Bara tiba di kantor, beberapa staff menyapanya dengan perasaan was-was seakan mereka takut akan sesuatu. Namun pria itu berusaha untuk tetap tenang. Ia masuk ke dalam ruangan yang di tunjukkan oleh Rio - sekretaris Nata sebelumnya.
"Jadi Pak Bara, hal baru apa yang akan Pak Bara terapkan sebagai pimpinan kantor yang baru?" tanya Rio.
"Saat Pak Nata menjabat apa saja yang dia terapkan?" Bara bertanya balik.
"Pak Nata menerapkan jam kerja di mulai pukul tujuh, istirahat untuk shalat dzuhur dan ashar apabila telah masuk waktu shalat, karyawan dan karyawati di pisah ruang kerja seperti yang Pak Bara lihat tadi, dan juga karyawati tidak boleh berpakaian terbuka serta wajib memakai hijab," jawab Rio, lengkap.
Bara mengangguk-anggukan kepalanya.
"Bagus. Tambahkan saja sedikit dari saya, tidak boleh ada karyawati yang masuk ke ruangan saya meski untuk melaporkan hasil pekerjaan. Mereka hanya boleh melapor pada saya melalui video call di luar ruangan," ujar Bara.
"Baik Pak, akan segera saya umumkan peraturan tambahan yang Bapak berikan," balas Rio.
"Oh ya, Nata bilang pada saya tadi pagi ada beberapa berkas yang harus saya periksa mengenai kerjasama proyek dengan perusahaan Haradita Karya. Tolong bawakan berkasnya dan minta siapapun yang bertanggung jawab dalam proyek itu menghadap saya di ruangan ini jika dia adalah pria," pinta Bara.
"Baik Pak Bara."
Rio pun keluar dari ruangannya lalu segera menambahkan satu peraturan baru yang Bara berikan tadi pada kertas yang akan dicetaknya. Setelah itu ia memasangnya di dinding menggantikan peraturan yang Nata buat sebelumnya. Beberapa Karyawati berkumpul untuk membaca peraturan tambahan tersebut.
"Yah! Kirain mau ada perubahan biar kita nggak perlu terpisah ruang kerja sama cowok-cowok ganteng di ruangan sebelah! Ternyata sama saja dengan peraturan dari Pak Nata sebelumnya! Cih! Protes yuk, biar sadar itu Bos baru kalau kita nggak suka dengan peraturannya," gerutu Adisti sambil mengajak yang lain.
"Haruskah saya tambahkan di sana peraturan dilarang bergosip dan dilarang menggerutu pada atasan???" tanya Bara yang baru saja akan memeriksa para karyawan dengan nada suara yang tinggi.
Beberapa Karyawati lainnya yang hanya ikut melihat peraturan di dinding segera berhamburan kembali ke meja mereka masing-masing. Adisti hanya diam saja dengan santai tanpa peduli Bara akan marah padanya atau tidak.
"Siapa nama kamu?" tanya Bara.
"Kenapa Pak? Bapak naksir sama saya karena saya cantik sehingga menanyakan nama saya?" Adisti sangat percaya diri memberikan pertanyaan balik pada Bara.
"Pak Rio!" panggil Bara.
"Iya Pak Bara?" Rio mendekat.
"Siapa nama Karyawati ini?" tanya Bara lagi.
"Namanya Adisti Bianika Pak," jawab Rio.
"Hmm..., pecat dia!" tegas Bara.
Adisti pun kehilangan senyumannya seketika itu juga setelah mendengar apa yang Bara perintahkan pada Rio. Bara pun menatap ke arah Karyawati lain namun bukan pada wajah mereka.
"Peraturan ini dibuat oleh Pak Nata dan saya agar bisa melindungi kehormatan kalian sebagai wanita. Kalian memang pekerja di sini, tapi bukan berarti kalian harus kehilangan kehormatan karena pekerjaan. Saya menerima protes, apapun bentuk protes itu. Kecuali protes yang menyangkut dengan peraturan ini, saya tidak akan terima. Kalian tidak suka dengan peraturan ini? Silahkan keluar dari perusahaan ini!" Bara memberi peringatan.
"Baik Pak Bara!!!" jawab semua Karyawati yang ada di ruangan itu.
Bara pun berbalik pergi meninggalkan Adisti begitu saja tanpa mau melihat wajahnya lagi. Rio mendekat.
"Bereskan barang-barang kamu, siang ini juga kamu sudah digantikan dengan orang baru!" tegas Rio.
Adisti benar-benar tak menyangka kalau pemecatan itu nyata untuk dirinya. Nata ataupun Bara ternyata sama saja kerasnya dalam urusan perempuan. Mereka tidak sama dengan pemimpin sebelumnya yang mudah sekali tergoda akan kecantikan yang ia miliki.
"Awas kamu Nata, Bara, aku akan kembali dan membuat kalian berdua menyesal karena telah membuatku menderita seperti ini!" geram Adisti sambil membereskan barang-barangnya dari meja.
Bara kembali ke ruangannya dan segera menghubungi Nata yang sedang berada di pesantren.
"Assalamu'alaikum Mas Bara. Bagaimana hari pertama Mas di kantor? Apakah Mas keberatan dengan peraturan yang kubuat sebelumnya?" tanya Nata.
Bara terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Nata memang selalu begitu, hobi memberondonginya dengan segudang pertanyaan apabila ia menelepon.
"Wa'alaikumsalam Dek, satu-satu dong tanyanya," balas Bara, setengah menyindir.
Nata ikut terkekeh di seberang sana.
"Afwan Mas, aku suka penasaran kalau Mas Bara telepon. Rasanya aku pengen sekali mendengar Mas Bara bercerita panjang lebar," ungkap Nata, jujur.
"Kalau begitu kamu diam di sampingku saja terus Dek, biar aku nggak perlu repot cerita panjang lebar ke kamu dan kamu nggak perlu menghujaniku dengan segudang pertanyaan," saran Bara.
"Kalau aku di samping Mas Bara terus, nanti Mas Bara rugi," ujar Nata.
"Rugi kenapa?" Bara kebingungan.
"Mas akan rugi besar kalau aku ada di samping Mas Bara terus, karena nanti nggak akan ada yang kangen sama Mas Bara. Kalau aku jauh kan enak, Mas Bara bisa merasakan bagaimana rasanya dirindukan," jawab Nata, kocak.
"Astaghfirullah hal 'adzhim!!! Hush!!! Na'udzubillah, aku nggak butuh dikangenin sama kamu Dek!!!" balas Bara, sama kocaknya.
HAHAHAHAHA!!!
Nata pun tertawa tak tertahankan. Bara jelas ikut-ikutan menertawai apa yang mereka bicarakan.
"Oh ya, aku mau kasih tahu kamu kalau aku baru saja memecat salah satu Karyawati bernama Adisti Bianika. Aku menambakan satu peraturan pada peraturan yang sudah kamu buat, dan dia dengan terang-terangan protes terhadap peraturan itu sekaligus berusaha mempengaruhi Karyawati lain untuk ikut protes," jelas Bara, memberitahu Nata.
"Alhamdulillah Ya Allah, akhirnya dia dipecat juga," Nata mengucap syukur.
"Loh, kenapa kamu senang sekali?" Bara kebingungan.
"Begini loh Mas, Karyawati atas nama Adisti Bianika itu juga sempat membuat masalah waktu aku pertama menjabat. Mas benar sekali, dia itu provokator dan sering mempengaruhi Karyawati lain di perusahaan. Dan..., jujur saja, aku sangat tidak suka dengan kelakuannya. Waktu itu dia dengan terang-terangan menggodaku saat akan menyerahkan laporan hasil kerjanya, dia hampir membuka semua kancing bajunya kalau saja Rio tidak ada di ruanganku dan membuatnya kaget. Aku pasti kena fitnah kalau saat itu aku sendirian," jelas Nata, sangat blak-blakan.
"Astaghfirullah hal 'adzhim, pantas saja firasatku sudah tidak enak waktu mendengar kata-katanya padaku tadi. Kata-katanya menggambarkan seakan-akan dia sedang menawarkan dirinya padaku di hadapan semua Karyawati lain Dek. Padahal awalnya aku hanya mau memberi dia surat peringatan saja, tapi karena dia memberikan jawaban yang tidak kusuka maka aku langsung memutuskan untuk memecatnya."
"Bagus Mas! Keputusan yang Mas Bara buat adalah keputusan yang paling tepat. Mas nggak perlu takut salah, karena kehadiran Karyawati itu memang sangat berbahaya bagi nama baik Mas Bara," dukung Nata.
"Syukron Dek, aku benar-benar beruntung memiliki kamu yang selalu bisa memberikan aku masukan yang positif," Bara mengakui dengan bangga.
"Afwan Mas, aku juga merasa beruntung karena memiliki Mas Bara. Aku nggak akan bisa melanjutkan apa yang Abiku mau jika Mas Bara nggak ada," balas Nata.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Qadarullah
Spiritual[COMPLETED] Menerima setiap takdir yang Allah berikan bukanlah perkara mudah bagi setiap manusia di dunia ini. Namun itulah yang dilakukan oleh Nata, sebagaimana yang selalu diajarkan oleh Ummi dan Almarhum Abinya sedari kecil. Namun ketika akhirnya...