Bagas menemani Akmal sarapan lebih awal pagi itu, karena Nata harus membereskan tenda, kursi-kursi dan gazebo di taman setelah pesta kemarin bersama Pak Saiful. Bi Inah menyajikan makanan ke meja makan karena Dahlia dan Haura masih menyelesaikan masakan yang belum selesai.
"Pengantin baru belum bangun?" tanya Akmal.
"Non Vera dan Den Bara sudah bangun sejak subuh tadi Tuan Besar, tapi Nyonya Lia menyuruh mereka istirahat kembali karena takut mereka kelelahan," jawab Bi Inah.
Akmal terkekeh.
"Itu hanya alasan saja pastinya," bisik Akmal pada Bagas.
Nata masuk ke dalam rumah setelah selesai mengerjakan semuanya di luar.
"Kamu kerja terus, kapan istirahatnya?" tanya Akmal.
Nata tersenyum.
"Ini baru mau istirahat sama Kakek. Ayo, biar aku yang suapi Kakek," jawab Nata sambil mengambil alih mangkuk bubur dari hadapan Akmal.
"Itu namanya habis kerja, kerja lagi. Istirahat itu kamu berdiam diri, bersantai, tidak melakukan apa-apa. Kaya Mas-mu, dia lagi santai sekarang, nggak ngapa-ngapain," ujar Akmal.
"Ya berarti Nata harus menikah dulu, baru bisa santai-santai seperti Bara," ujar Bagas, menengahi.
"Nah..., itu yang Papa maksud!" Akmal setuju.
Nata hanya bisa terkikik geli mendengar sindiran Kakeknya. Dahlia mendekat sambil membawakan sambal goreng terong untuk Nata.
"Nata mau menikah? Memang sudah punya calon?" tanya Dahlia.
"Belum Mi, aku menunggu Ummi yang jodohkan," jawab Nata seraya memeluk pinggang Ibunya dengan penuh kasih sayang.
"Wah? Yakin? Siapapun pilihan Ummimu akan kamu terima?" tanya Bagas yang kaget dengan jawaban Nata.
"Iya Paman, Insya Allah pasti akan kuterima dengan ikhlas siapapun akhwat shalehah pilihan Ummiku," Nata mengatakannya dengan tulus.
Bagas menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Kamu memang persis seperti Almarhum Danu. Selalu menjalani sesuatu apa adanya," puji Bagas.
Dahlia pun kembali ke dapur, ia mulai mengaduk sambal baby cumi yang masih setengah matang.
"Nata itu ada-ada saja. Masa mau menikah harus saya yang pilihkan jodohnya," ujar Dahlia seraya tersenyum.
Haura mendengarnya dengan jelas lalu tersenyum.
"Itu tandanya Akh Nata percaya pada pilihan Ummi. Makanya Akh Nata tidak ragu-ragu meminta dijodohkan oleh Ummi," sahut Haura.
"Iya juga sih, tapi kan akan lebih baik kalau dia sendiri yang memilih siapa calon istrinya. Ummi mau dia juga mendapatkan apa yang dia impikan, bukan hanya pasrah dan ikhlas menerima begitu saja," Dahlia mengungkapkan apa yang ia inginkan dari Nata.
"Bagaimana kalau Nyonya Lia jodohkan saja Den Nata dengan putri dari teman satu pengajian Nyonya yang waktu itu? Orangnya cantik, baik, sepertinya cocok untuk Den Nata," saran Bi Inah.
Dahlia dan Haura pun sama-sama terdiam seketika setelah mendengar saran dari Bi Inah. Jika Dahlia terdiam karena berusaha berpikir jernih, lain halnya dengan Haura yang merasa ada yang patah di dalam benaknya.
"Ya, siapa aku sehingga berharap lebih pada seorang pria luar biasa seperti Akh Nata? Berhentilah Haura, jangan menjadi manusia yang tidak tahu diri," bisik Haura, dalam hati.
"Bagaimana Nyonya? Bagus tidak saran saya?" tanya Bi Inah, sumringah.
"Saran apa yang bagus Bi?" tanya Nata sambil membawa piring-piring kotor ke dapur.
Dahlia pun terlonjak saat mendengar suara Nata yang tiba-tiba ada di dekatnya.
"Itu Den, Bibi menyarankan pada Umminya Den Nata untuk menjodohkan Den Nata dengan putri teman satu pengajiannya. Orangnya cantik loh Den, dia pernah ke sini mengantarkan Ibunya bertemu dengan Nyonya Lia," jawab Bi Inah, polos.
Hati Haura tentunya semakin sakit. Ia tahu persis siapa yang Bi Inah maksud, ia juga pernah melihat sosok wanita itu dan benar, dia cantik seperti yang Bi Inah katakan.
"Hmm..., darimana Bibi bisa tahu kalau dia itu cantik? Apakah dia tidak memakai niqob untuk menutupi wajahnya?" tanya Nata lagi.
"Iya Den dia tidak memakai niqob, jadi Bibi bisa tahu kalau dia cantik," Bi Inah kembali memuji.
Nata pun menatap Umminya yang tengah menatapnya. Ia tersenyum dan segera memeluk Dahlia dengan penuh kasih sayang.
"Almarhum Abiku dulu tidak pernah melihat bagaimana wajah Ummiku, tapi dia tetap memilihnya karena Abi tahu kalau Ummi memiliki kecantikan yang tidak bisa disaingi oleh akhwat manapun di dunia ini. Dan kecantikan itu terletak pada hatinya," ujar Nata dengan senyum bahagia.
Bi Inah pun terdiam di tempatnya berdiri.
"Aku hanya akan menikahi akhwat yang tidak memamerkan kecantikannya pada orang banyak di depan umum. Aku hanya akan menikahi akhwat yang bersedia menyembunyikan kecantikannya dan memamerkan kecantikannya hanya untukku. Surgaku takkan berpindah dari ridha-nya Ummiku setelah aku menikah nanti, jadi aku hanya akan menikahi akhwat yang dipilih oleh Ummiku, bukan saran atau pilihan orang lain. Karena aku ingin akhwat yang kunikahi bisa mencintai Ummiku seperti aku mencintai Ummiku," jelas Nata, tak kurang satu hal pun.
Dahlia pun menatap putranya seraya tersenyum bahagia.
"Ya Allah, apa kebaikan yang Almarhum Abimu lakukan di dunia ini sehingga dia meninggalkan Ummi dengan seorang putra yang hatinya penuh dengan kelembutan dan kasih sayang sepertimu, Nak?" tanya Dahlia.
"Abi hanya melakukan satu kebaikan di dunia ini Mi, yaitu mencintai Ummi tanpa memandang siapa Ummi seperti yang sering orang lain lakukan. Hanya itu, dan Allah memberikan hadiah yang terbaik untuknya melalui aku yang akan selalu mencintai Ummi seperti Abi mencintai Ummi selama ini," jawab Nata.
"Air terjun...," ujar Bara yang entah sejak kapan sudah berada di dapur bersama Vera yang kini membantu Haura memasak.
Dahlia pun menyeka airmatanya, lalu kembali memperhatikan sambal baby cumi yang tengah dimasaknya. Ia melirik ke arah Haura, dan melihat kalau bahu wanita itu bergetar pelan. Vera pun terlihat membantunya menyeka wajah agar tak ketahuan menangis oleh Dahlia. Padahal, tanpa diberitahu pun Dahlia sudah tahu kalau Haura menangis karena semua yang Nata ungkapkan.
"Bagaimana? Sudah matang belum opor ayamnya?" tanya Dahlia.
"Iya Mi..., sedikit lagi matang," jawab Haura, terbata-bata.
Nata telah keluar dari dapur bersama Bara.
"Nak Vera, coba bantu Ummi aduk sambal baby cumi-nya," pinta Dahlia.
Vera pun mendekat untuk menggantikan Dahlia, Dahlia sendiri bergegas menuju ke lemari untuk mengambil sebuah kotak makanan untuk tempat sambal baby cumi yang dimasaknya. Ia menyerahkannya kotak itu pada Vera, lalu kembali menatap Haura yang kedua matanya masih basah akibat airmata. Dahlia pun menyentuh bahu Haura dan tersenyum ke arahnya.
"Nak, Ummi mau menjodohkanmu dengan Nata. Kamu coba pikirkan ya..., jangan lupa shalat istikharah seperti yang Nak Vera lakukan sebelum menikah dengan Bara," pesan Dahlia.
Haura pun terpaku di tempatnya seketika dengan jantung berdebar-debar hebat tak karuan.
"Ya Allah, nyatakah yang tengah kualami ini? Atau kembali hanya mimpi yang akan segera pergi?" batin Haura.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Qadarullah
Spiritual[COMPLETED] Menerima setiap takdir yang Allah berikan bukanlah perkara mudah bagi setiap manusia di dunia ini. Namun itulah yang dilakukan oleh Nata, sebagaimana yang selalu diajarkan oleh Ummi dan Almarhum Abinya sedari kecil. Namun ketika akhirnya...