Pranoto sudah mempersilahkan penghulu untuk duduk di bawah naungan gazebo, tempat yang sama dengan tempat Bara melakukan ijab kabul di pernikahannya seminggu yang lalu. Tamu-tamu yang tadi siang dihubungi oleh Bara mulai berdatangan, kebanyakan dari mereka adalah orang-orang di kantor, orang-orang di pesantren, dan juga beberapa kerabat dekat keluarga Brawijaya.
Nata sudah siap untuk melaksanakan ijab kabul sore itu, Akmal ikut mendampinginya bersama Dahlia, Bara dan juga Bagas. Mereka tentunya mewakili Almarhum Danu yang tak bisa melihat putra semata wayangnya menikah hari itu. Vera menemani Haura yang sudah dirias oleh perias pengantin secara sederhana. Namun sesederhana apapun, Haura tetaplah terlihat sangat cantik.
"Masya Allah, begitu besar cinta dari Allah yang diberikan kepadamu melalui cahaya di wajah ini Ukhti Haura. Insya Allah, hidupmu akan menjadi seindah wajahmu setelah menikah dengan Akh Nata," ujar Vera.
"Amiin yaa rabbal 'alamiin," balas Haura dengan kedua mata berkaca-kaca.
Pranoto menatap ke arah Nata dengan penuh haru, ia benar-benar seakan merasa tengah menatap sosok Almarhum Danu ketika akan menikahi Dahlia dua puluh tahun yang lalu.
"Mas Danu, hari ini putramu akan mengikat keponakanku dalam sebuah pernikahan. Apa yang kamu impikan untuknya Insya Allah akan tercapai hari ini. Sekalipun Haura tetap tak tahu kalau aku adalah Pamannya, aku tetap ikhlas melepasnya karena dia akan berada di tangan yang tepat," batin Paronoto.
Penghulu pun berjabat tangan dengan Nata yang sudah siap untuk melakukan ijab kabul. Dahlia terus menatap putranya sambil menyeka airmatanya yang luruh begitu saja tanpa diminta. Akmal terus berdo'a semoga semuanya lancar sebelum Yoga dan Adisti tiba di rumah itu.
"Ya Allah, saya tahu kalau diri ini penuh dengan dosa. Namun jangan limpahkan dosa itu kepada keturunan saya. Biarlah saya sendiri yang menanggung dosa itu, jangan Cucu saya," batin Akmal.
"Bismillahirrahmannirrahim, saya nikahkan dan kawinkan ananda Nata Giandra Brawijaya bin Almarhum Danu Brawijaya dengan adinda Haura Haya Jauza binti Almarhum Arif Sulaiman Bahar, dengan mahar satu set perhiasan emas seberat dua puluh empat gram beserta seperangkat alat Shalat dan Al-Qur'an, dibayar tunai karena Allah ta'ala," ujar penghulu.
"Saya terima nikah dan kawinnya adinda Haura Haya Jauza binti Almarhum Arif Sulaiman Bahar, dengan mahar satu set perhiasan emas seberat dua puluh empat gram beserta seperangkat alat Shalat dan Al-Qur'an, dibayar tunai karena Allah ta'ala," jawab Nata, dalam satu tarikan nafas.
Penghulu pun segera meminta penyataan semua saksi yang ada di sampingnya.
"Sah?" tanyanya.
"Sah!" jawab para saksi, serempak.
"Alhamdulillah, sah!!!" putus penghulu.
"Alhamdulillahi rabbil 'alamiin."
Vera memeluk Haura dengan erat, mereka menangis bersama dalam kebahagiaan yang tak terhingga setelah ikatan pernikahan itu telah sah. Penghulu pun mengangkat kedua tangannya untuk berdo'a seusai ijab kabul.
"Bismillahirrahmannirrahim, Baarakallahu laka wa baarakaa alaika wa jama'a bainakumaa fii khoir. Semoga Allah memberkahi kalian, baik dalam keadaan suka maupun duka dan selalu mengumpulkan kalian berdua pada kebaikan. Amiin yaa rabbal 'alamiin."
"Amiin yaa rabbal 'alamiin."
Nata memeluk Dahlia dengan erat lalu mencium tangannya lama-lama untuk berterima kasih atas perjuangan Ibunya selama ini dalam membesarkan, mengurus, dan mendidiknya hingga dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Qadarullah
Spiritual[COMPLETED] Menerima setiap takdir yang Allah berikan bukanlah perkara mudah bagi setiap manusia di dunia ini. Namun itulah yang dilakukan oleh Nata, sebagaimana yang selalu diajarkan oleh Ummi dan Almarhum Abinya sedari kecil. Namun ketika akhirnya...