Back to The Beginning

298 78 10
                                    
























JIKA aku harus memilih tetap hidup atau mati, mungkin... aku akan memilih untuk mati. Sepertinya cukup baik untukku sekarang, karena... kupikir tidak ada lagi kenangan baik yang aku ingat, atau sedikit memori indah yang tersimpan.

Sedikit sih.

Di mana ada kenangan baik, di situ ada kenangan buruk. Di mana ada kebahagiaan, di situ pula ada kehancuran. Dan di mana ada pertemuan, di situ juga ada perpisahan.

Seperti pertemuan pertamaku dengan pria yang terantai di penjara bawah tanah, gedung penelitian baru kala itu. Namanya Rhino, seorang mayor tentara negara yang menjadi objek penelitian bodohku di masa lalu, yang setiap jam 10 malam akan berubah menjadi sosok monster mengerikan dengan sisik hitam keemasan bersurai putih.

Hah ... aku jadi merindukannya. Sedang apa ya dia sekarang? Kemana ya perginya laki-laki itu? Apa dia tidak merindukanku di sini? Seenaknya saja dia meninggalkanku dan pergi tak ada kabar.




























"Kak Kira..." Panggilan lembut dari belakang, membuatku menengok. Menatap mata sipit perempuan berponi yang sedang membawa bonekanya di sana. "Ayo, makan, Kak. Kak Lucy sudah selesai masak."

"Pergilah dulu, aku akan menyusul." Yang dijawab dengan anggukan.

Jaemmi––gadis kecil itu berlari dari tempatku berdiri, di ujung tebing yang berhadapan langsung dengan hamparan luas lautan biru di depan sana. Tebing yang dulu pernah membuatku lompat dari sana dengan Rhino dan terjun ke lautan sedalam 40 meter.

Angin dingin berhembus menerjang kulitku yang hanya terbalut kemeja putih kebesaran milik Leo. Perban yang melingkar diperutku masih terasa mengganjal, apalagi jika luka-luka itu menjadi begitu perih, jadi mengingatkanku pada kejadian itu.

Huft... kejadian itu ya, kejadian hancurnya Sangkara.

Aku tidak tau pasti bagaimana kejadian itu, tapi kata yang lain, aku tidak sadarkan diri dalam beberapa hari, dan terbukanya tameng Sangkara membuat tsunami meluluh-lantahkan tempat itu. Gempa, badai, bahkan hujan disertai petir yang menggelegar. Seisi kota hancur, hingga banyaknya korban yang bertebaran. Air laut sampai mencapai setinggi rooftop, membuat mereka sulit untuk menemukan cara keluar dari sana.

Chris... kata Leo, dia dibawa oleh Rhino ke lautan. Entah apa yang dilakukannya, tidak ada yang tau, sampai sekarang. Keberadaan Rhino pun, tidak diketahui.

Aku melangkah mundur dari tebing, masuk melewati pintu besi besar yang bertuliskan 5W di pintunya, melangkah menyusuri padang rumput luas yang menjadi perbatasan antara pintu gerbang dengan gedung putih. Iya, aku berada di tempat di mana aku memulai, di gedung penelitian baru, gedung rancanganku. Bedanya di sini aku tidak dikejar-kejar oleh Chris atau Sam kloningan, atau bangun di dalam lemari. Sekarang aku tinggal di sini, sementara. Sekedar bertahan hidup dari bencana yang terjadi. Dari gempa tiba-tiba, atau hujan badai, sampai angin puyuh, dan tsunami berkali-kali. Capek sekali hidup seperti ini, sebenarnya.

Kulangkahkan kaki masuk ke dalam gedung, menelusuri lorong-lorong bau yang untung saja sudah dibersihkan secara rutin, walaupun bau anyir masih memadati seisi ruangan. Coret-coretan di dinding juga masih terlihat, tak ada uang untuk aku dan yang lain membeli cat baru. Hidup di sini pun sudah menjadi suatu rasa syukur yang amat mendalam.

Aku masuk ke dalam sebuah ruangan terbuka, tak jauh dari tangga menuju lantai dua, berseberangan dengan pintu menuju ruang bawah tanah. Bau semerbak yang dihasilkan, sangat mengugah selera, tak kusangka sampai membuat perutku bergejolak minta diisi.

"Kak..." panggil perempuan itu, Lucy, sambil meletakkan piring di atas meja, "Hari ini makan sarden ya, soalnya besok sudah kadaluarsa."

"Terima kasih," ungkapku sambil tersenyum.

Dua potong kecil ikan sarden dengan semangkuk nasi merah, sudah siap di depan mataku. Terlihat sangat enak!

"Bagaimana perutmu, Kak?" tanya Leo, yang duduk bersebelahan denganku di meja makan.

"Masih perih, tapi tidak apa-apa."

"Kepalamu masih sering sakit?"

"Tidak juga."

"Hei! Tutup mulutmu dan makan saja! Kak Kira masih dalam tahap penyembuhanku!" Bentakan dari Anne, membuat semuanya tertawa. Leo mendengus, lalu memakan makanannya dengan sebal.

Aku melihat keempat wajah bahagia di meja makan––Anne, Leo, Jaemmi, dan Lucy––mereka yang menolongku saat aku tak sadarkan diri. Mereka bilang, mereka mencuri aquaboot perusahaan dan membawanya ke tempat ini. Sayang sekali Sam tidak dapat ikut karena peluru yang bersarang di dadanya saat itu, membuatnya mati di tempat. Padahal aku suka rambutnya.

Rhino juga tak ada di sini, entah kemana perginya anak itu. Janjinya... apa ia ingat janjinya? Janji untuk membawaku ke dunia bawah? Apa ia ingat itu?




















"Hei..."

Panggilan yang berada di belakangku, membuat keempat orang yang sedang mengunyah, langsung terdiam. Wajah mereka syok, bahkan Anne menjatuhkan sendoknya ke meja.

"Maaf jika tiba-tiba pergi..."

Aku menoleh cepat ke arah belakang, menatap sosok pria yang berdiri di perbatasan ruangan, laki-laki yang sangat aku rindukan. 

Tubuhnya memiliki banyak sayatan baru, wajahnya juga mempunyai luka memar dengan sayatan kecil setiap pipinya, pakaiannya begitu lusuh dan basah, dan ada rumput laut juga di kantung celananya.

"Kira," suaranya membuatku tak bisa menahan air mata. Dua minggu setelah kejadian itu, ia akhirnya kembali. "Aku kembali, untukmu."

Rhino... benar-benar kembali.




The End.





[✓] SURVIVE OR DIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang