Dahlia menatap Haura dan Vera yang baru saja pulang dari tempat praktek Dokter Ema yang tidak bisa datang ke rumah hari itu. Ia memeriksa hasil pemeriksaan leher Haura yang sempat dipasangi penyangga agar bisa sembuh total.
"Alhamdulillah akhirnya putri Ummi sembuh total. Tapi ingat, kamu harus tetap ikut sesi terapi untuk mengatasi trauma yang pernah terjadi di dalam hidupmu. Nak Vera akan terus mendampingimu jika Ummi sedang tidak sempat," ujar Dahlia.
Haura pun tersenyum ke arah Dahlia dari balik niqob-nya.
"Baik Mi, Insya Allah aku tidak akan pernah absen untuk melakukan terapi," janji Haura.
Dahlia pun kini menatap ke arah Vera yang duduk di hadapannya.
"Nak Vera, ada yang ingin saya tanyakan padamu jika diperbolehkan," Dahlia memulai.
Vera pun tersenyum.
"Tentu Nyonya Lia, silahkan tanyakan saja."
"Begini, tadi pagi Bara mencarimu."
Deg!!!
Wajah Vera pun memucat seketika, kegelisahan merayapi hatinya tanpa tahu apa alasannya.
"Ada apa ini? Kenapa Akh Bara tiba-tiba mencariku?" batinnya.
"Saat saya dan Kakeknya bertanya sekaligus mendesak ada apa dan kenapa dia mencarimu, akhirnya dia mengatakan dengan jujur pada kami bahwa dia ingin mengkhitbahmu untuk menikah dengannya dan menjadikanmu istrinya," jelas Dahlia.
Vera pun segera berpura-pura merapikan berkas hasil pemeriksaan milik Haura tadi untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah luar biasa setelah Dahlia menyampaikan khitbah dari Bara untuknya. Haura pun sangat tahu kalau Vera akan mengalihkan topik pembicaraan, jadi ia pun langsung menarik pelan berkas pemeriksaannya dari tangan Vera, agar Vera tak punya alasan untuk lari.
"Ekhm..., aku ke dapur dulu ya Mi. Bi inah pasti butuh bantuan," pamit Haura sambil menahan senyumnya ke arah Vera.
Vera tahu betul betapa jahilnya Haura ketika sedang kumat, dan di saat seperti inilah ia tak mengharapkan kejahilan itu kumat dengan tiba-tiba. Dahlia pun memberi izin pada Haura untuk meninggalkan ruang keluarga, lalu kembali fokus pada Vera yang kini tak bisa lari dari Dahlia.
"Jadi bagaimana Nak Vera? Apakah Nak Vera akan memberikan jawaban atas khitbah dari Bara kepada saya atau Nak Vera akan menyampaikan sendiri jawaban itu pada Bara secara langsung?" tanya Dahlia seraya tersenyum bahagia.
Vera masih saja tak tahu harus memberikan jawaban apa pada Dahlia. Ia benar-benar kebingungan setengah mati, karena dalam seumur hidupnya ia tak pernah menghadapi situasi di mana seorang pria mengajukan khitbah untuk menikahinya. Bahkan Almarhumah Ibunya pun tak pernah mengatakan padanya kalau saat-saat seperti ini akan datang ke dalam hidupnya.
"Nak Vera, jika ada pria shaleh yang mengkhitbahmu dan kamu tahu persis kalau dia tidak akan mempermainkan ikatan pernikahan, maka kamu harus mempertimbangkannya dengan baik. Kalau saat ini kamu masih ragu atau merasa tidak yakin akan khitbah tersebut, lakukanlah shalat istikharah dan mintalah petunjuk kepada Allah agar hatimu menjadi yakin untuk menerima atau menolak," saran Dahlia.
"Sa..., saya bukannya ragu atas khitbah yang Akh Bara sampaikan pada Nyonya Lia dan Tuan Besar. Saya tahu kalau dia mungkin sangat serius ketika menyampaikannya. Tapi, saya merasa malu terhadapnya. Dia sudah sangat baik dengan terus-menerus membantu saya dan juga Vini. Jika bukan karena pertemuan tak terduga antara saya dan Akh Bara waktu itu, mungkin Vini masih tinggal di tempat yang tidak layak dan dia takkan pernah mendapatkan perhatian dari Nyonya Lia seperti mendapat perhatian dari Ibu kandung sendiri," Vera mengungkapkan rasa malunya dengan jujur.
Wanita itu menangis sambil menundukkan kepalanya karena malu.
"Saya takut Nyonya, saya takut akan penilaian orang lain jika saya menerima khitbah itu. Saya tidak mau mencoreng nama baik Akh Bara dengan membuatnya menikahi wanita yang bukan siapa-siapa seperti saya."
Dahlia pun berpindah tempat duduk menjadi di samping Vera. Ia merangkul wanita itu dengan sangat lembut dan hangat.
"Nak, kita semua ini memang bukan siapa-siapa. Kita semua hanya manusia biasa dan derajat kita sama. Apa yang membuatmu merasa malu untuk menerima niat baik seorang ikhwan yang shaleh seperti Bara? Status keluargamu? Apakah Allah pernah menilai hamba-Nya dari status keluarga yang ia miliki? Apakah Allah pernah membeda-bedakan mana yang terhormat dan mana tidak terhormat? Apakah Allah menimbang seorang hamba dari kaya atau miskinnya? Tidak Nak..., tidak sama sekali! Allah hanya menilai seorang hamba dari baik dan buruk amal perbuatannya selama hidup di dunia. Allah tidak peduli kaya ataupun miskin, Allah tidak peduli terhormat atau tidak terhormat, Allah hanya peduli pada amal perbuatan," jelas Dahlia.
Ia menangkupkan kedua tangannya di wajah Vera agar wanita itu tidak lagi merasa rendah diri.
"Jadi, jangan pernah kamu pedulikan penilaian seorang manusia di luar sana. Kamu hanya perlu penilaian dari Allah untuk meraih bahagia di dalam hidupmu yang sesuai dengan jalan-Nya. Sekarang, cobalah untuk shalat istikharah dan meminta jawaban pada Allah atas khitbah yang Bara ajukan terhadapmu. Saya dan Kakeknya mendukung apapun yang akan kalian putuskan nanti. Insya Allah kami takkan pernah mengungkit mengenai siapa kamu sebelumnya, kami takkan pernah menyakiti hatimu," janji Dahlia.
Akmal mendengarkan dari balik dinding pemisah antara ruang keluarga dengan ruang tengah. Ia menyeka airmatanya sendiri ketika mengingat bagaimana dulu dirinya yang begitu menentang pernikahan Danu dan Dahlia hanya karena penilaian orang lain yang selalu menyebut kalau Dahlia hanyalah seorang wanita dari tempat terhina sehingga dia tak bisa setara dengan status keluarga Brawijaya.
"Nyatanya, wanita yang selalu dikatakan hina oleh orang lain ini justru jauh berbeda dengan wanita yang mengaku kalau dirinya terhormat. Bara bukanlah putranya, tapi dia tetap mengurusnya seperti putranya sendiri," ujar Akmal, penuh sesal.
Bagas yang tengah duduk di samping Ayahnya pun ikut menyesali semua yang sudah lewat. Ia menyesal karena tak membujuk Akmal untuk menoleh pada Danu yang benar-benar tak pernah menuntut apapun dari keluarga selama hidupnya. Kini, ketika putranya memilih seseorang dan ingin menikahinya, justru yang paling antusias adalah Adik Iparnya yang dulu tak pernah diakui sebagai menantu di dalam keluarga Brawijaya.
"Aku juga menyesalinya Pa. Aku menyesal karena tak mengulurkan tanganku pada Almarhum Danu saat dia membutuhkan pertolongan ketika sakit. Malah justru Bara yang mengulurkan tangannya pada Dek Lia dan juga Nata di saat-saat sulit yang mereka lalui," sesal Bagas.
Akmal menatapnya.
"Maka dari itu, jangan pernah kamu lakukan apa yang Papa lakukan dulu pada Dahlia. Terimalah siapapun wanita yang dipilih oleh putramu. Selama dia adalah wanita yang shalehah, maka jangan pernah kamu menghalang-halangi niat baik Bara untuk mempersuntingnya menjadi istri. Insya Allah, Bara tidak akan melalui jalan yang salah seperti yang pernah kita berdua lalui," pesan Akmal.
Bagas menganggukan kepalanya.
"Aku akan mengingatnya Pa, aku akan mengingatnya dengan baik selama sisa hidupku. Insya Allah," janji Bagas.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Qadarullah
Espiritual[COMPLETED] Menerima setiap takdir yang Allah berikan bukanlah perkara mudah bagi setiap manusia di dunia ini. Namun itulah yang dilakukan oleh Nata, sebagaimana yang selalu diajarkan oleh Ummi dan Almarhum Abinya sedari kecil. Namun ketika akhirnya...