EPILOG

502 24 41
                                    

"Bagaimana? Apakah Paman sudah terlihat tampan?" tanya Yoga.

Vini menatapnya dengan tatapan aneh sekaligus sebal.

"Paman, apakah Paman yakin tidak ingin ganti baju? Di luar akan ada banyak sekali orang, dan kalau Paman tetap memaksa memakai baju itu maka akan jadi tontonan," ujar Vini, dengan segudang kepolosan yang ia miliki.

Yoga berkacak pinggang dengan raut wajah tak kalah sebal ke arah Vini.

"Kamu tahu tidak, dulu pakaian ini adalah pakaian terbaik yang pernah Paman pakai. Jika Paman ke kantor memakai baju ini, maka semua orang tahu kalau Paman telah tiba dan mereka akan langsung menunduk hormat di depan Paman," ujar Yoga, bangga.

Vini pun tertawa pelan dari balik niqob-nya.

"Apakah Paman yakin mereka semua menunduk untuk menghormati Paman bukan menertawai Paman diam-diam? Coba diingat-ingat lagi, siapa tahu, Paman hanya salah paham terhadap para pegawai Paman dulu," saran Vini sambil menyodorkan sepasang baju kemeja sederhana ke tangan Yoga.

Setelah mendengar apa yang Vini sarankan, Yoga pun kembali berpikir ulang sambil mematut dirinya di depan cermin selama beberapa saat.

"Uhm..., apa iya mereka menunduk untuk menertawai aku diam-diam?" gumamnya, seakan bertanya pada diri sendiri.

Vini masih berdiri di luar pintu kamar Yoga sambil menunggu pria itu selesai mengganti bajunya. Kalau Yoga masih saja tak mau mengganti bajunya, Vini sudah berencana akan mendorongnya ke kolam renang agar semua pakaian anehnya itu basah kuyup sekaligus dengan orangnya.

"Sejak kapan warna jas orange terang dan dasi berwarna hijau bisa dibilang bagus? Bukannya terlihat terhormat, semua orang akan melihatnya seperti badut," gumam Vini, stress dengan kelakuan Yoga.

Krekkk!!!

Pintu kamar itu kembali terbuka, kali ini sosok Yoga keluar dengan tampilan sederhana namun terlihat rapi dan tampan.

"Nah! Ini baru terlihat tampan! Percaya padaku, orang-orang akan menunduk penuh hormat pada Paman jika Paman tampil apa adanya seperti ini di luar sana," seru Vini, sambil mengacungkan kedua ibu jarinya di hadapan Yoga.

Yoga menyipitkan kedua matanya di balik kacamata yang selalu ia kenakan selama ini.

"Kamu yakin orang-orang akan berpikiran baik tentang Paman dengan penampilan begini? Bukankah akan terjadi yang sebaliknya?" Yoga benar-benar ragu.

"Ya Allah Paman Yoga, percayalah padaku. Aku tidak mungkin menyarankan pada Paman mengenai hal-hal yang tidak baik. Lagipula, kenapa semua orang harus memperhatikan Paman hari ini? Inikan hari resepsi pernikahan Ustadz Nata dan Kak Haura, tentu saja mereka yang akan jadi pusat perhatian para tamu undangan yang datang," jawab Vini, sekaligus menyindir.

Yoga tersenyum diam-diam.

"Paman sedang mencari jodoh, siapa tahu ada yang tertarik pada Paman jika Paman terlihat menarik," Yoga akhirnya mengakui.

Vini pun segera meraih Al-Qur'an yang ia temukan di laci lemari lantai atas semalam dan meletakkannya di tangan Yoga.

"Jika Paman ingin dapat jodoh yang baik, yang setia, yang tidak macam-macam dan hanya mencintai Paman karena Allah, silahkan perbaiki bacaan dan hafalan Al-Qur'an Paman! Jangan hanya bisa memperbaiki penampilan tapi tidak bisa memperbaiki akhlak! Mana ada akhwat shalehah yang mau berjodoh dengan Paman jika akhlak Paman sama sekali tidak diperbaiki???" perintah Vini, tegas.

Vini pun berlalu dari hadapan Yoga dan keluar lebih dulu ke tempat acara resepsi pernikahan Nata dan Haura dilaksanakan. Yoga sendiri masih mematung di tempatnya sambil menatap Al-Qur'an yang Vini serahkan padanya barusan.

"Ya Allah, darimana dia mendapatkan Al-Qur'an ini? Aku sudah mencarinya selama berhari-hari, tapi kenapa malah Vini yang menemukannya?" tanya Yoga, pada dirinya sendiri.

Ia membuka Al-Qur'an itu dan di dalamnya ada sebuah foto yang menunjukkan sosok yang begitu dirindukannya.

"Mama," bisiknya sambil menatap foto itu lekat-lekat.

Bagas mendekat pada Yoga setelah turun dari lantai atas. Ia melihat apa yang sedang Yoga pegang dan apa yang sedang Yoga tatap. Seketika, rasa bersalah itu kembali datang ke dalam hidup mereka berdua.

"Tumben kamu memegangi Al-Qur'an pemberian Mama? Ada apa? Kamu kangen?" tanya Bagas sambil duduk di samping Yoga.

"Vini yang meletakkan Al-Qur'an ini di tanganku, entah di mana dia menemukannya. Aku sudah mencari-carinya selama beberapa hari ini, tapi malah dia yang menemukan," jawab Yoga.

"Punyaku sudah kuberikan pada Bara dan Vera, dan setahuku punya Almarhum Danu ada pada Dek Lia dan Nata, mungkin sekarang akan diberikan pada Haura, karena Haura sudah menjadi istrinya Nata," ujar Bagas.

"Vini memberikan ini ke tanganku setelah aku bilang padanya bahwa aku sedang mencari jodoh. Dia bilang, jika aku ingin dapat jodoh yang baik, yang setia, yang tidak macam-macam dan hanya mencintai aku karena Allah, silahkan perbaiki bacaan dan hafalan Al-Qur'anku. Jangan hanya bisa memperbaiki penampilan tapi tidak bisa memperbaiki akhlak!" Yoga pun tertawa ringan, seakan sedang mengejek dirinya sendiri.

Bagas menepuk pundak Yoga beberapa kali.

"Kita baru saja bercerai dari mantan istri kita masing-masing Dek, wajar kalau Vini mengatakan hal seperti itu padamu. Dia tahu kalau kita bercerai karena mantan istri kita tidak pantas disebut istri, dia mendengar semuanya sejak tiba di sini dua hari yang lalu. Jangan tersinggung pada Vini, dia mungkin masih anak-anak, tapi dia jauh lebih tahu tentang bagaimana cara menghadapi hidup ini. Vera mengajarinya dengan baik, dan sekarang ditambah oleh Nata. Dia benar, mungkin kita harus memperbaiki akhlak terlebih dahulu sebelum mencari jodoh lagi," jelas Bagas.

"Ya, dan sepertinya aku harus belajar ulang. Aku benar-benar sudah lama tidak membaca Al-Qur'an sama sekali. Sejak aku merasa kecewa pada Niken aku mulai melupakan bahwa Allah itu ada," Yoga mengakui

"Sudah. Semua sudah berakhir, sekarang kita hanya perlu memulai yang baru."

"Iya Mas, aku mengerti," balas Yoga.

Bagas menghembuskan nafasnya dengan lega setelah menasehati Adiknya.

"Ayo, kita keluar dan melihat berjalannya acara resepsi hari ini. Kali ini mungkin takkan ada penceramah seperti Nata yang berceramah di pesta pernikahan Bara dan Vera, karena tidak mungkin Nata berceramah di acara pernikahannya sendiri," ajak Bagas.

Yoga terkekeh.

"Sayang sekali ya, padahal aku suka loh melihat dia ceramah. Video pernikahan Bara dan Vera jadi lebih meriah karena ceramahnya yang sejuk," balas Yoga.

Mereka berdua pun keluar dari dalam rumah dan segera berjalan menuju tempat para tamu ikhwan yang entah kenapa terdiam serempak dan menatap pada satu arah, yaitu ke arah panggung. Bagas dan Yoga pun melihat sosok Vini yang tengah berdiri di atas panggung itu untuk memberi ceramah pernikahan seperti yang pernah Nata lakukan untuk Bara.

"...hal ini bukan hanya harus dijalankan oleh pengantin yang baru menikah, tapi juga bisa dijalankan oleh para calon pengantin yang baru akan berniat menikah," ujar Vini sambil menatap ke arah Yoga dan Bagas.

Kedua pria itu pun segera menutup wajahnya serempak dengan tangan mereka masing-masing.

"Wah..., anak gadis yang satu ini benar-benar jago menyindir orang lain!" gemas Bagas.

"Ya, jago menyindir, dan sangat persis seperti kelakuan Kakak Iparnya!" tambah Yoga, tak segan-segan.

* * *

(TAMAT)

Ekstra part hari ini dipublish juga, tungguin ya 😊

QadarullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang