26 | Jatuh Diperangkap Sendiri

232 28 7
                                    

Bara dan Nata memarkirkan mobil mereka masing-masing di depan Kantor Polisi untuk mengusut masalah pelaporan yang terjadi pada mereka berdua. Pranoto terus mendampingi mereka berdua selama kasus itu masih berlanjut.

Polisi memberikan catatan pelaporan tersebut pada Pranoto.

"Jadi seperti itu, wanita ini tiba-tiba datang melaporkan Bapak-bapak berdua kemarin. Jadi kami tentunya langsung menghubungi Pengacara kalian untuk mengonfirmasi pelaporan tersebut," ujar Hadi - Polisi yang menerima laporan dari Adisti.

"Maka dari itu kami berdua pun langsung datang ke sini Pak. Kami ingin menyerahkan bukti-bukti bahwa bukan kami yang melakukan pelecehan seksual terhadap Adisti. Malah justru sebaliknya, Adisti lah yang melakukan pelecehan seksual terhadap kami bahkan di depan Karyawati lain di kantor," ujar Nata seraya menyerahkan kotak yang di bawanya sejak tadi.

Hadi pun menerima kotak tersebut lalu meminta salah satu rekannya untuk memeriksa isi kotak yang Nata bawa menggunakan laptopnya. Tak lama berselang, Hadi sekaligus Nata dan Bara melihat isi dari rekaman yang ada di dalam kotak itu. Tanpa sepengetahuan siapaun di kantor, Nata sudah meminta Rio untuk memasangi kamera di balik plafon gedung kantor agar bisa memantau semua kegiatan tanpa ada yang terlewat. Kini, hasil rekaman kamera di balik plafon tersebut menjadi bukti yang kuat bahwa Adisti memang berbohong.

"Keterlaluan! Dia kemarin datang ke sini sambil menangis seakan-akan baru saja hampir diperkosa! Ternyata laporannya tidak ada yang benar," ungkap Hadi, kesal.

"Maka dari itulah Pak, kami berani datang sendiri ke sini untuk menghadapi laporan yang dia berikan pada Bapak," balas Nata.

Bara menggeram penuh kekesalan. Gara-gara wanita kurang ajar itulah Vera mungkin sudah berpikiran buruk terhadapnya sekarang. Nata dapat merasakan kemarahan yang tergambar jelas di wajah Bara. Ia merangkul pundak Kakak sepupunya dengan erat agar tak perlu merasa terbebani.

"Lalu bagaimana kelanjutan kasus ini Pak? Apa kedua klien saya ini bisa menuntut balik saudari Adisti sekarang?" tanya Pranoto.

"Ya, tentu saja bisa. Hal ini justru akan sangat berbahaya jika dibiarkan begitu saja. Nanti-nanti dia bisa saja berusaha melaporkan lagi dan mungkin saja saat itu kalian tidak.akan punya bukti seperti ini," jawab Hadi.

"Jadi, apa yang sekarang akan kita lakukan Pak agar dia tertangkap atas kebohongannya?" tanya Bara, yang sudah tak sabar ingin melihat Adisti termakan oleh ulahnya sendiri.

"Baiklah, begini. Saya akan meminta saudari Adisti untuk datang ke kantor sekarang juga. Kami akan memintanya duduk di ruang intetogasi dan mengulangi apa yang dia katakan kemarin. Setelah itu, barulah kita perlihatkan bukti-buktinya agar dia tertangkap basah dalam memberikan laporan palsu dan mencemarkan nama baik Bapak-bapak ini," saran Hadi.

Pranoto menatap Nata dan Bara seakan ingin mereka menyetujui saran dari Hadi.

"Kalau begitu kami menyerahkan semuanya pada Bapak," putus Bara.

Hadi pun meminta salah satu Polisi lain untuk mengantar Bara, Nata dan Pranoto ke ruangan berbatas kaca. Mereka membaca nama ruangan itu dan tahu betul di sanalah mereka akan melihat bagaimana Adisti saat diinterogasi.

Bara menghubungi Rio.

"Bagaimana Pak Rio? Ada indikasi kalau orang lain ikut bekerja sama dengan dia untuk menjebak saya dan Adik saya?" tanya Bara.

"Sayangnya tidak ada Pak Bara. Sepertinya Adisti memang melakukan semua itu sendirian," jawab Rio.

"Baiklah Pak, hubungi saya jika ada hal yang penting."

"Baik Pak Bara.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Hampir satu jam mereka menunggu, dan akhirnya sosok Adisti benar-benar muncul di ruang interogasi bersama Hadi yang seakan-akan ingin mendengar lagi laporan dari wanita itu. Bara terlihat sudah siap ingin meledakkan amarahnya, namun Nata menahannya demi keberhasilan mereka untuk menyelesaikan semuanya.

"Bu Adisti, bisa tolong diceritakan ulang mengenai laporan yang anda sampaikan kemarin mengenai peleceham seksual yang dilakukan oleh Bapak Nata Brawijaya dan Bapak Bara Brawijaya," pinta Hadi.

Adisti mulai memasang ekspresi sedihnya seperti yang Hadi bilang tadi. Bara terlihat sangat muak dengan akting wanita itu.

"Jadi awalnya dimulai waktu Bapak Nata Brawijaya mulai menjabat Pak. Saya diminta untuk melaporkan hasil pekerjaan saya ke ruangannya, tapi saat saya berada di ruangannya dia meminta saya untuk membuka kancing baju saya Pak. Dia mengancam akan memecat saya jika saya tidak memenuhi apa yang dia minta," ujar Adisti.

"Lalu? Anda membuka kancing baju anda di depan Bapak Nata?" tanya Hadi lagi.

"Iya Pak, saya terpaksa melakukannya demi agar saya tidak di pecat," jawab Adisti, sangat meyakinkan.

"Lalu bagaimana kasusnya dengan Bapak Bara?"

"Pak Bara berbeda lagi Pak. Dia dengan sengaja memancing saya agat melakukan hal tidak senonoh di depan Karyawati lain yang seruangan dengan saya. Dan saat saya tidak mau dia langsung memecat saya pada saat itu juga Pak. Saya benar-benar merasa direndahkan oleh mereka berdua. Saya sakit hati Pak."

Adisti menangis tergugu seakan-akan benar bahwa dia adalah korban. Hadi pun menutup catatannya dan meminta Polisi yang mendampinginya sejak tadi untuk memperlihatkan bukti yang Nata bawakan pada Adisti.

Kedua mata Adisti pun terbelalak seketika saat melihat apa yang ditunjukkan oleh Hadi padanya.

"Pak Nata, ini laporan hasil pekerjaan saya yang harus Bapak periksa," ujar Adisti di dalam video tersebut.

"Ya. Taruh saja di situ dan kamu boleh mundur kembali. Jangan mendekat ke sini, saya melarang keras wanita manapun mendekat ke meja saya kecuali Ibu kandung saya," perintah Nata, tegas.

Adisti pun meletakkan map yang dipegangnya ke atas meja. Tak lama kemudian, saat Nata tengah memeriksa laporan itu Adisti terlihat tiba-tiba membuka kancing bajunya dengan sukarela.

"Pak Nata," goda Adisti, "apakah Pak Nata mau bermain sebentar bersama.saya? Saya bisa menemani Bapak jika Bapak menginginkan," tawar Adisti yang begitu terdengar jelas.

"ADISTI!!! APA-APAAN KAMU???" bentak Rio yang ternyata ada di ruangan itu.

Nata terlihat sangat kaget dan berbalik mengarah ke tembok bagian belakang mejanya karena takut melihat hal yang tidak-tidak. Adisti pun buru-buru mengancingkan kembali bajunya.

Hadi pun mematikan rekaman itu dan menatap ke arah Adisti yang sudah memucat di tempatnya.

"Saya rasa tidak perlu saya memutarkan video selanjutnya mengenai Bapak Bara Brawijaya. Saya sudah tahu pasti apa yang terjadi saat itu dan jelas tidak seperti yang anda ceritakan tadi," ujar Hadi.

Hadi menatap rekannya.

"Borgol dia! Dia ditangkap karena tuntutan balik dari Bapak Nata Brawijaya dan Bapak Bara Brawijaya atas fitnah dan juga pencemaaran nama baik yang dia lakukan!" tegas Hadi.

"Tidak! Saya tidak mau dipenjara! Saya tidak mau!" Adisti berusaha melawan.

Tangan Adisti berhasil diborgol oleh Polisi. Ia digiring keluar dari ruang interogasi meskipun dia masih saja melawan agar bisa melepaskan diri. Nata dan Bara menatapnya dengan dingin saat mereka keluar dari ruangan di samping ruang interogasi, Adisti tak percaya kalau dirinyalah yang justru masuk ke dalam perangkap kedua Cucu keluarga Brawijaya.

"Sudah Mas, jangan lagi dijadikan beban pikiran. Semua sudah selesai dan dia tidak akan bisa lagi mengusik hidup kita," ujar Nata.

"Ya, tapi bagaimana dengan dia? Apakah dia benar-benar takkan berpikiran buruk tentangku?" batin Bara yang masih kalut.

* * *

QadarullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang