MND 01 - Threat

67.1K 1.2K 4
                                    

Hentakkan beberapa pasang kaki terdengar diikuti ocehan yang begitu riuh mengisi gendang telinga. Seorang pemuda berkacamata itu tengah mengejar seorang gadis kesana-kemari lantaran ponselnya dibawa berlari gadis itu. Teman-temannya terlihat menikmati aksi ini. Tak jarang gadis berambut burnett itu memperlakukan orang-orang seperti ini.

"Hahaha! Ayo ambil, Culun!" katanya.

"Aku mohon kembalikan, Dasha," ucap bocah laki-laki itu.

Dasha Grissham melemparkan ponsel itu bermaksud mengembalikan. Tapi benda pipih itu melenceng begitu jauh dari tujuannya. Akibatnya,

PYAAR!

Semua orang tercengang melihat aksi Dasha yang selalu keterlaluan hari ini. Anak laki-laki berkacamata itu berjalan menghampiri ponselnya yang sudah remuk area layarnya. Mata pemuda itu memerah.

"Ponselmu itu sudah jelek, Pet. Ganti saja dengan yang lebih bagus," katanya.

Pemuda itu menggenggam ponselnya yang hancur. "Tidak semua orang memiliki banyak uang sepertimu, Dasha," katanya lalu beranjak ke bangkunya.

Dasha mengangkat sebelah alisnya kemudian mengambil duduk di bangkunya. Guru Sosial masuk dan mulai menjelaskan pelajaran. Dalam hati, Dasha memikirkan perkataan anak laki-laki itu.

"Bagaimana kalau kita ke restoran?"

Dasha mengangguk mantap. "Korean food? Aku ingin toppoki," serunya.

Dasha dan ketiga temannya berjalan pasti keluar kelas. Gadis yang belum genap berusia 17 tahun itu melihat Franco, temannya yang dibully tadi berjalan cepat dengan kepala menunduk.

"Apa yang kau lihat, Dasha?" tanya Lilian.

Dasha tersenyum dan menggeleng. Saat mereka keluar dari gedung sekolah, deritan dalam saku Dasha menghentikan langkah gadis bersurai burnett itu. Ia mendecak sebal saat melihat nama yang terpampang di layar benda pipihnya. Ketiga temannya tampak menunggu.

"Iya, Ma?"

Bibir manis itu mengerucut seketika. Ketiga temannya tertawa pelan mengetahui arti dari ekspresi itu. Dasha menghentakkan kakinya berkali-kali sebagai bentuk kekesalannya.

"Tidak jadi ikut, kan?" tanya Chelsea, gadis berkacamata padanya.

Masih dengan bibir manyunnya, Dasha mengangguk lemah. Padahal hari ini dia ingin sekali pergi ke restoran Korea. Sudah satu bulan lebih dia tidak kesana. Ia buang napas beratnya. Berakhirlah dia duduk di bangku taman untuk menunggu sopir pribadinya datang. Kepalanya menengadah menatap langit yang sudah dihiasi dengan semburat jingga.

"Nona Dasha," kata pria yang berusia sekitar empat puluh tahun itu.

Tanpa menjawab, Dasha langsung masuk ke mobil masih dengan bibir mengerucut dan kaki menghentak-hentak. Sesampainya di rumah, Mama dan Papa telah menunggu. Dasha yang akan langsung menuju kamar pun ditahan dan diperintahkan untuk duduk di hadapan orang tuanya.

"Ada apa?" tanya Dasha ketus.

Ashley menarik senyum. "Besok kita akan ada makan malam di kediaman Tuan Maximilian."

Dasha tahu siapa itu Tuan Maximilian, salah satu rekan bisnis Papa yang terbilang sangat akrab. Dasha tidak suka makan malam sejenis itu, dimana dia dituntut untuk menjadi gadis feminin. Dia lebih suka makan bebas seperti di rumah atau bersama teman-temannya.

"Untuk itu, nanti kita makan di luar. Mama akan membantumu mencari gaun," kata wanita itu.

Dasha berdecak. "Aku tidak suka makan malam seperti itu."

My Naughty DashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang