19 | Sisi Tersembunyi

237 26 2
                                    

Vera turun dari angkutan umum saat tiba di depan sebuah panti asuhan. Ia berjalan masuk, namun bukan menuju ke arah panti melainkan ke arah sebuah sekolah yang ada di samping panti tersebut. Di sana ia menunggu untuk menjemput seseorang.

"Kak Vera!!!" panggil seorang remaja cantik berusia dua belas tahun dengan suara yang penuh semangat.

Vera merentangkan kedua tangannya untuk menyambut remaja cantik yang sedang berlari ke arahnya. Mereka saling memeluk dengan erat penuh rasa rindu karena telah lama tak bertemu sejak Vera bekerja di rumah keluarga Brawijaya.

"Masya Allah, Kakak kangen sekali sama kamu Dek. Rasanya seperti sudah bertahun-tahun tidak bertemu," ungkap Vera dengan tulus.

"Aku juga kangen sama Kak Vera. Kapan kita bisa tinggal sama-sama lagi Kak? Aku takut tinggal di sini terus," tanya Vini.

Vera mengusap kepala Vini yang terbalut hijab besar seperti yang dipakainya. Ia tersenyum dengan wajah yang penuh beban, namun untungnya Vini tak melihat beban itu secara langsung karena wajah Vera tertutupi oleh niqob.

"Vini sabar ya, Insya Allah Kakak akan membayar lunas semua hutang-hutang yang Almarhum Bapak tinggalkan untuk kita, dan Insya Allah Kakak akan mengambil kembali rumah peninggalan Almarhumah Ibu yang digadaikan oleh Almarhum Bapak," janji Vera.

Vini pun menganggukan kepalanya lalu kembali memeluk Kakaknya dengan erat.

"Ayo, sekarang kita makan siang di luar ya. Sekalian Kakak mau belikan kamu hijab yang baru," ajak Vera.

"Belikan aku niqob juga..., aku mau juga pakai niqob seperti Kakak," rengek Vini.

Vera pun terkekeh pelan.

"Iya, iya, niqob juga," balas Vera, setuju.

Mereka pun segera menyetop sebuah angkutan umum lalu menuju ke sebuah pusat perbelanjaan di tanah abang.

Bara menyetir mobilnya saat keluar dari kantor pada jam makan siang. Ponselnya tetap aktif dengan mode loudspeaker selama Nata masih bertelepon dengannya.

"Yakin? Di tanah abang banyak sajadah yang kualitasnya bagus?" tanya Bara, ragu-ragu.

"Iya Mas, di sana banyak yg kualitasnya bagus-bagus. Mas mau sajadah apapun di sana ada. Sajadah khas Turki, sajadah khas India, sajadah khas Indonesia juga ada," jawab Nata.

"Sajadah khas Indonesia yang biasa kamu pakai di rumah maksudnya?"

"Iya, yang itu. Nah, Ummiku waktu itu belinya di tanah abang Mas dalam jumlah banyak, soalnya untuk para santri dan santriwati juga sekalian."

"Kalau dalam jumlah banyak begitu harganya pasti lebih murah, kan?"

"Sudah jelas. Pasar tanah abang kan memang pusatnya grosir terbesar di Indonesia, makanya harganya juga pasti jauh lebih murah daripada harga di pusat perbelanjaan lain."

"Oke, aku parkir dulu, nanti ku telepon lagi kalau sudah ketemu sajadahnya. Biar kamu bisa bantu pilih," ujar Bara.

"Baik Mas, aku tunggu teleponnya. Assalamu'alaikum," ujar Nata.

"Wa'alaikumsalam."

Bara pun memarkirkan mobilnya di pelataran parkir depan pasar tanah abang. Ia segera masuk ke dalam pasar modern itu dan mulai mencari toko yang menjual sajadah.

"Kak Vera, yang itu...," rajuk Vini.

"Iya, iya, yang itu. Sabar dulu ya, kan sedang diambilkan sama yang punya toko," ujar Vera.

QadarullahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang