#6. Villain Past

276 87 8
                                    













WALAUPUN aku sedikit tidak tega, mau tak mau aku harus meninggalkan anak yang bernama Felix itu di dalam ruangan control room. Tanganku tak henti-hentinya ditarik oleh Rhino agar mengikutinya mencari jalan keluar.

Berbekal arahan vokal Leo di seberang sana, aku dan juga Rhino menyusuri jalan yang sebelumnya kami lewati. Meskipun tubuh Rhino harus menjadi korban karena terus bertabrakan dengan dinding kaca, ia terus saja berjalan sambil menarikku.

Waktu sudah menunjukkan pukul 9.30PM dan tangga yang sebelumnya tempat kami masuk malah tidak kunjung ketemu. Malah sepertinya aku dan Rhino hanya berputar-putar di tempat yang sama.












"Sudahku bilang, di kanan ada tangga yang sebelumnya kalian naiki."

"Buktinya tidak ada tuh. Kau mengerti konsep blueprint yang kau punya tidak sih?"

"Astaga, Kak Rhino. Aku sudah mengikuti konsep blueprint sesuai dengan titik GPS yang ada pada earpiece kalian. Di sini kalian sangat jelas sudah berada di dekat tangga. Tinggal belok ke kanan."








Aku memijit pelipisku pelan. Sudah jelas di kananku dan Rhino hanya sebuah dinding kaca yang kokoh dan bening. Memantulkan sedikit bayanganku dengan Rhino yang sekarang sedang terduduk lelah.

Bau busuk yang menyengat masih ada diindera penciumanku. Lama-lama bau busuk itu semakin bertambah. Aku tidak tau bau busuk itu terletak di mana, yang jelas bau itu seperti ada disekelilingku.

Aku mual sekali.









"Ayo, Rhino. Aku sudah tidak tahan dengan baunya."

Aku menarik Rhino untuk berdiri. Dia seperti kelelahan dan wajahnya pucat sekali, "Kau sakit?"

Laki-laki hanya menggeleng sambil tersenyum, "Ini efek yang akan aku dapatkan sebelum berubah."



















Oh... oke.



















Aku cepat-cepat menuntunnya. Kembali mencari tangga di sebelah kanan, kata Leo. Sampai aku menubruk dinding kaca dua kali, aku masih tetap berjalan di jalan yang sama.

Sebenarnya di mana sih tangga itu?
















"Aku akan menanyakan ini kepada Han."

Kembali kurogoh tas pinggang dan mengambil Decomphone yang sudah menyala dengan otomatis jika di dekatkan ke wajahku.

"Han, aku butuh jalan keluar."










































"Kalian akan meninggalkan aku di sini?"

Kepalaku menoleh ke belakang. Di sana ada Felix yang masih merangkak dengan lemas. Kondisinya benar-benar sangat membuatku tidak tega.

Kurus kering, bibir pucat, mata sayu, dan tubuh yang putih pucat itu dihiasi memar yang sangat banyak. Luka-luka baru membusuk—yang sangat aku yakini tidak pernah diobati—juga tercetak dibeberapa bagian tubuhnya.




[✓] SURVIVE OR DIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang