Road to The Rooftop #1

210 64 5
                                    
















DIGENDONGAN Leo, aku hanya melihat sekitar. Lorong-lorong gedung berwarna putih yang sepi tanpa penghuni. Langkah ketiga orang yang bersamaku begitu cepat. Aku yang ada digendongan Leo juga ikut kelelahan karena hentakan yang tak ayal membuat tubuhku menjadi sakit. Mungkin karena tubuhku terlalu kecil, tubuh Leo yang menggendongku jadi begitu sangat sakit mengenai tulang-tulangku.

"Sekarang jam berapa?" tanyaku pada Leo yang masih berlari.

"Sepertinya sudah jam 8 malam. Terakhir aku lihat jam itu saat mengambil troli, masih sekitar jam 7. Mungkin sekarang sudah lebih."

Sam yang berada di depan Leo, langsung berbelok ke arah pintu yang berada di tengah-tengah lorong, "Kita lewat tangga darurat."

"Naik tangga?" tanya Anne dengan napas yang terengah.

"Lalu, kau mau naik lift? Nanti kalau ada Profesor bagaimana?"

"Tapi lantai 27..."

"Kita hanya naik tiga lantai, Anak manja." Sam langsung menarik Anne dan Leo mengikutinya untuk masuk ke dalam tangga darurat.



























Di dalam tangga darurat baunya sangat tidak enak, seperti bau pengap dan besi berkarat yang tercampur. Membuatku mual sekali. Beruntung wangi sitrus dari leher Leo cukup membantu pernapasanku.

"Kak! Jangan endus leherku!"

"Wangi tubuhmu membantu hidungku untuk tidak menghirup udara bau di sini tau!"

"Tapi geli!"

Anne juga sepertinya sama tidak sukanya dengan bau di tangga darurat ini, ia batuk setiap saat. "Ini sebabnya, aku tidak menyukai naik tangga!"

"Ikut saja!" decak Sam sambil terus menarik Anne. 












Walaupun Sam bilang hanya tiga lantai, perjalanan jadi sedikit panjang dan terasa berat. Kurasa tiga lantai yang ia maksud adalah tiga puluh lantai!

"Kau lelah?" tanyaku kepada Leo yang terlihat terengah. "Aku berat ya?"

"Kau tidak berat sama sekali. Seperti membawa lidi."

Ck! Menyebalkan sekali anak ini. Sepertinya cita-citaku ingin melemparnya dengan sesuatu belum tercapai. Lain kali mungkin akan aku lakukan.

Aku melihat angka 26 di tembok dekat sebuah pintu berwarna hijau. Ah! Ini sudah lantai 26 ya?

"Astaga! Ayo, satu lantai lagi!"

Napas Sam terengah, sama halnya dengan napas Anne dan Leo. Meskipun tidak ikut berlari, aku juga merasa kelelahan di gendongan Leo. Rasanya aku ingin merebahkan tubuhku.

"Satu lantai lagi!"

Dengan langkah yang sedikit lebih pelan dari sebelumnya, ketiganya tetap melangkah menaiki tangga demi tangga menuju lantai 27, tempat ruangan 1025 berada.

"Kalau rooftop, ada di lantai berapa?" tanyaku kepada mereka.

"Empat puluh dua."

Aku mengembuskan napasku kasar saat mendengarnya. "Nanti kita naik tangga?"

"Gila! Tidak mau!" erang Sam. "Lebih baik aku membunuh para curut itu untuk naik lift, dari pada naik tangga menuju rooftop. Kakiku seperti mati rasa."

"Ck! Anak manja."

Betul juga sih. Naik tiga lantai saja sudah membuat mereka kelelahan, bagaimana jika menaiki tangga hingga lantai empat puluh dua. Apa yang akan terjadi dengan kaki-kaki mereka ya? Mungkin bisa mengecil tiba-tiba atau terbelah ditengah-tengah perjalanan.

Angka 27 sudah terlihat di depan mata, di sebelah pintu hijau. Sam lebih dulu membuka pintu itu perlahan. Tapi dengan cepat, ia kembali menutup pintunya.

"Ada apa?"

"Ramai. Banyak anak magang yang berlalu lalang dengan panik. Mungkin karena sirine itu."

"Lalu sampai kapan kita menunggu hingga sepi?" desis Leo sambil meletakkan tubuhku di anak tangga. Aku turun dari gendongannya dan duduk di anak tangga, Leo juga ikut duduk di sebelahku, menyandarkan tubuhnya ke salah satu dinding dan meluruskan kaki. "Waktu kita tidak banyak, Sam."

"Aku akan keluar terlebih dahulu."

Kutatap Anne yang dengan sigapnya meraih gagang pintu dan mendorong tubuh Sam pelan dari sana, "Mereka tidak tau aku terlibat, 'kan? Aku akan memastikan jika lorong akan sepi dan menyuruh mereka turun ke bawah. Aku akan membawa Lucy dan Jaemmi ke sini. Setelah itu kita ke lift."

"Jika mereka tau bagaimana? Apalagi kau akan membawa kedua adikku. Mereka akan tau jika kau bersama mereka."

"Tidak akan, Gondrong. Mereka tidak akan menuduhku sebagai pengkhianat jika membawa kedua adikmu. Lucy dan Jaemmi itu masih jadi objek penelitian kakekku, tau. Mereka pasti mengira jika aku sedang membantu kakek untuk merawat mereka."

"Aku rasa itu ide yang cukup bagus. Jika kita ikut Anne ke ruangannya hanya untuk menjemput adikmu dan bersembunyi hingga jam 10, itu akan membuang-buang waktu saja. Kita akan bertemu di sini untuk menuju lift," saranku yang dijawab anggukkan oleh Anne. 

Sam melirikku dengan gusar, mungkin ia cukup khawatir dengan kedua adiknya hingga seperti itu. "Kau hati-hati."

Anne hanya mengangguk, "Pasti!"

Setelahnya Anne membuka pintu tangga darurat dan keluar dari sana.



[✓] SURVIVE OR DIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang