Betapa kagetnya saat aku mengintip ke ruangan itu.
























Di sana ada Peter yang sedang memainkan ponsel; Rhino sedang menulis sesuatu di atas kertas; Leo dengan tatanan rambut undercut hitam yang sedang melihat Rhino menulis; juga ada Sam yang rambut laki-laki itu tidak sepanjang yang aku lihat sebelumnya bahkan rambut yang aku lihat sekarang berwarna hitam; lalu ada Chris yang sedang mengutak-ngatik laptopnya di samping Sam. Dan ada satu orang perempuan yang bersandar pada bahu Sam dengan wajah pucat.

Aku tidak mengenal perempuan itu, tapi sepertinya dia adiknya Sam, karena wajahnya seperti pinang dibelah dua. Sangat mirip sekali.
















Aku kemudian masuk tanpa permisi, berjalan di depan mereka dengan tatapan bingung.

"Kalian—"

"Kak, sudah selesai tugasnya?" Tanya Peter sambil tersenyum saat mengalihkan pandangan dari ponselnya menatapku.

"Tugas ap"

"Sudah. Lelah sekali belajar bersama kakek."


















Oh...




















"Istirahatlah, Kira. Sini aku pijit. Setelah itu kita rapat."

Tubuhku menegang saat melihat Aku yang lain—mengenakan dress biru polkadot dengan jas putih—ada di sana, sedang ditarik oleh Rhino menuju sofa.





















Ini... Apa?

















"Lucy, bagaimana?" Aku yang lain bertanya kepada Sam yang sedang mengusap kepala perempuan yang menyandar dibahunya lembut.

"Begitulah. Naoto memang keparat. Mentang-mentang Lucy tidak lulus sekolah menengah, mereka memperlakukan adikku ini secara kejam."

Aku yang lain mengangguk, lalu berdiri menghampiri perempuan bernama Lucy dan memeluknya dari samping.

"Tunggu ya. Aku akan menghajar mereka untuk si Cantik ini."

Perempuan pucat itu tersenyum tipis dan menggenggam tangan Aku yang lain dengan lemas. "Aku berhutang budi dan nyawa padamu, Dok."

"Sudah kubilang panggil aku kakak saja. Kenapa formal sekali sih?"

Aku yang lain mencubit pipi Lucy pelan. Lalu Aku yang lain bangkit dari duduknya dan menghampiri Peter yang masih memainkan ponsel.

"Main ponsel terus." Aku yang lain mencibir Peter sambil mencubit hidungnya keras.

"Kakak! Sakit!"
















Keberadaanku ditengah-tengah mereka tidak disadari?
















Aku tidak terlihat?





[✓] SURVIVE OR DIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang