14 | Keluarga

267 27 11
                                    

Tok..., tok..., tok...!!!

Bara segera membuka pintu kamar yang ditempatinya di rumah yang sama dengan Nata. Ya, mereka sama-sama tak tinggal satu atap di rumah utama karena harus menjaga nama baik dua orang akhwat yang tinggal di sana bersama Akmal dan Dahlia. Mereka tak mungkin bisa tinggal satu atap dengan akhwat yang bukan mahram mereka.

Wajah Nata yang sudah siap berangkat ke pesantren pun terlijhat jelas oleh Bara yang baru saja selesai mandi. Ia tersenyum sesaat ketika melihat Adik sepupunya yang begitu konsisten dengan waktu, dan tak peduli jam berapa.

"Kamu nggak mau santai-santai dulu atau duduk-duduk dulu gitu Dek? Tiga hari tinggal di atap yang sama dengan kamu, aku merasa selalu kalah dalam perlombaan mengejar waktu. Kadang aku bangun tuh langsung deg-degan dan bertanya pada diriku sendiri, aku terlambat nggak ya hari ini?" ungkap Bara, dengan sangat jujur.

Nata terkekeh beberapa saat.

"Masya Allah Mas, nggak perlu merasa begitulah. Aku mengetuk pintu kamarmu hanya untuk memastikan kalau kamu baik-baik saja di dalam. Kalaupun Mas Bara mau bersantai atau duduk-duduk dulu ya silahkan, nggak akan ada yang melarang," ujar Nata.

"Nggak akan ada yang melarang, tapi akan ada yang menyindir. 'Kamu itu bangun tidur kok lama sekali? Kalah sama ayam!', nah..., itu yang sangat kucoba hindari," Bara mengakui.

"Mas Bara bisa menganggap itu sebagai sebuah bentuk perhatian dari Kakek. Kakek itu peduli sama Mas Bara, makanya Mas Bara ditegur kalau berbuat salah. Pertanda bahwa Kakek sayang sama Mas Bara dan tidak mau Mas Bara berada di jalan yang salah. Terkadang Mas, kita harus lebih hati-hati pada orang yang tidak peduli dengan apapun yang kita lakukan. Karena, orang seperti itu mengindikasikan kalau dirinya tidak menyayangi kita sama sekali. Jadi, selama Kakek masih menegur salah satu dari kita berdua, berarti tandanya Kakek masih menyayangi kita," jelas Nata.

Bara kini benar-benar tersenyum.

"Sekarang aku tahu kenapa semua santrimu betah sekali ketika menerima tausiyah darimu. Kamu kalau ngomong tuh bikin adem, seperti air terjun," nilai Bara.

Nata tertawa pelan.

"Mas Bara ini ada-ada saja. Sudah, ayo kita ke rumah sebelah untuk sarapan. Kebetulan, memasak bukanlah keahlianku. Meskipun aku pernah belajar, tapi hasilnya jauh dari kata lumayan," ajak Nata.

"Ya, baiklah. Kebetulan aku juga nggak mau memakan hasil masakanmu Dek. Demi menghindari jatuh sakitnya perut-perut tak berdosa, sebaiknya kamu jangan pernah menyentuh kompor, wajan, dan bahan makanan," saran Bara.

"Insya Allah Mas, saran Mas akan aku terima dengan baik."

Mereka berdua keluar dari rumah setelah menguncinya dengan benar lalu pergi menuju ke rumah sebelah, di mana wangi aroma masakan telah teraba oleh indera penciuman. Akmal baru saja keluar dari kamarnya di bantu oleh Pak Saiful. Nata dan Bara menghampirinya lalu mendorong kursi roda Kakek mereka bersama-sama menuju meja makan yang sudah dipenuhi oleh beragam jenis makanan yang menggugah selera.

"Masya Allah, baru kali ini saya melihat meja makan penuh sekali seperti ini. Ummimu memang terbaik dalam soal masak-memasak," puji Akmal di hadapan Nata.

Bara dan Nata tersenyum mendengarnya.

"Tapi tetap saja, Kakek hanya boleh memakan bubur ayamnya dan meminum susu tinggi kalsium," ujar Nata sambil mulai menyuapi Akmal.

Bi Inah datang sambil membawa semangkuk sup ayam, Dahlia mengikuti langkahnya sambil membawa gorengan perkedel kentang yang masih panas.

"Nak Bara, makan yang banyak ya. Kamu mau Bibi bawakan bekal untuk makan siang di kantor?" tanya Dahlia.

Bara tersenyum malu-malu.

"Nggak perlu ditanya Mi, Mas Bara pasti mau sekali kalau Ummi bawakan makan siang untuknya," jawab Nata.

Dahlia pun tersenyum sambil mengusap punggung Nata dengan lembut.

"Baiklah, Ummi juga akan membawakan sekalian untuk kamu," ujar Dahlia.

Haura dan Vera muncul dari arah dapur sambil membawa dendeng balado sekaligus opor ayam di tangan mereka masing-masing.

"Ini mau ditaruh di mana Mi?" tanya Haura yang melihat meja sudah penuh.

"Uhm..., di simpan di tengah saja ya sayang, masih ada tempat di situ," jawab Dahlia setelah mengamati meja makan.

Haura dan Vera pun menganggukan kepala mereka.

"Oh ya Haura, setelah sarapan kamu siap-siap ya. Guru privat akan datang untuk membantumu belajar sebelum nanti kamu mengambil Ujian Paket," Dahlia mengingatkan.

"Baik Mi," jawab Haura seraya tersenyum dari balik niqob-nya.

"Iya, belajar itu penting. Lihat saja Nata, usianya sudah dua puluh tiga tahun tapi masih pergi ke pesantren," ujar Akmal.

HAHAHAHA!!!

Bara dan Nata tak bisa menahan tawa mereka.

"Beda konsep Kakek. Nata pergi ke pesantren bukan untuk belajar lagi, tapi untuk mengajar," ujar Bara.

Akmal menatap ke arah kedua cucunya sambil tersenyum.

"Sekarang Kakek tanya, kalau Nata mengajar di pesantren dia akan menghafal materi yang akan diberikan pada santri dan santriwatinya, tidak? Selama Nata masih sering menghafalkan materi yang akan di sampaikan kepada seluruh santri dan santriwatinya, maka itu sama saja dengan belajar."

Vera tersenyum mendengar pendapat Akmal yang ia rasa benar.

"Nak Vera bagaimana? Sekolahnya sudah selesai?" tanya Akmal, tiba-tiba.

"Iya Tuan Besar, Alhamdulillah sekolah saya sudah selesai. Saya mengambil jurusan keperawatan tapi setelah lulus tidak diterima bekerja di rumah sakit umum karena mereka tak menerima pegawai yang menggunakan niqob," jawab Vera.

Nata dan Bara pun saling memandang satu sama lain setelah mendengar jawaban itu dari Vera. Vera sendiri langsung menundukkan kepalanya agar tak perlu diperhatikan oleh siapapun.

"Jadi, kamu bekerja dipelayanan perawat swasta saat ini?" tanya Akmal lagi.

"Iya Tuan Besar, saya bekerja di sana dan akan menerima kontrak jika ada yang membutuhkan jasa perawat rumahan."

"Tidak buruk. Justru itu lebih bagus untuk kamu. Kamu jadi lebih mempunyai privasi dan juga tidak terikat dengan jam kerja rumah sakit yang terkadang gila-gilaan. Apalagi jika kamu dapat giliran menjadi perawat dengan jam kerja di malam hari, saya dengar hal itu terkadang bisa jadi cukup buruk bagi kondisi seseorang yang tidak biasa tidak tidur malam," nilai Akmal.

Vera hanya bisa tersenyum dari balik niqob-nya. Dahlia kembali ke meja makan setelah mengemas dua buah box makan siang untuk Bara dan Nata.

"Ini bekal makan siang untuk kalian berdua. Ingat, habiskan!" tegas Dahlia.

"Insya Allah Mi, pasti akan kuhabiskan masakan Ummi yang selalu enak ini," jawab Nata.

"Bibi tenang saja, perutku pasti bisa menampung semua makanan enak yang ada di dalam kotak ini sampai tak bersisa. Masakan Bibi adalah yang terbaik sepanjang masa," puji Bara.

"Masya Allah, benarkah? Tapi sayang sekali, pagi ini Bibi tidak memasak. Semua masakan ini adalah hasil masakan Nak Vera dan juga Nak Haura. Bibi hanya memantau saja di dapur sejak tadi sambil mengeringkan piring yang masih basah," jelas Dahlia, apa adanya.

Nata dan Bara pun terdiam seketika.

HAHAHAHA!!!

Akmal tertawa saat melihat wajah kedua cucunya yang salah tingkah.

"Kalian salah memuji sepertinya," sindir Akmal, terang-terangan.

* * *

QadarullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang