MND 15 - Fight!

18.6K 620 6
                                    

"Bye bye, girls! I'm gonna miss y'all," ucap Lilian sambil memeluk ketiga sahabatnya.

"Take care of yourself, Lily!" seru Dasha.

Lilian tersenyum dan mengangguk. "Berikan aku keponakan saat aku kembali nanti," bisiknya di telinga Dasha.

Dasha membelalak. Chelsea dan Mary tetap bisa mendengar bisikan yang lebih seperti pengumuman itu. Mereka tergelak melihat ekspresi Dasha. Lilian tersenyum senang karena berhasil mengerjai sahabatnya itu.

"Bye, Curly blonde!" teriak mereka serempak.

Lilian menoleh ke belakang dan tertawa. Ia segera berlari kecil mengikuti langkah ayahnya. Ketiga temannya masih saja menatap Lilian sampai benar-benar tak terlihat.

"Oh, kakakku sudah menelepon. Aku pulang dulu," seru Chelsea.

Dasha dan Mary mengangguk. Kedua gadis itu berjalan beriringan keluar dari area bandara. Cuaca lumayan panas. Matahari di atas menyorot begitu terik ditemani kumpulan kapas putih. Dasha menatap langit yang membiru.

BRUUK!

"Mary?!"

Mary mengerjap beberapa kali. Aroma antiseptik langsung menyambut dirinya beserta ruangan nuansa putih. Ia mencoba mengedarkan pandangan. Dapat ia lihat seorang gadis cantik berambut cokelat ikal tengah menatapnya dengan senyum manis.

"Apa masih pusing?"

Mary mengangguk kecil. Ia mencoba untuk duduk dan dibantu gadis tadi. Gadis berambut perak itu masih kebingungan mengapa ia berada disini. Bukankah tadi dia di bandara mengantarkan temannya untuk terbang menuju Belanda?

"Kau tadi pingsan, Mary."

Oh.. Jadi aku pingsan, batin Mary.

Gadis itu kembali tersenyum padanya. "Kau tidak boleh kelelahan," tambahnya.

Tiba-tiba pintu terbuka dan menampilkan seorang pria tampan. Mary tahu siapa itu. Tentu saja suami sahabatnya ini. Apa yang ada di tangannya? Kantong plastik? Pria itu menyerahkan kantong plastik berwarna putih itu kepada gadis tadi lalu menatapnya.

"Mengapa Mr. Erick juga disini, Dasha?" ucap Mary akhirnya.

Dasha tersenyum. "Kau tahu aku tidak bisa mengurus administrasi semacam ini. Lalu kau tadi pingsan di bandara. Tentu saja aku menelepon Erick untuk mengatasinya."

"Dokter bilang kau dehidrasi. Apa kau jarang makan?" tanya Erick.

Mary menunduk. Napsu makannya akhir-akhir ini memang sangat kacau. Apalagi suasana rumah yang semrawut membuatnya ingin kabur dari sana. Tak pernah ada lagi makan bersama. Yang ia dengar hanyalah teriakan, benda pecah, dan juga tangisan.

"Mary?" panggil Dasha. "Apa kau ada masalah?" tanyanya begitu lirih.

Mary menoleh pada Dasha. Gadis itu memegang punggung tangannya dengan lembut. Mary berusaha menahan air matanya agar tak jatuh, tapi percuma. Dasha mengangkat kepala menatap suaminya. Erick hanya menghela napas dalam. Takut saja Dasha akan menangis seperti tadi.

"Orang tuaku selalu bertengkar, Dasha. Sudah satu bulan ini.. rumahku.. rumah.. ku.. seperti nera.. ka," tutur Mary dengan isaknya.

Dasha segera meraihnya ke dalam pelukan. Erick mengusap wajahnya frustrasi. Dia sudah menghubungi orang tua Mary. Pria itu tak tahu jika keharmonisan keluarga gadis itu sedang diuji.

"MARY!!"

Mary tersentak mendengar suara itu. Tubuhnya langsung menegang dan mempererat pelukannya pada Dasha. Dia lihat kedua orang tuanya mendekat dengan mata tak bersahabat yang terus melihatnya nyalang.

My Naughty DashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang