#10. Another Lie

257 81 10
                                    
















AKU merangkak naik ke permukaan dibantu oleh Leo di atas sana. Tubuhku basah semua, yah meskipun aku terlihat baik-baik saja setelah berlama-lama di dalam air. Aku menatap Leo yang khawatir di depan sana. Ia dengan spontan langsung membuka baju dan memberikannya kepadaku. Aih, tubuhnya bagus sekali. Lebih bagus dari punya Rhino dan Meredith.

"Pakai, Kak. Aku akan menunggu kapalku selesai diperbaiki, baru mengambil baju lagi," pungkasnya sambil mengulurkan bajunya ke arahku. Aku mengambilnya dengan pelan, sesekali melirik tubuhnya yang kekar itu.

"Terima kasih."

Aku berjalan menyusuri batuan dekat air terjun. Kulihat di sana ada sebuah gua di belakangnya. Mungkin mengganti baju di sina cukup aman.

"Kak!" Kepalaku menoleh ke arah Leo yang mendekat ketubuhku, "m-mau kemana lagi?"

Aku menunjuk sebuah tempat di belakang air terjun, "Ganti baju di sana."

"Ikut!"

"Mau digebuk?"

Leo sempat mengerjapkan kedua matanya, sebelum ia mundur sedikit menjauh dari tubuhku. Aku menghela napasku kasar, lalu menarik tangannya untuk mengikuti ke tempat itu.

"Kira- Sayangku. Mau kemana?" Tanya Meredith.

"Ganti baju, di sana," sahutku sambil tersenyum tipis dan menunjuk tempat yang berada di belakang air terjun.

Meredith kemudian tersenyum, "Istirahat sekalian di sana. Aku akan menyiapkan makanan, kalian pasti lapar."

Aku mengangguk setuju. Kebetulan perutku seperti sangat kosong. Makanan terakhir yang aku makan hanya mi cup yang disediakan Rhino saat perjalanan ke Glass Maze.

Masih menarik Leo, aku menapaki pijakan untuk menuju ke gua di belakang air terjun itu. Perlahan tapi pasti agar baju Leo tidak basah atau parahnya jatuh ke dalam air—atau lebih parah lagi aku yang jatuh ke dalam air.

Leo mengikutiku di belakang sambil sesekali menahan tubuhku yang hampir jatuh. "Astaga, hati-hati, Kak!"

Tubuh Leo dingin, mungkin karena tidak pakai baju atau karena dia sedang sakit. Bibirnya saat aku lihat memang tidak begitu pucat, tapi aku cukup tau dari melihat wajahnya saja. Kurasa selama aku pergi ke bawah air, dia tidak bisa diam dengan tenang.

Sesampainya aku dan Leo ke gua itu, banyak kunang-kunang yang bertebaran di sana. Mulut gua yang lembab dan berbau segar. Meski begitu, suhu di sini cukup hangat dibanding di luar tadi.

"Kau yakin memberikan bajumu? Tubuhmu cukup dingin," cakapku pada Leo yang sekarang duduk melihat sambil melihat air terjun dan memunggungiku.

Lalu ia menggeleng, "Tidak apa-apa, Kak. Pakai saja. Pakaianmu basah semua. Setidaknya, gantilah pakaian atasmu."

Aku menurutinya. Langsung aku lucuti pakaian atasku yang basah ini dan menggantinya dengan pakaian kering—walaupun dingin—milik Leo. Setelahnya aku duduk di sebelah Leo yang sedang menggosok tubuhnya sendiri.

"Kedinginan?" Tanganku tergerak menggosok punggungnya kasar agar tercipta efek panas di sana.

"Hm. Aku sempat takut ditinggal, tapi ternyata mereka baik, ramah pula."

Aku pun ikut tersenyum saat Leo bilang begitu, "Baguslah jika begitu."

"Itu kotak apa?"

Aku melirik arah pandang Leo yang melihat kotak kecil di tas pinggangku yang terbuka. "Dua kunci R," jawabku padanya sambil mengambil kotak itu dan membukanya. Menampilkan dua kunci berwarna hitam dengan huruf R di badannya. "Di simpan di kamar Meredith."

"Mudah sekali," kekeh Leo yang mengambil salah satu kunci itu. "Tapi kenapa lama sekali? Kalian berbuat apa dulu?"

Pertanyaan terakhir itu seperti dia sedang berpikir yang tidak-tidak tentangku dan Meredith di bawah sana. Aku mencubit lengannya pelan dengan gemas, "Hanya mendapat informasi tambahan. Jangan berpikiran yang tidak-tidak."

Leo hanya terkekeh geli lalu mengembalikan kunci itu ke kotak, "Dapat informasi apa, Kak?"

Lalu aku terdiam. Dadaku bergetar saat mengingat ingatan itu, "Aku bertanya kepadamu boleh?"

"Kenapa Kakak bertanya balik?"

"Sekedar ingin tau."

Leo menatapku. Netranya menelisik netraku intens, "Ada apa, Kak?"

Aku menggigit bibir bawahku keras, "Aku tidak bisa punya anak, ya?"

Mungkin karena mendengar itu, Leo langsung memegang kedua tanganku ke pangkuannya, "Kakak sudah ingat?"

"Aku... Benar-benar tidak bisa punya anak ya?"

Leo mengangguk pelan sambil memainkan jemariku, "Kak Chris yang bilang. Dia sedih saat tau kau dibawa ke ruangan itu."

"Sedih?"

Leo mengangguk lagi, "Kata Kak Chris kau tidak punya rahim."















Apa?




















"Chris... Bilang begitu?"

"Iya. Kata Kak Chris, kau memang tidak bisa memiliki anak karena tidak memiliki rahim sejak lahir. Karena itulah kau dibawa ke ruangan itu, ke White Room. Sebenarnya itu penjara untuk para pengkhianat dan pemberontak perusahaan, agar mereka bisa dicuci otaknya dan kembali loyal kepada perusahaan. Tapi aku tidak menyangka jika mereka juga membawamu ke sana, hanya karena tidak bisa hamil."

"Teman-teman yang lain... Tau?"

Leo mengangguk lagi, "Pastinya tau. Keadaanmu yang tidak memiliki rahim itu sudah tersebar ke penjuru Sangkara."

Hahaha—bahkan Chris tidak memberitahukan teman-temannya.

Dasar pembohong.






[✓] SURVIVE OR DIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang