3 | Memberi Mimpi Indah

465 54 22
                                    

Dokter Ema telah selesai memeriksa kondisi Haura dan memberinya obat. Dahlia menatapnya dengan kedua mata yang basah karena airmata. Nata merangkul Ibunya agar tenang.

"Keadaannya mengkhawatirkan Ukhti Lia, sangat mengkhawatirkan. Dia kekurangan gizi, itulah penyebab tubuhnya sangat kurus. Memar di lehernya juga akan berakibat buruk jika terus dibiarkan. Kita harus merawatnya secara intensif," saran Dokter Ema.

"Apakah harus ke rumah sakit Ukhti Ema? Apakah dia tidak bisa dirawat di rumah saja agar saya bisa memantaunya?" tanya Dahlia.

"Bisa, hanya saja kamu harus menyiapkan perawat pribadi agar kebutuhan medisnya terpenuhi," jawab Dokter Ema.

Dahlia menatap ke arah Akmal, ia berharap mertuanya akan menyetujui saran itu.

"Panggilkan saja kalau memang dibutuhkan. Telepon Pranoto agar dia bisa mencarikan perawat yang bagus dan terpercaya," ujar Akmal.

"Baik Kek," Nata pun langsung menelepon Pranoto seperti yang Kakeknya sarankan.

Dokter Ema kembali menatap Dahlia.

"Saya akan ke sini terus untuk memantau kondisinya. Ini obat yang harus dia minum setelah makan, tiga kali sehari," Dokter Ema menyerahkan sebungkus obat untuk Haura pada Dahlia.

"Syukron Ukhti Ema, afwan karena saya tiba-tiba menelepon malam-malam seperti ini," ungkap Dahlia.

Dokter Ema tersenyum dari balik niqob-nya.

"Jangan pernah merasa sungkan Ukhti Lia, kita ini teman seperjuangan sejak remaja, jadi kamu sudah saya anggap seperti keluarga sendiri. Kalau ada apa-apa, telepon saya segera, jangan ragu-ragu," balas Dokter Ema, tulus.

Dahlia pun memeluk sahabatnya dengan erat. Dokter Ema berusaha untuk menenangkannya, ia tahu kalau Dahlia sangat terguncang dengan kondisi gadis bernama Haura yang baru saja diperiksanya.

Ketika Dokter Ema pulang, Nata membawa Kakeknya ke kamar untuk beristirahat usai menelepon Pranoto. Dahlia meminta tolong pada Bi Inah untuk menggantikannya membersihkan meja makan dan piring-piring kotor karena ia harus menemani Haura agar tak sendirian di kamarnya.

Haura terbangun saat Dahlia baru saja selesai shalat Isya', Dahlia pun tersenyum ke arahnya sehingga Haura bisa melihat wajah Dahlia dengan jelas karena sedang tak memakai niqob.

"Kamu terbangun sayang? Mau shalat Isya'?" tanya Dahlia.

Haura menganggukan kepalanya.

"Sini Ummi bantu sayang, kita ke kamar mandi dulu untuk berwudhu ya."

Haura berjalan pelan dalam rengkuhan Dahlia yang lembut menuju ke kamar mandi untuk berwudhu. Dahlia terus membimbing gadis itu agar rasa takut yang terus menderanya menghilang perlahan-lahan dan berganti menjadi rasa percaya bahwa takkan ada lagi yang menyakitinya.

Usai Haura shalat, Dahlia kembali membaringkan gadis itu di tempat tidur. Ia menemaninya sambil membaca Al-Qur'an di sampingnya agar jiwa Haura merasa tenang dan nyaman. Haura terus memperhatikan wajah Dahlia yang cantik berseri. Wajah itu membuatnya merasa tenang.

Tok..., tok..., tok...!!!

Suara ketukan pintu menghentikan bacaan Al-Qur'an yang Dahlia lantunkan. Haura yang hampir tertidur pun kembali membuka matanya dengan sempurna.

"Tunggu sebentar, saya pakai niqob dulu," ujar Dahlia.

Suara ketukan itu pun berhenti, Dahlia beranjak dari sisi tempat tidur Haura menuju ke arah pintu. Ia tak membuka pintunya dengan lebar karena Nata lah yang berdiri di depan pintu itu.

"Mi, Kakek sudah tidur. Aku ke rumah sebelah untuk istirahat ya. Kalau waktu subuh tiba aku akan ke sini lagi," ujar Nata.

Haura mendengar suaranya dengan jelas, hatinya tiba-tiba merasa sangat tersentuh hingga airmata menggenang di pelupuk matanya.

"Mengapa dia benar-benar mau bertukar posisi denganku? Dia bahkan tidak mengenalku, tapi bersedia mengalah untuk memberi kenyamanan padaku? Kenapa Ya Allah?" tanya Haura, dalam hati.

"Ya sudah, tapi apakah tidak apa-apa kamu tidur di rumah sebelah padahal Ummi belum membersihkan di sana?" tanya Dahlia.

Nata tersenyum.

"Tidak apa-apa Mi, nanti biar aku yang bereskan dan bersihkan semuanya. Ummi di sini saja jaga Kakek dan Haura," jawab Nata.

Dahlia tersenyum dari balik niqob-nya sambil mengusap kepala putranya dengan lembut.

"Sifat kamu itu sama persis dengan Almarhum Abimu. Ummi jadi rindu pada Abimu setiap kali melihatmu," ungkap Dahlia.

"Mi, Abi sangat mencintai Ummi, karena Ummi adalah istri satu-satunya yang paling Shalehah. Aku tahu Ummi rindu pada Abi, aku sangat berterima kasih atas kesabaran Ummi yang memutuskan untuk terus mencintai Abi sampai akhir hayat Ummi nanti. Insya Allah Ummi akan dipertemukan lagi bersama Abi di surga nanti oleh Allah," ujar Nata.

"Amiin yaa rabbal 'alamiin. Ummi juga sangat mencintaimu Nak, kamu adalah kenangan terbaik yang Abi tinggalkan untuk Ummi. Insya Allah, suatu hari nanti kamu akan mendapatkan pendamping terbaik yang Allah kirimkan ke dalam hidupmu."

Haura berbalik sehingga ia berbaring menatap ke arah dinding berwarna putih. Airmatanya luruh mendengar do'a yang begitu tulus dari Ibu kepada anaknya dan anak kepada Ibunya. Hatinya terasa sangat sakit dan perih jika teringat dengan hidupnya selama sepuluh tahun terakhir. Ia bahkan tak bisa melihat jasad Ibunya untuk yang terakhir kali kala Ibunya meninggal dunia.

"Ibu, Haura rindu sama Ibu. Apakah Ibu juga akan mendo'akan yang terbaik untuk Haura jika Ibu ada di sini?" bisiknya.

Dahlia menyentuh bahu Haura yang bergetar karena menangis.

"Tentu sayang, Almarhumah Ibumu akan mendo'akan yang terbaik untukmu jika beliau masih ada di dunia ini. Kamu jangan bersedih dan meratapi kepergiannya. Meratapi kepergian orang yang sudah meninggal hanya akan menambah beban baginya. Kamu hanya perlu mendo'akan Ibumu agar Allah menerima semua amal baiknya semasa hidup di dunia ini, dan juga agar Allah menghapus semua dosa-dosanya. Karena amal yang tidak akan terputus bagi orang yang sudah meninggal adalah do'a dari seorang anak yang shalehah," tutur Dahlia seraya tersenyum pada Haura.

Ia mendekat untuk mengecup kening gadis itu dengan hangat.

"Jangan bersedih lagi ya, sekarang kamu punya Ummi. Kalau kamu merasa tidak nyaman tinggal katakan, kalau kamu merasa ada yang tidak beres juga katakan. Jangan lagi memendam semuanya sendiri, kamu tidak sendirian sekarang."

"Terima kasih Mi," ungkap Haura.

"Afwan sayang. Sekarang istirahat ya, Ummi mau periksa dulu semua pintu dan juga memeriksa kondisi Kakek."

Haura mengangguk patuh pada apa yang Dahlia pinta. Dahlia menyelimuti tubuh gadis itu dan membiarkannya istirahat agar bisa segera pulih dari keadaannya yang memperihatinkan. Sekali lagi, Dahlia mengecup kening gadis itu.

"Berdo'a sayang."

"Bismillahirrahmannirrahim, bismika allahumma ahyaa wa bismika amuut," ucap Haura, lirih.

"Insya Allah kamu akan tidur nyenyak malam ini."

* * *

Bi Inah memperhatikan Dahlia yang baru saja keluar dari kamar yang kini di tempati oleh Haura. Ia sangat tak habis pikir mengapa Dahlia bisa menerima Haura begitu saja tanpa berpikir atau bertanya-tanya.

"Ya Allah, seandainya Nyonya Lia tahu kalau Haura itu adalah putri dari sahabatnya, apa yang akan terjadi pada Tuan Bagas?" batin Bi Inah.

* * *

QadarullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang