Yoga menatap Vini yang kini sedang mengunyah apel yang telah dikupasnya. Wajahnya pucat akibat rasa sakit yang dirasakannya semalaman. Rasanya Yoga ingin sekali memarahinya karena tak mau mendengar, namun hatinya tak tega untuk melakukan itu.
Ustadzah Dian hendak masuk ke ruangan itu, namun keberadaan Yoga menghentikan langkah kakinya. Pria itu ternyata belum pulang, dia masih tetap barada di samping Vini untuk mengurusnya.
"Paman marah?" tanya Vini sambil menundukkan kepalanya dan menatap selimut.
"Tidak. Paman tidak marah," jawab Yoga.
"Tapi Paman Yoga sejak tadi diam saja, biasanya Paman kan bawel," ujar Vini.
Yoga ingin sekali tertawa mendengar apa yang Vini katakan tentang dirinya. Namun ia berusaha bertahan sekuat tenaga agar tak keceplosan tertawa di rumah sakit.
"Memangnya kalau Paman membawelimu sekarang, sakit perutmu akan sembuh? Kalau Paman bawel, nanti malah kamu yang bosan dan tidak mau Paman temani lagi," balas Yoga.
Ustadzah Dian membenarkan pendapat Yoga dalam hatinya. Pria itu seakan tahu betul bagaimana cara menangani situasi dan selalu berhati-hati agar tak membuat kesalahan.
Tok..., tok..., tok...!!!
Suara ketukan pintu membuat Yoga dan Vini menoleh bersamaan ke arah pintu. Sosok Ustadzah Dian terlihat oleh mereka berdua sedang menunduk menatap lantai.
"Assalamu'alaikum, afwan Akh Yoga, saya harus memeriksa kondisi Nak Vini," ujar Ustadzah Dina.
"Wa'alaikumsalam. Iya Dok..., eh..., Ukhti Dian, silahkan masuk. Saya akan keluar," balas Yoga, grogi.
Wajah Ustadzah Dian tentu saja kembali merona merah di balik niqob-nya saat melihat bagaimana tingkah Yoga yang begitu salah tingkah di hadapannya. Setelah Yoga keluar, Ustadzah Dian pun segera memeriksa kondisi Vini.
"Assalamu'alaikum, Nak Vini," sapa Ustadzah Dian.
"Wa'alaikumsalam Ustadzah. Ustadzah Dokter???" Vini terpukau seraya menatap luar biasa pada Ustadzah Dian.
Ustadzah Dian pun tersenyum dari balik niqob-nya.
"Iya Nak, saya juga seorang Dokter. Hanya saja, saya praktek hanya di hari Sabtu malam dan hari Minggu fullday," jawab Ustadzah Dian.
"Ooh..., begitu rupanya," Vini benar-benar masih takjub.
"Kamu jangan makan dulu yang berminyak dan pedas ya, perut kamu terkena radang sehingga kamu terus merasakan sakit," pesan Ustadzah Dian.
"Sebenarnya, Paman Yoga sudah memberitahuku untuk tidak terlalu banyak makan makanan pedas. Tapi aku yang keras kepala dan justru meremehkan nasehatnya. Padahal dia menasehatiku karena dia peduli pada kesehatanku, hingga akhirnya aku benar-benar kesakitan semalam dan Paman Yoga yang paling panik sampai harus memanggil Umminya Ustadz Nata di rumah sebelah untuk menggendongku ke mobilnya," tutur Vini penuh dengan penyesalan.
Ustadzah Dian pun segera memeluk Vini sambil mengusap-usap punggung gadis kecil itu dengan lembut. Yoga melihat ke dalam dari pintu kaca yang bening dan agak sedikit terbuka.
"Itulah akibatnya jika kamu melawan pada Orangtua. Paman Yoga mungkin bukan Paman kandungmu, tapi dia berusaha menggantikan Orangtuamu dengan memberi nasehat yang baik padamu. Seharusnya kamu mendengarnya. Coba katakan, kalau kamu ada di posisi Paman Yoga dan kamu memberi nasehat pada seseorang lalu nasehatmu tidak didengar, bagaimana perasaanmu kira-kira?" tanya Ustadzah Dian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Qadarullah
Spiritual[COMPLETED] Menerima setiap takdir yang Allah berikan bukanlah perkara mudah bagi setiap manusia di dunia ini. Namun itulah yang dilakukan oleh Nata, sebagaimana yang selalu diajarkan oleh Ummi dan Almarhum Abinya sedari kecil. Namun ketika akhirnya...