Akmal menatap kedua cucunya yang baru saja menjelaskan segalanya pada semua orang di rumah. Ia benar-benar harus menenangkan Bara yang masih saja tak bisa menerima kalau seseorang berusaha untuk merusak nama baiknya.
"Begini saja. Untuk mencegah terjadi lagi hal seperti ini, maka sebaiknya Karyawati di kantor pindah ke gedung sebelah agar tidak ada yang bisa melakukan kontak fisik denganmu sama sekali," saran Akmal.
Semua orang kini beralih menatap ke arah Bara. Bara pun mengangguk-anggukan kepalanya, pertanda kalau ia setuju dengan saran yang Kakeknya berikan.
"Aku akan memberitahu Pak Rio agar menginstruksikan seperti itu pada semua Karyawan dan Karyawati. Sekarang, bolehkah aku istirahat duluan Kek?" pamit Bara.
"Tapi kamu belum makan Nak," cegah Dahlia.
"Aku tidak lapar Bi. Nanti saja aku makan kalau sudah merasa lapar," ujar Bara, lesu.
"Ya sudah, beristirahatlah. Tenangkan pikiranmu," Akmal mengizinkan.
Bara pun bangkit dari sofa dan berjalan keluar dari rumah utama menuju rumah sebelah. Ia benar-benar merasa sangat lelah hari itu dan energinya seakan terkuras habis akibat masalah yang datang padanya.
Vera baru saja akan masuk saat berpapasan dengan Bara di teras rumah. Bara memilih untuk berjalan cepat karena tak mau Vera melihat wajahnya yang baru saja tercoreng oleh kelakuan manusia tak tahu diri macam Adisti.
"Akh Bara," panggil Vera, memberanikan diri.
Bara tak menoleh, begitu pun dengan Vera. Mereka hanya terdiam di tempat masing-masing.
"Saya tidak salah paham sama sekali. Dari awal saya tidak pernah berpikiran buruk mengenai Akh Bara meskipun saya mendengar semua yang Pak Pranoto sampaikan. Akh Bara tidak perlu merasa sangat terbebani dengan masalah itu, semua akan berakhir dengan baik, Insya Allah," ujar Vera dengan jelas.
Vera pun kembali melangkah ke dalam rumah, Bara baru berbalik saat sosok wanita itu sudah tak ada lagi di dekatnya. Ia tersenyum lega selama beberapa saat.
"Alhamdulillah," bisiknya.
* * *
BRAKKK!!!
"Kurang ajar!!! Bagaimana bisa mereka berdua malah balas menjebloskan Adisti ke penjara???"
Seorang pria begitu murka setelah mendengar berita kalau Adisti kini mendekam di penjara setelah Nata dan Bara menuntut balik atas laporan mengenai mereka berdua. Ia benar-benar tak menyangka kalau Nata dan Bara bisa terlepas dari jeratan hukum mengenai pelecehan seksual yang Adisti laporkan.
"Tunggu saja, mereka takkan berlama-lama berada di posisi aman. Mereka akan kubuat jatuh bersama-sama agar si tua bangka Akmal tahu diri kalau dia sudah tidak punya kuasa apa-apa lagi!" geramnya, penuh dendam.
* * *
Dahlia sudah menunggu-nunggu kedatangan putra dan keponakannya yang sejak semalam tidak makan. Wajahnya sangat khawatir setengah mati karena takut mereka kelaparan lalu jatuh sakit. Akmal sampai memperhatikannya yang terus saja berdiri di dekat tangga.
"Mau sampai kapan kamu menunggu kedua anak itu? Mereka sudah besar Lia, meskipun mereka tidak makan malam fisik mereka tidak akan goyah," ujar Akmal.
"Mau bagaimana lagi Pak? Saya ini seorang Ibu, tugas saya ya mengkhawatirkan anak-anak. Sekalipun mereka sudah dewasa, saya tetap tidak akan bisa melepas rasa khawatir yang ada di dalam hati saya," tutur Dahlia, polos.
Akmal tersenyum mendengar jawaban itu dari mulut Dahlia.
"Kamu itu persis seperti Almarhumah Ibu mertuamu. Istri saya itu paling tidak bisa kalau tidak mengkhawatirkan anak-anaknya. Sayang, dia tidak seperti kamu, di mana yang kamu khawatirkan sangat tahu kalau kamu akan khawatir jika mereka melakukan hal-hal di luar batas. Almarhumah istri saya hanya bisa khawatir dan tak pernah mendapat ketenangan kecuali dari Almarhum Danu," Akmal mengenang semuanya yang ia ingat.
"Pak, sudah. Bapak jangan pikirkan lagi yang sudah lewat. Toh Mas Bagas dan Mas Yoga sudah meminta maaf pada Bapak atas semua yang mereka pernah lakukan," saran Dahlia.
Akmal mengangguk-anggukan kepalanya seraya tersenyum. Nata dan Bara pun datang untuk sarapan bersama di rumah utama tak lama kemudian.
"Assalamu'alaikum," ujar mereka berdua.
"Wa'alaikumsalam," sahut Dahlia dan Akmal.
Dahlia pun segera menyiapkan piring untuk mereka berdua tanpa berlama-lama.
"Ayo, makan! Kalian berdua ini bandel sekali! Semalaman Ummi tunggu tapi tidak ada yang muncul untuk makan malam, keterlaluan!" omel Dahlia.
"Afwan Mi, aku dan Mas Bara kecapekan jadinya kami tidur lebih awal. Saat bangun sudah jam dua pagi, jadi kami hanya shalat tahajjud saja dan tidak berani membangunkan Ummi," jelas Nata.
"Iya Bibi, kami benar-benar tidak sengaja ketiduran setelah melewati stress karena masalah kemarin. Tolong jangan marah Bi," tambah Bara dengan wajah tak enak.
"Ya sudah, jangan diulangi lagi. Jangan buat Orangtua khawatir apalagi sampai tidak bisa tidur," ujar Akmal, mengingatkan.
"Iya Kek, Insya Allah," jawab mereka serempak.
Mereka pun melanjutkan makan dalam diam. Dahlia pergi ke dapur untuk memasukkan sambal baby cumi ke dalam kotak makan ukuran besar. Setelah selesai ia pun kembali ke ruang makan untuk menyerahkan kotak tersebut pada Nata.
"Tolong berikan ini pada Vini ya. Bilang sama dia, ini bisa dimakan untuk tiga hari jadi jangan lupa simpan dikulkas biar awet dan bisa dipanaskan," ujar Dahlia.
"Iya Mi, Insya Allah nanti aku akan sampaikan pada Vini," Nata menyimpan kotak itu di dekatnya.
Bara melihat ke segala penjuru seakan baru menyadari kalau rumah begitu sepi.
"Ukhti Haura dan Ukhti Vera kemana Bibi Lia?" tanya Bara.
"Kenapa? Kamu kangen? Sama yang mana?" sindir Akmal.
UHUKKK!!!
Bara pun tersedak saat menerima sindiran seperti itu dari Kakeknya sendiri. Nata menyodorkan segelas airputih pada Bara agar pria itu tak lagi tersedak. Dahlia dan Akmal pun tersenyum diam-diam melihat bagaimana reaksi Bara yang memperlihatkan kalau sindiran itu benar adanya.
"Oh..., jadi diam-diam kamu menaruh hati pada akhwat di rumah ini? Siapa? Ayo katakan, jangan dipendam-pendam nanti malah jadi penyakit," tanya Dahlia, ingin tahu.
Wajah Bara memerah luar biasa, ia melirik ke arah Nata untuk meminta bantuan. Namun Nata justru melihat jam tangannya untuk melarikan diri agar Bara bisa mengatakan yang sejujurnya.
"Nata pergi dulu ya Mi..., Kek..., sekalian mau kasih kotak ini dulu pada Vini," pamit Nata sambil mencium tangan Dahlia dan Akmal.
"Iya, hati-hati di jalan ya Nak," pesan Dahlia.
"Iya Mi, Insya Allah. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Setelah Nata benar-benar pergi, Dahlia dan Akmal pun kembali menatapnya dengan serius. Bara sadar betul kalau kali ini dirinya tak bisa melarikan diri dari Kakek dan Bibinya.
"Katakan, Vera atau Haura?" Akmal bertanya dengan tegas.
Bara benar-benar panas dingin di kursinya. Jantungnya berdebar-debar hebat karena harus menjawab pertanyaan itu, meskipun hatinya sudah tahu nama siapa yang harus ia sebut.
"Jawab saja Nak, kami tidak mungkin marah jika kamu akhirnya menentukan pilihan ingin menikahi seorang akhwat," bujuk Dahlia, lembut.
Kedua tangan Bara mendingin sampai ke ujung jari. Debaran jantungnya tak juga mau mereda.
"Ukhti Vera...," jawab Bara, mantap.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Qadarullah
Spiritual[COMPLETED] Menerima setiap takdir yang Allah berikan bukanlah perkara mudah bagi setiap manusia di dunia ini. Namun itulah yang dilakukan oleh Nata, sebagaimana yang selalu diajarkan oleh Ummi dan Almarhum Abinya sedari kecil. Namun ketika akhirnya...